Saccharomyces cerevisiae telah lama digunakan dalam   industri alkohol dan minuman beralkohol sebab  memiliki kemampuan dalam  memfermentasi glukosa  menjadi ethanol. Hal yang menarik adalah proses   fermentasi ethanol pada khamir tersebut berlangsung  pada kondisi aerob.
Menurut  Pasteur, keberadaan oksigen akan menghambat  jalur fermentasi di dalam  sel khamir sehingga sumber  karbon yang ada akan digunakan melalui  jalur  respirasi. Fenomena ini sering disebut sebagai  Pasteur  effect . Pada sel-sel prokariota  dan eukariota, Pasteur effect  banyak dijumpai,  salah satu contoh adalah fermentasi asam laktat oleh  sel  otot manusia ketika kekurangan oksigen.  Berdasarkan  fenomena ini,  seharusnya produksi ethanol oleh khamir  terjadi pada kondisi anaerob.  Namun ternyata, Pasteur effect  pada sel khamir diamati pada  sel yang telah memasuki  fase stasioner (resting), sedangkan  produksi alkohol terjadi  ketika sel berada pada fase pertumbuhan (fase  log) . Hal inilah yang membuat Pasteur effect diduga bukan  fenomena yang terjadi saat produksi ethanol oleh Saccharomyces  cerevisiae.


Herbert Crabtree pada  tahun 1929 menemukan suatu  fenomena lain yang terjadi pada sel tumor  dimana pada  sel tersebut jalur fermentasi dominan terjadi  walaupun  dalam kondisi. Pada tahun 1948, Swanson dan Clifton pertama  kali  menunjukkan bahwa fenomena tersebut terjadi pada  sel Saccharomyces  cerevisiae yang sedang tumbuh dan  menghasilkan ethanol sebagai  produk fermentasi selama  terdapat glukosa dalam jumlah tertentu di  dalam  medium pertumbuhannya .  Fenomena tersebut awalnya disebut contre-effect  Pasteur sebelum istilah Crabtree effect digunakan . Crabtree  effect pada khamir dapat diamati ketika medium pertumbuhan  mengandung glukosa dalam konsentrasi yang tinggai (diatas 5 mM) .  Berdasarkan de Dekken (1966), Crabtree effect tidak terjadi  pada semua khamir, namun hanya pada beberapa species saja, antara lain Saccahromyces  cerevisiae, S. chevalieri, S. italicus, S.  oviformis, S. pasteurianus, S. turbidans, S.  calsbergensis, Schizosaccharomyces pombe, Debaryomyces  globosus, Bretanomyces lambicus, Torulopsis dattila,  T. glabrata, dan T. colliculosa. Terdapat tiga  mekanisme yang menjelaskan Crabtree effect: 1. represi  katabolit; 2. inaktivasi katabolit; dan 3. kapasitas respirasi yang  terbatas.
Represi katabolit terjadi ketika glukosa, atau  produk awal metabolisme glukosa, menekan sintesis berbagai enzim  respirasi . Namun mekanisme detil, seperti senyawa yang memberikan  sinyal untuk menekan sintesis tersebut, masih belum jelas . Ide awal  represi katabolit dicetuskan oleh von Meyenberg pada tahun 1969 yang  menumbuhkan S. cerevisiae dalam medium yang mengandung glukosa  dengan metode continues culture. Hasil penelitian tersebut  menunjukkan bahwa saat konsentrasi sel rendah, jalur metabolisme yang  digunakan adalah respirasi, sedangkan ketika konsentrasi sel telah  mencapai suatu angka kritis, fermentasi ethanol terjadi. Dari hasil  tersebut diduga pada konsentrasi sel yang rendah, enzim-enzim respirasi  masih mencukupi untuk melakukan jalur respirasi, namun saat konsentrasi  sel bertambah, konsentrasi enzim tidak bertambah sebab ditekan  sintesisnya oleh glukosa, sehingga jalur respirasi terhenti dan  digantikan oleh fermentasi. Selain represi terhadap sintesis enzim,  konsentrasi gula yang tinggi juga akan mengganggu struktur mitokondria  khamir, sebagai contoh hilangnya membran dalam dan kristae. Namun  struktur tersebut akan kembali normal saat jalur respirasi menggantikan  fermentasi ethanol . Perubahan struktur tersebut akan menghambat siklus  Krebs dan fosforilasi oksidatif yang berlangsung di mitokondria.

Inaktivasi  katabolit terjadi ketika glukosa menonaktifkan enzim kunci dalam jalur  respirasi, contohnya fruktosa 1,6-bifosfatase (FBPase). Inaktivasi  terjadi pertama-tama melalui proses fosforilasi enzim, kemudian diikuti  dengan pencernaan protein enzim di dalam vakuola . Mekanisme inaktivasi  FBPase pada S. cerevisiae dimulai dengan peningkatan  konsentrasi cAMP dan FBPase di dalam sel oleh glukosa. Kenaikan kedua  molekul tersebut akan memicu cAMP-dependent protein kinase  untuk melakukan fosforilasi terhadap FBPase.
Mekanisme  terakhir yang menjelaskan Crabtree effect pada khamir adalah  keterbatasan kapasitas respirasi khamir yang diusulkan oleh Bardford  & Hall (1979). Kedua peneliti tersebut melakukan penelitian yang  mirip dengan von Meyenberg, namun tidak menemukan bukti adanya represi  katabolit oleh glukosa. Oleh sebab itu mereka berpendapat bahwa  khamir-khamir yang mampu melakukan fermentasi aerob memiliki  keterbatasan kapasitas respirasi. Ketika glukosa terdapat dalam  konsentrasi tinggi, glikolisis akan berjalan dengan cepat sehingga  menghasilkan pyruvat dalam jumlah yang tinggi. Namun keterbatasan khamir  tersebut untuk menggunakan pyruvat dalam jalur respirasi selanjutnya  (Siklus Krebs dan fosforilasi oksidatif) menyebabkan pyruvat yang  tersisa dirubah secara fermentatif menjadi ethanol. Kebalikannya, khamir  yang tidak melakukan fermentasi aerob dianggap memiliki kapasitas  respirasi yang tidak terbatas sehingga mampu menggunakan seluruh pyruvat  yang dihasilkan dari glikolisis walaupun jumlah glukosa di medium  tinggi (Alexander & Jeffries ,1990: 22-29.).
Alexander,  M.A. & T.W. Jeffries. 1990. Respiratory efficiency and metabolize  partitioning as regulatory phenomena in yeasts. Enzyme Micobe.



 










1 komentar:
infonya sangat membantu thanks kak
bus scania indonesia
Posting Komentar