google3394c6c8fadba720.html KUNCUP BIO: Biologi Sel
SELAMAT DATANG DI TAUFIK ARDIYANTO'S BLOG

DESKRIPSI PENDIDIKAN SAAT SMA (slide)

SMA Negeri 1 Bandar Sribhawono adalah salah satu sekolah yang terletak di Lampung Timur

DESKRIPSI PERGURUAN TINGGI YANG DITEMPUH (DIJALANI)

Universitas Lampung (Unila) adalah salah satu perguruan tinggi di propinsi Lampung

DESKRIPSI PRIBADI

Taufik Ardiyanto adalah seorang pemuda yang dilahirkan tahun 1992 di kampung kecil Sribhawono

DESKRIPSI MENGENAI ISI BLOG INI

Blog ini memuat tentang informasi seputar pendidikan terutama yang menyangkut Biologi

DESKRIPSI MENGENAI HOBI DAN MINAT

Suka membaca, menulis dan bereksperimen adalah hobiku dan akan selalu auk kembangkan demi meraih cita-cita gemilang.

Tampilkan postingan dengan label Biologi Sel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Biologi Sel. Tampilkan semua postingan

Minggu, 11 Maret 2012

SEL MATERIAL HIDUP YANG TERKECIL



Beberapa tokoh yang ikut memperkembangkan biologi sel adalah:
·         Marcello Malpighi (1628-1694), seorang ilmiawan dan dokter Italia, mempelajari struktur-struktur tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan, dan menamakan sel-sel “globulus”. Dialah yang dianggap sebagai “bapak anatomi mikroskopi”, dan menemukan adanya kapiler-kapiler darah, yang kira-kira 30 tahun sebelumnya sudah diperkirakan adanya oleh William Harvey.
·         Antoni van Leeuwenhoek (1632-1723), seorang ahli mikroskop dari negeri Belanda, mempelajari struktur seluler tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan, termasuk bacteria, protozoa dan spermatozoa.
·         Robert Hooke (1635-1703) dari Inggris, mempelajari struktur-struktur mikroskopis dan mengemukakan berbagai tipe-tipe objek alami, dan pada waktu penelitiannya dari jaringan gabus tumbuh-tumbuhan, ia melihat adanya struktur-struktur yang sangat kecil berbentuk kotak-kotak, yang disebutnya sebagai “cel”.
·         Nehmiah Grew (1641-1712) seorang dokter Inggris juga mempelajari struktur-struktur mikroskopis dan mengarang dari hal cel-cel dan jaringan pada tumbuh-tumbuhan (1672). Bersama-sama dengan Malpighi kemudian ia meneliti selanjutnya struktur mikroskopis tumbuh-tumbuhan sedemikian rupa baiknya sehingga selama lebih dari satu abad pengetahuan dari hal itu mengalami penambahan.
·         Robert Brown (1773-1858) seorang Scotlandia, menemukan nukleus di dalam sel-sel tumbuh-tumbuhan pada umumnya (1831).
·         Matthias Schleiden (1804-1881) seorang ahli botani Jerman, dan Theodor Schwann (1810-1882) mempelajari struktur-struktur mikroskopis pada berbagai tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan dan selanjutnya mengarang “prinsip-prinsip sel” (1839) dimana diterangkan bahwa organisme-organisme hidup tersusun dari sel-sel, atau sel-sel dengan hasil-hasilnya. Meskipun mereka ini secara umum telah diakui, Rene Dutrochet (1776-1847) seorang ahli fisiologi Perancis ternyata mendahuluinya dengan pandangan yang serupa (1824). Ia menyatakan bahwa pertumbuhan di sebabkan baik oleh pertambahan “volume sel-sel maupun adanya sel-sel kecil yang baru”.
·         Edmund B. Wilson (1856-1939) seorang ahli Cytologi Amerika, mengarang buku : “ The Cell in Development and Heredity” (1924). Ia memusatkan perhatian kepada penelitian sel serta berusaha menerangkan fenomena biologis.

TERJADINYA TEORI SEL
Teori sel bersama-sama dengan teori evolusi merupakan dasar yang utama dari biologi modern. Antara teori tersebut ada banyak persamaan antara lain oleh karena teori-teori tersebut terwujud dalam suatu bentuk yang definitif pada suatu waktu yang hampir bersamaan, dan keduanya telah mengalami perkembangan selama suatu periode yang panjang. Dalam perkembangan biologi dewasa ini kedua teori tersebut hampir tidak dapat dipisahkan.
Sel adalah suatu satuan dasar dari kehidupan, yakni merupakan suatu satuan terkecil dari suatu benda yang kita nyatakan hidup. Hal ini dinyatakan oleh Theodor Schwann dengan jelas, bahwa semua organism hidup, baik yang bersel tunggal maupun yang tersusun dari kelompok-kelompok sel, tersusun dari sel-sel (1839).
Tidak ada suatu kehidupanpun yang terpisah dari kehidupan sel-sel. Bahkan organisme-organisme yang besar dan kompleks seperti misalnya manusia atau sebatang pohon raksasa. Setiap bagian yang khusus dari organisme, seperti kulit, tulang, otot, saraf, dan bahkan darah, ataupun kayu, bunga, akar, tersusun dari sel-sel khusus dengan variasi-variasi tambahan yang khas pula dari material-material interseluler yang dihasilkan oleh sel-sel tersebut.
Pernyataan Schwann tersebut dilandasi oleh suatu proses yang dikemukakan oleh Rudolf von Virchow dalam pernyataan kemudian yang berbunya:” semua sel hanya timbul /berasal dari sel-sel yang telah ada terlebih dahulu” (1858).
Pernyataan Virchow ini selanjutnya ternyata sesuai dengan hasil penelitian Louis Pasteur (1822-1895) yang dilakukannya dalam tahun 1959-1861, yang membuktikan bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu benda hiduppun yang tidak berasal dari benda hidup yang lain. Di samping itu pernyataan Virchow sejalan pula dengan Teori Evolusi dari Darwin yang dikemukakan pada tahun 1859.
Penelitian-penelitian Pasteur ini telah mengakhiri keyakinan mengenai teori “generatio spontanea” yang berabad-abad sebelumnya diakui sejak Aristoteles (384-322 sebelum Isa) menyatakan bahwa lalat dan nyamuk timbul dari benda-benda yang membusuk, yang telah mulai disangkal oleh Francesco Redi (1627-1697) dengan pembuktiannya yang manyatakan bahwa ulat-ulat tidak mungkin timbul dari daging yang membusuk apabila tidak ada peletakan telur sebelumnya oleh lalat-lalat pada daging tersebut.
Berdasarkan hasil penelitiannyatersebut, Pasteur mengemukakan keyakinan terhadap prinsip “biogenesis”, yang menyatakan bahwa “semua kehidupan berasal dari kehidupan yang lain”.
Hubungan antara Teori sel dan evolusi tercakup di dalam pernyataan Virchow: “…untuk seluruh rangkaian/urut-urutan bentuk-bentuk kehidupan, baik hewan maupun tumbuh-tumbuhan ataupun bagian-bagian penyusunnya berlaku suatu hokum yang abadi dari perkembangan yang terus menerus berlangsung.
Dalam hal ini Virchow melihat adanya suatu kelangsungan yang tidak pernah terputus dari generasi-generasi sel yang berurutan dan tampaknya tak pernah berakhir, yang ternyata kembali ke asal-usul kehidupan. Dengan demikian, dengan terbuktinya bahwa semua sel berasal dari sel-sel lain, didapatkan suatu pengertian bahwa semua sel mempunyai asal-usul yang sama.
Pendapat Schwann yang menyatakan bahwa semua organisme tersusun dari bagian-bagian yang pada dasarnya sama yang disebut sel, mengingatkan kita pada pendapat Comte de Buffon (1707-1788) yang mengemukakan adanya berbagai persamaan structural pada vertebrata. Kedua pengertian tersebut dapat dijelaskan oleh teori evolusi. Hewan-hewan yang termasuk vertebrata, tanpa memandang perbedaan-perbedaan yang ada, mempunyai suatu keseragaman dalam suatu pola structural tertentu, oleh karena hewan-hewan tersebut mempunyai asal-usul yang sama. Demikian pula, semua sel-sel hidup, tanpa memandang adanya perbedaan-perbedaan yang dijumpai, dalam suatu pola yang sama menunjukkan adanya persamaan structural yang membuktikan bahwa sel-sel tersebut mempunyai suatu persamaan asal di dalam kehidupan awal yang silam.
Baik di dalam sel-sel maupun organisme-organisme, berbagai pembaharuan dan variasi yang timbul bersama dengan kemajuan evolusi tidak akan dapat mengaburkan batas-batas bentuk-bentuk yang telah diwariskan dari nenek moyangnya.
Peralihan dari pernyataan-pernyataan Hooke dan Leeuwenhoek ke pernyataan Schwann merupakan peralihan dari suatu hasil penelitian yang sederhana terhadap fakta yang dijumpai, ke suatu pernyataan yang timbul akibat induksi, yang jauh lebih luas. Sedangkan peralihan dan pernyataan Schwann ke pernyataan Virchow merupakan peralihan dari suatu pernyataan yang sederhana menjadi suatu teori, yang menjelaskan pernyataan tersebut.
Kesukaran-kesukaran yang menghambat/memperlambat terbentuknya prinsip-prinsip sel pada saat itu antara lain meliputi:
1) tidak/belum adanya alat-alat penelitian untuk mempelajari sel-sel secara efektif.
2) ilmu eksakta eksperimental seperti yang kita lakukan saat ini belum umum digunakan.
3) para ahli biologi pada saat itu lebih mengutamakan anatomi makroskopis, sehingga pengetahuan mikroskopis yang mendalam dianggap tidak begitu perlu.
4) meningkatnya perhatian terhadap perkembangan embrional dari organisme-organisme yang timbul pada awal abaditu membelokkan perhatian dari aspek-aspek makroskopis kearah penelitian-penelitian yang mendalam terhadap sel-sel dan organisasi yang bersangkutan.
5) teknik-teknik pewarnaan belum digunakan secara ekstensif sehingga banyak struktur-struktur sel yang belum terlihat.
6) metode-metode pemotongan dari jaringan-jaringan yang diperlukan untuk mempelajari detail-detail seluler belum digunakan pada waktu itu.
Sel-sel memang sukar dipelajari, oleh karena sel-sel bersifat jernih, sensitive (irritable) dan sangat halus. Di dalam sel-sel terdapat organisasi yang teratur, dengan susunan-susunan yang dinamis dan interaksi di antara komponen-komponen kimiawinya yang semuanya penting bagi tiap-tiap sel, karena adanya bermacam-macam komponen di situ. Dalam hal ini, organisasi alami, yang dimiliki oleh sel-sel tersebut mungkin berubah dengan adanya prosedur-prosedur yang dipakai pada waktu mempelajari sel-sel, sehingga menghasilkan informasi yang tidak begitu lengkap mengenai struktur dan fungsi yang sebenarnya dari komponen-komponen penyusunnya.

Organisasi Sel
Sel adalah organisasi terkecil dari material yang mengandung kehidupan. Beberapa ahli biologi menyatakan adanya kehidupan di dalam suatu partikel yang lebih kecil dari sel yang terkecil, yang disebut virus, yang dikenal sebagai penyebab-penyebab penyakit seperti infuluenza, polio-myelitus dan pneumonia.
Berbagai jenis virus tersebut hidupnya sama sekali tergantung pada sel-sel hidup. Apabila suatu virus menyerang sel-sel hidup dari organisme maka virus tersebut akan menyebabkan terhentinya aktivitas-aktivitas mekanis dari sel hospes dan menghasilkan virus-virus yang baru. Dengan demikian dalam hal ini sel hospes tersebut dihancurkan. Reproduksi virus tidak dapat dipandang sebagai reproduksi sendiri oleh karena reproduksi tersebut hanya dapat berlangsung melalui mekanisme-mekanisme sel-sel hospes. Dengan demikian keadaan hidup yang tersebut pada virus adalah cukup beralasan untuk diragukan oleh karena “reproduksi sendiri” merupakan salah satu tanda karakteristik yang utama dari suatu sistem kehidupan, seperti juga halnya pengaturan sendiri, yang kedua-duanya tidak dipunyai oleh virus yang berada dalam suatu keadaan bebas.
Setiap sel merupakan organisasi material minimal yang mampu melakukan proses-proses yang secara kolektif tersebut “hidup”. Dalam ketentuan ini harus diingat bahwa definisi ini hanya berlaku di dalam alam yang sudah maju seperti sekarang ini, oleh karena kita masih tetap meyakini bahwa kehidupan muncul pertama-tama sekali berjuta-juta tahun yang lalu dari suatu yang tidak hidup, dalam suatu bentuk tertentu yang jauh lebih sederhana dari keadaan sel yang kita kenal saat ini.
Apabila kita perhatikan beberapa sel tampak jelas adanya tingkatan-tingkatan organisasi dan kompleksitas yang sudah sangat tinggi apabila dibandingkan dengan bentuk-bentuk yang setingkat lebih maju dibandingkan dengan benda-benda yang tak hidup.
Organisasi-organisasi preseluler dari bentuk-bentuk yang menuju kea rah organisme hidup tidak dapat bertahan hidup lama oleh karena pertama-tama keadaan lingkungan telah berubah sama sekali dari keadaan lingkungan sejak mulainya kehidupan pertama-tama, sehingga kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan timbulnya bentuk-bentuk preseluler dari kehidupan juga telah lama lewat; kedua, telah terbentuknya sistem-sistem reproduksi yang lebih efisien dan maju, sebagai suatu aspek evolusi organic yang universal.
Sel yang sebagaimana kita kenal saat ini merupakan suatu organisasi yang terjadi secara berangsur-angsur dan bertingkat kea rah bentuk yang lebih maju, dari bentuk-bentuk di dalam mana proses-proses dasar yang karakteristik bagi kehidupan berlangsung secara tepat dan pasti. Perkembangan ini tentu saja berlangsung pada suatu jangka waktu yang sangat panjang, mungkin lebih dari satu juta tahun yang menggantikan transisi-transisi preseluler yang belum “masak” yang berada di antara benda-benda yang hidup dan tidak hidup.
Adanya kehidupan preseluler tentu saja jangan sampai mengaburkan kita terhadap arti pernyataan mengenai kehidupan saat ini, karena bagaimanapun juga, sel adalah satuan terkecil dari kehidupan. Baik di dalam sel maupun hubungan-hubungannya dengan sel-sel yang lain, kita harus dapat menemukan adanya organisasi-organisasi yang menjadi dasar bagi semua proses-proses kehidupan, seperti: pengambilan, penimbunan dan pelepasan energi, pengambilan material-material dan metabolismenya yang menuju ke pertumbuhan; penerimaan dan reaksi terhadap stimuli;pergerakan; dan proses kehidupan yang paling utama, reproduksi.

Sel adalah:
1)      Satuan structural yang terkecil dari hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan. Jaringan-jaringan dan organ-organ yang tersusun dari sel-sel, serupa dengan sebuah batu bata sebagai suatu satuan structural dari suatu dinding batu.
2)      Satuan fungsional/fisiologi yang terkecil, karena fungsi-fungsi dari organisme-organisme hidup merupakan akibat dari aktivitas-aktivitas seluler dari organisme-organisme tersebut. Tiap-tiap sel bekerja sebagai suatu satuan, tetapi kebanyakan kelompokan-kelompokan sel bekerja bersama untuk suatu tujuan yang sama. Dalam hal semacam ini selalu dijumpai adanya saling bergantung satu dari yang lain, interfungsi, koordinasi dan subordinasi, apabila organisme tersebut berfungsi sebagai suatu kesatuan dengan efisien.
3)      Satuan pertumbuhan dan perkembangan yang terkecil karena sekalipun suatu organisme yang kompleks, dengan sejumlah besar sel-sel, tumbuh dan berkembang melalui suatu proses pembelahan dari sel-selnya, pertumbuhan serta perkembangan sel-sel menyusun organisme tersebut.
4)      Satuan factor herediter yang terkecil, karena melalui sel-sel itulah material-material herediter diterima dari induk-induknya, dipertahankan di dalam embrio dan bentuk dewasa untuk kelak diturunkan kepada keturunannya. Selama pembelahan faktor-faktor tersebut juga harus selalu tetap dalam keadaan seperti yang terwaris, sebab apabila tidak, akan kehilangan sifat-sifatnya semula.
5)      Satuan regenerasi yang terkecil, sebab apabila sesuatu jaringan diganti atau diperbaiki, sel-selnya itulah yang memegang peranan utama di dalam mencapai tujuan tersebut. Apabila sel-sel di dalam hal ini bekerja abnormal, sudah barang tentustruktur-struktur yang abnormal pulalah yang akan terbentuk. Dalam keadaan semacam inilah timbul pendapat bahwa pertumbuhan-pertumbuhan semacam tumor dan kanker disebabkan oleh pembelahan-pembelahan sel yang abnormal.

Ukuran dan Bentuk Sel
Ukuran sel pada umumnya bersifat mikroskopis. Pada manusia, diameter rata-rata dari sel-selnya kira-kira 10 mikron atau 0,01 mm.
Suatu sel bakteri, berdiameter ± 0,4 mikron, hampir-hampir tidak teramati dengan suatu mikroskop biasa. Ukuran sel-sel lainnya pada umumnya berkisar pada ukuran-ukuran tersebut, tentu saja dengan beberapa perkecualian pada sel-sel tertentu.
Misalnya pada seekor hewan yang besar, suatu sel saraf dapat mencapai panjang lebih dari 1 meter, meskipun diameternya relative kecil.
Pada hewan-hewan, ova (sel-sel telur) yang belum memulai perkembangannya, merupakan sel-sel tunggal yang biasanya dapat terlihat dengan mata biasa. Misalnya sel telur manusia, tanpa bantuan sesuatu lensa dapat kita lihat kira-kira sebesar titik (.). sedangkan sel telur dari seekor jenis burung yang telah punah (Alpyornis dari Madagaskar), bahkan berkapasitas sampai lebih dari 4 gallon, dan merupakan sel telur yang bervolume terbesar di antara sel-sel telur jenis hewan apapun. Pada telur burung, yang disebut selnya sesungguhnya adalah vitellusnya, dan membesarnya telur adalah disebabkan oleh adanya material makanan yang dikelilingi oleh material tambahan yang lain, yang biasanya kita kenal sebagai  putih telur dan kulit telur. Dengan demikian mengenai ukuran rata-rata dari sel-sel adalah sangat sukar untuk ditentukan secara pasti. Pada table berikut diberikan beberapa ukuran-ukuran sel tertentu sebagai berikut:
Objek
Diameter
µ
Ã…
Ovum manusia
100
1000.000
Erythocyt
10
100.000
Bacterium
1
10.000
virus
0,1
1000
Mengenai bentuk-bentuk sel juga terdapat variasi yang tidak terbatas, yang terutama bersangkutan dengan fungsi-fungsi khususnya di dalam suatu organisme secara keseluruhan. Adanya suatu tendensi kea rah bentuk umum dari sel-sel, biasanya berupa tendensi kea rah bentuk spheris.
Berbagai variasi bentuk dari sel misalnya:
-          Pipih seperti lempeng, sebagai contoh misalnya pada kulit (integumentum)manusia.
-          Memanjang, misalnya pada sel-sel otot.
-          Bikonkaf dan berbentuk difus misalnya pada sel-sel darah.
-          Sangat memanjang, sesuai dengan fungsinya sebagai penghantar impuls-impuls, misalnya pada sel-sel saraf.

Sumber:
Radiopoetro. 1996. Zologi. Erlangga. Jakarta

BADAN MIKRO


A.    Struktur dan Penyebarannya
Badan mikro mudah dibedakan dari organel lain karena adanya enzim katalase. Enzim ini dapat dilihat dengan mikroskop electron bila diperlukan dengan pengecatan 3,3-diaminobenzidine (DAB). Hasilnya tidak tembus electron, dan tampak sebagai daerah gelap bila sel mengandung enzim katalase. Dengan mikroskop electron badan mikro yang berasal dari sel-sel hewan maupun tumbuhan tampak sebagai bangunan yang dibatasi oleh membran tunggal, dan di dalamnya mengandung matriks yang amorf atau glandular. Pada jaringan tertentu matriks badan mikro berisi struktur nukleoid Kristal. (crystalline nucleoid structure). Bentuk Kristal ini umumnya adalah urat oksidase, salah satu enzim dari matriks badan mikro.
Pada sel-sel hewan, distribusi badan mikro tersebar di dalam sel, tetapi umumnya di sekitar reticulum endoplasma. Pada sel-sel tumbuhan, badan mikro sering berdekatan dengan kloroplas, karena kedua organel ini terlibat dalam metabolism jalur glikolat. Sebagaimana diketahui bahwa jalur glikolat melibatkan tiga organel, yakni kloroplas, badan mikro khususnya perksisom, dan mitokondria.

B.     Komposisi Kimia dan Permeabilitas Badan Mikro
Membran yang membatasi badan mikro lebih tipis dari membrane plasma, tebalnya hanya 6-8 nm. Ini kurang lebih sama tebalnya dengan membran retikulum endoplasma dan membrane luar mitokondria. Badan mikro intak memiliki tingkat osmotikum yang relatif stabil, tetapi akan pecah bila berada dalam larutan pirofosfat. Badan mikro akan pecah bila dimasukkan ke dalam 0,01 M pirofosfat dengan sebab-sebab yang belum diketahui. Ternyata setelah pecah begitu sulit memisahkan membran dengan enzim-enzim dalam matriksnya, salah satu sebab diantaranya adalah karena enzim-enzim itu melekat pada membrannya.
Sudah diketahui ada dua jenis enzim, yang juga merupakan protein integral pada membran retikulum endoplasma, terdapat pada membran badan mikro yaitu sitokrom b5 dan NADH-sitokrom b5 reduktase. Beberapa enzim lain yang terdapat pada membran ditemukan pada glioksisom. Enzim-enzim itu dapat merupakan protein perifer membran maupun sebagai protein integral membran, karena itu mudah diekstrak. Beberapa contoh di antaranya adalah sitrat dan malat sintetase, malat dehidrogenase, 3-hidroksil-KoA-dehidrogenase, dan krotonase.
Dilihat dari komposisi lemaknya, membran badan mikro sama dengan membran mikrosom. Membran peroksisom dan mikrosom dari hati tikus tidak menunjukkan adanya perbedaan, tetapi berbeda secara nyata dengan membran mitokondria dalam hal rendahnya kandungan kardiopolin. Kardiopolin sangat banyak jumlahnya di membran dalam mitokondria. Membran glioksisom dari endosperm tanaman jarak, berbeda komposisi lemaknya dengan membran retikulum endoplasma hati tikus. Membran glioksisom mengandung lebih rendah fosfatidil inositol dan mungkin fosfatidil serin, dan lebih tinggi kandungannya lemak yang tak teridentifikasi. Perbedaan kandungan lemak antara hati tikus dan membran badan mikro endosperm mungkin disebabkan oleh karena perbedaan peran dari kedua jaringan tersebut.
Dalam banyak hal, permeabilitas badan mikro terhadap berbagai molekul mirip seperti pada mikrosom. Hal ini disebabkan karena keduanya mempunyai komposisi yang hampir sama. Membran badan mikro sangat permeable terhadap sejumlah substansi yang alaminya sebagai substrat dari beberapa enzim di dalamnya, seperti asam-asam amino, asam α-hidroksi, dan asam urat. Sukrosa juga dapat berdifusi melalui membran badan mikro.
Ternyata nukleotida piridin seperti NADH dan NADPH tidak dapat masuk melewati membran badan mikro. Hal ini dapat menjadi bahan pertanyaan, mengingat koenzim-koenzim ini penting sebagai aseptor (penerima) electron untuk enzim oksidatif tertentu. Kalau koenzim tersebut tidak dapat melewati membran, lalu bagaimana terjadinya oksidasi yang harusnya terjadi secara kontinue?
Sekarang sudah diketahui bahwa pada membran badan mikro terdapat subtansi yang dapat menerima H+ dari NADH untuk diangkut keluar dari badan mikro. Di luar badan mikro H+ diberikan kepada NAD sitosol. Setelah itu pengangkut masuk kembali ke dalam badan mikro untuk mengulang tugasnya. Mekanisme ini sama dengan mekanisme yang terjadi di membran mitokondria. Pengangkut (shuttle) ini ada dua jenis, yaitu malat-oksaloasetat (aspartat) shuttle dan gliserol-3-phosphat shuttle. Malat-oksaloasetat (aspartat)shuttle adalah tipe pengangkut pada peroksisom dari sel-sel tanaman, sedangkan gliserol-3-phosphat shuttle adalah tipe pengangkut pada sel-sel hati atau ginjal.

C.     Fungsi Badan Mikro
1.      Oksidasi subtrat pada Mammalia
Reaksi oksidasi pada peroksisom jaringan mammalian dipicu oleh enzim flavin oksidase yang menggunakan oksigen sebagai penerima electron yang mengubahnya menjadi H2O2.H2O yang terjadi sifatnya toksik bagi sel, karena itu harus segera diubah menjadi H2O dan 1/2O2 oleh enzim katalase di dalam peroksisom.
Contoh spesifik dari reaksi ini misalnya terjadi pada asam D-amino jika memasuki perosisom. Asam amino ini akan mengalami deaminasi karena oksidasi dengan enzim FAD-oksidase sehingga terbentuklah asam α-keto.
Asam D-amino  +  H2O  +  E-FAD  ===>  asam α-keto  +  NH3  +  E-FADH2
E-FADH2  +  O2  ===>  E-FAD  +  H2O2
H2O2  ==katalase==>  H2O  + ½ O2
Enzim flavin adenine dinukleotid (E-FAD), tidak hanya terdapat pada badan mikro, enzim ini juga berperan dalam transport elektron pada mitokondria. Namun aktivitas katalisisnya di badan mikro berbeda secara mendasar dengan aktivitasnya yang terjadi di mitokondria. Pada badan mikro elektronnya diberikan langsung ke O2 dari pada ke aseptor lain seperti koenzim Q atau nonheme besi. Dalam transfer langsung itu dihasilkan H2O2 dan dibutuhkan enzim katalase untuk menghilangkan efek toksiknya.
Adanya enzim D-amino oksidase pada jaringan mammalian baru merupakan dugaan bersamaan dengan ditemukannya enzim tersebut. Jika ada sedikit metabolic asan D-amino mungkin terbawa dari makanan. Namun dinding sel bakteri mengandung asam D-amino ini. Diduga peran asam D-amino oksidase pada jaringan hati dan ginjal adalah untuk degradasi asam D-amino yang berasal dari pemecahan dan absorpsi peptidoglikan bakteri usus.
2.      β-oksidasi asam lemak Mammalia
peran baru pada peroksisom jaringan mammalian di antaranya adalah oksidasi asam lemak. Sebelumnya hanya berkembang satu pendapat bahwa asam lemak netral yaitu transil gliserol yang merupakan cadangan lemak dalam sitosol, akan dihidrolisis oleh lipase menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas ini kemudian akan diangkut oleh karier (pembawa) ke dalam mitokondria untuk dioksidasi dan menghasilkan asetil Koenzim A (asetil KoA).
Sekarang telah diketahui bahwa peroksisom jaringan hati tikus mampu mengoksidasi palmitoil KoA menjadi asetil KoA. Oksidasi ini dikenal dengan β-oksidasi. Asetil KoA ini kemudian akan diangkut ke mitokondria untuk memasuki daur krebs atau daur asam sitrat. Jika tetap berada dalam sitosol maka akan diubahmenjadi asam lemak dan kemudian menjadi lemak netral.
Jalur β-oksidasi ini mempunyai kesamaan dengan jalur oksidasi yang terjadi di dalam mitokondria dengan suatu kekecualian. Oksidasi yang terjadi pada mitokondria, enzim flavin dehidrogenase memberikan elektronnya ke rantai respirasi dan tidak bereaksi dengan O2. Sedangkan oksidasi yang terjadi pada badan mikro enzim flavin dehidrogenase bereaksi langsung dengan O2 dan menghasilkan H2O2. Mitokondria tidak memiliki katalase karena itu tidak menghasilkan H2O2. Untuk badan mikro hal itu tidak merupakan suatu masalah, karena badan mikro memiliki katalase.
3.      β-oksidasi asam lemak pada endosperm biji tanaman
enzim-enzim yang dibutuhkan untuk β-oksidasi asam lemak dalam badan mikro untuk pertama kalinya ditemukan pada glioksisom endosperm tumbuhan oleh Cooper dan Beever. Jalur β-oksidasi ini sama, baik yang terjadi pada peroksisom mammalian maupun yang terjadi di glioksisom tumbuhan.
Endosperm adalah cadangan makanan dalam biji. Cadangan makanan itu diantaranya lemak. Banyak biji yang cadangan makanannya berupa lemak, seperti kacang-kacangan, biji jarak, biji kepuh dan sebagainya. Cadangan makanan ini penting artinya dalam perkecambahan. Sumber energi utama dalam perkecambahan adalah karbohidrat. Jadi kalau cadangan makanan dalam biji tadi berupa lemak, maka lemak harus dikonversi menjadi karbohidrat. Reaksi ini terjadi di dalam glioksisom dan dipacu oleh enzim-enzim yang terdapat didalamnya. Hasil oksidasi asam lemak ini adalah asetil KoA, yang kemudian akan digunakan di dalam glioksisom untuk membentuk senyawa (asam) dengan 4 atom C, yaitu asam suksinat melalui jalur glikosilat. Selanjutnya suksinat dibawa ke mitokondria sebagai bahan untuk proses glukoneogenesis. Di mitokondria asam suksinat akan dikonversi menjadi asam malat, yang selanjutnya akan dibawa ke sitosol. Di sitosol asam malat diubah menjadi fosfoenol piruvat, dan digunakan untuk sintesis glukosa. Jadi inilah konversi cadangan lemak menjadi karbohidrat yang terjadi di dalam glioksisom endosperm selama berlangsungnya perkecambahan.
Pada biji yang sedang berkecambah daur glikosilat seluruhnya terjadi di glioksisom, sedangkan pada ragi dan ganggang Tetrahymena daur ini merupakan kerja sama antara glioksisom dan mitokondria. Ada yang mengatakan bahwa daur ini sebagai modifikasi dari daur asam sitrat, dengan langkah-langkah reaksi yang menghasilkan CO2, dengan satu-satunya sumber karbon yaitu asetil KoA.
Hewan tingkat tinggi tidak dapat mensintesis glukosa dari asam lemak karena tidak mempunyai enzim isositrat liase dan enzim malat sintetase. Karena itu asetil KoA akan memasuki siklus asam sitrat dan akhirnya membebaskan CO2.
4.      Jalur glikolat
Jalur glikolat merupakan serangkaian reaksi kimia yang terjadi di peroksisom dan bergandeng dengan siklus karbon di kloroplas. Jalur ini melibatkan kloroplas, peroksisom, mitokondria, dan sitosol. Jalur ini meliputi pengubahan senyawa yang tak mengandung fosfat (nonphosphorilated) yakni gliserat menjadi glisin, serin, dan persenyawaan “C1”, dan ini penting sebagai precursor dalam biosintesis asam inti.
Jalur glikolat dimulai di kloroplas, di mana fosfoglikolat, glikolat, dan fosfogliserat dibentuk dalam fotosintesis. Kloroplas memiliki enzim fosfatase, yang dapat melepas fosfat dari dua subtrat yang mengandung fosfat (yaitu fosfogliserat dan fosfoglikolat) menjadi glikolat.
Glikolat meninggalkan kloroplas menuju peroksisom dengan perantaraan suatu pengemban atau pengangkut yang disebut glikolat-glikolat shuttle. Dalam peroksisom glikosilat dioksidasi menghasilkan glioksilat dan membebaskan H2O2. Dengan adanya katalase di peroksisom ini, H2O2 diubah menjadi H2O dan ½ O2. Glioksilat akan disintesis menjadi asam amino serin atau kembali ke kloroplas. Kembalinya glioksilat ke kloroplas ini di duga sebagai mekanisme untuk menghabiskan NADPH dalam kloroplas yang dihasilkan dalam fotosintesis. NADPH direoksidasi dalam kloroplas dengan mekanisme tanpa menghasilkan H2O2 karena di kloroplas tidak ada katalase.
Asam amino glisin dibentuk dari glikosilat, melalui reaksi interkonversi dalam mitokondria menjadi asam amino serin, suatu bagian dari siklus yang belum diketahui dengan jelas. Serin ditranspor kembali ke peroksisom, lalu mengalami deaminasi menjadi oksalat dan kemudian direduksi menjadi gliserat. Gliserat kemudian ditranspor kembali ke kloroplas yang kemudian mengalami fosforilasi menjadi fosfogliserat. Dengan demikian selesailah siklus ini, dengan catatan bahwa sebagian reaksi ini searah dan sebagian lainnya bolak balik. Jadi serin dapat dihasilkan secara langsung dari fosfogliserat dibandingkan dari fosfoglikolat.
Jalur ini membebaskan 1 molekul CO2, menghasilkan satu molekul serin atau gliserat dari dua molekul fosfoglikolat, atau menghasilkan 1 molekul serin atau 1 molekul glisin ditambah persenyawaan “C1” dari satu molekul fosfogliserat. Pola metabolic ini penting bagi sel tumbuhan karena setengah dari karbon yang difiksasi berlangsung dengan cara ini.
Reaksi glikolat juga dikenal sebagai fenomena fotorespirasi. Fotorespirasi adalah suatu reaksi yang membebaskan CO2 dari organ yang berwarna hijau karena pengaruh cahaya. Fotorespirasi didorong oleh kondisi atmosfer di mana tekanan O2 tinggi, sedangkan tekanan CO2 rendah. Diduga O2 berkompetisi dengan CO2 terhadap enzim RuBP-karboksilase, yang umumnya enzim tersebut adalah enzim untuk memfikasai CO2. Bila O2 telah digunakan oleh enzim tersebut, senyawa antara tak stabil terbentuk dan akan segera terurai menjadi 3-P-gliserat dan P-glikolat. Terbentuknya fosfoglikolat dalam reaksi ini akan menambah konsentrasi asam glikolat dengan cara membebaskan P-group, dank arena itu kelebihan glikolat akan dioksidasi dan lepaslah CO2.
Itulah sebabnya fotorespirasi dikatakan sebagai proses yang merugikan bagi tanaman. Hal ini menyangkut enzim-enzim pengikat CO2 dan hasil-hasil pengikatannya. Rate fotorespirasi dapat mendekati 50% dari rate bersih fotosintesis, dan hal inilah yang menyebabkan fotosintesis menjadi tidak efisien. Fotorespirasi merupakan problem bagi tanaman C3, yang mudah dipengaruhi adanya tekanan CO2 yang rendah, sebaliknya tanaman C4 lebih efisien. Inilah tujuan pertanian yang dikembangkan agar dapat mengembangkan tanaman-tanaman yang memiliki efisiensi fotosintesis yang tinggi.

Daftar Pustaka
Sheeler, P. and D.E. Bianchi. 1987. Cell and Molecular Biology. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Sumadi, dan Aditya Marianti. 2007. Biologi Sel. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Thorpe, N.O. 1984. Cell Biology. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Winatasasmita, D. 1986. Biologi Sel. Jakarta: Universitas Terbuka


Sabtu, 19 November 2011

STRUKTUR DAN PEMBENTUKAN DINDING SEL

Adanya dinding sel pada sel tumbuhan merupakan ciri penting yang membedakannya dengan sel hewan. Dinding sel ditemukan pada abad ke-17 sebelum ditemukan protoplas. Sejak itu, ada banyak penelitian dengan berbagai metode baik secara kimia, fisika, maupum morfologi. Penelitian ini didukung dengan kemajuan dalam bidang kimia organik, sinar X, penggunaan mikroskop cahaya, dan mikroskop pemolaran, bahkan akhir-akhir ini dengan mikroskop elektron.
Jaringan tepi dinding sel berisi bahan yang melindungi sel di bawahnya. Dinding sel berfungsi sebagai penyokong mekanis organ tumbuhan, khususnya pada dinding tebal. Dinding sel memengaruhi metabolisme penting jaringan tumbuhan, seperti penyerapan, transpirasi, translokasi, dan sekresi.
Bahan utama dinding sel adalah selulosa. Molekul ini merupakan rantai glukosa yang panjangnya mencapai 4 mm. di dalam dinding sel, selulosa bergabung dengan polisakarida yang lain yaitu hemiselulosa dan pectin (campuran poliuronida). Lignin suatu  polimer dari unit  fenilpropanoida dapat mengeraskan dinding sel. Lignin merupakan suatu senyawa yang kompleks dan homogeny. Senyawa lain, bahkan, organic dan anorganik, misalnya air, terdapat dalam dinding sel dalam jumlah yang beragam. Bahan organic seperti kutin, suberin, dan lilin adalah senyawa yang mengandung lemak yang sangat umum ditemukan pada permukaan jaringan pelindung tumbuhan. Kutin terdapat pada epidermis, sedangkan suberin pada jaringan pelindung sekunder, yaitu gabus. Lilin terdapat dalam paduan dengan kutin dan suberin, dan juga pada permukaan kutikula, yaitu lapisan kutin yang menutup dinding luar epidermis.
Berdasarkan perkembangan dan struktur jaringan tumbuhan, dapat dibedakan tiga lapisan dinding sel.
a. Lamella tengah atau lapisan antar sel. Lamella tengah terdapat diantara dua dinding primer dari dua sel yang merupakan senyawa yang tanpa bentuk (amorf). Lamella tengah terutama terdiri atas pectin. Enzim pektinase dengan reagen kimia yang dapat melarutkan pektin menyebabkan jaringan terurai (disintegrasi) menjadi sel individual. Prosedur ini disebut meserasi (maceration).
b. Dinding primer. Dinding primer adalah dinding sel pertama yang berkembang pada sel baru. Kebanyakan sel mempunyai dinding primer, sedangkan lamella tengah hanya merupakan senyawa antar sel yang tidak bersifat dinding. Dinding primer merupakan bagian
Dindig sel yang berkembang dalam sel selama sel masih mengadakan pertumbuhan.
c. Dinding sekunder. Dinding sekunder dibentuk di sebelah dalam dinding primer. Sebagian besar sel trakeida dan serabut mempunyai tiga lapisan dinding sekunder, yaitu lapisan luar, lapisan tengah, dan lapisan dalam. Di antara ketiga lapisan ini biasanya lapisan tengah paling tebal. Ada juga sel yang mempunyai dinding sekunder lebih dari tiga lapisan. Ada yang menggunakan istilah dinding tersier untuk lapisan dalam dinding sekunder. Menurut Frey Wyssling (1976), lapisan yang paling dalam (lamella tersier) mempunyai sifat yang berbeda dengan dinding sekunder yang ada. Lamella ini dapat berdiferensiasi menjadi dua lapisan yaitu lapisan membranogenoat dan lapisan yang penuh dengan bintil.

Beberapa peneliti menggunakan istilah berkas lamella tengah untuk lapisan dinding sel berlignin yang kompleks, yang tampak homogen dalam pemeriksaan menggunakan mikroskop cahaya tanpa pra-perlakuan. Berkas lamella tengah terdiri atas tiga lapisan, yaitu berdasarkan pada sifat dan penggabungan dinding primer, dan dinding sekunder dari kedua sel yang berdampingan.


A. PEMBENTUKAN DINDING SEL
Selama mitosis, pada telofase, fragmoplas meluas dan membentuk barisan atau deretan. Pada waktu yang sama, di daerah ekuator dibentuk cawan sel, yang dihasilkan oleh protoplas baru yang mulai membentuk fragmoplas di bagian dalam. Di daerah tempat dibentuknya cawan sel, mikrotubula fragmoplas tidak tampak. Semakin meluas cawan sel, mikrotubula fragmoplas semakin mendekati dinding sel yang membelah. Pada waktu cawan seel belum mencapai dinding sel yang membelah, inti sel muda akan mencapai tahap tertentu dalam pembentukan dinding inti dan anak inti. Apabila cawan sel sudah mencapai semua bagian dinding sel yang membelah, fragmoplas akan lenyap. Pada tahap ini kekentalan cawan sel meningkat dan secara bertahap cawan sel akan berubah bentuk menjadi senyawa antar sel atau lamela tengah.

Pada pengamatan menggunakan mikroskop elektron akan tampak bahwa pembentukan cawan sel dimulai dengan pemusatan dan penggabungan sejumlah besar kantong kecil turunan badan Golgi dan kemungkinan juga kantong kecil dari RE (retikulum endoplasma). Mikrotubula dan fragmoplas mengarahkan kantong kecil ini menuju daerah ekuator.

Di kedua sisi lamela tengah terdapat lamela tipis yang dihasilkan oleh protoplas sel anak. Pembentukan lamela ini merupakan tahap permulaan dalam perkembangan dinding baru sel anak. Dinding ini terdiri atas mikro-serabut yang mengandung selulosa dan matriks tidak mengandung selulosa. Matriks dinding terutama terdiri atas senyawa pektin dan hemiselulosa. Matriks dinding juga disekresi oleh kantong kecil Golgi, dan menurut beberapa peneliti, selain Golgi, RE juga berperan dalam produksi matriks.

Mikrotubula sitoplasma tepi biasanya berorientasi paralel dengan serbut selulosa dalam berhubungan dengan plasmalema. Menurut Preston (1974) butiran yang terdapat pada permukaan luar plasmalema terlibat dalam biosintesis dan orientasi mikro-serabut selulosa dalam dinding sel. Akhir-akhir ini dipelajari tentang pembentukan mikro-serabut selulosa selama regenerasi dinding sel dengan protoplas yang diisolasi.

Pada perhubungan dinding baru dengan dinding sel induk, lamela tengah lama dan baru terpisah oleh dinding primer sel induk. Pada dinding primer sel induk, pada tempat perhubungan dinding lama dan baru terdapat suatu rongga yang seperti segitiga pada penampang melintangnya. Rongga ini terus membesar sampai mencapai lamela tengah sel induk dan terjadilah hubungan antara  lamela tengah sel induk dengan lamela tengah baru. Apabila rongga ini terus tumbuh dan senyawa antar sel tidak mengisinya, akan terbentuk rongga antar sel.

Dinding sekunder berkembang pada permukaan dalam dinding prmer. Dinding sekunder juga terdiri atas mikro-serabut selulosa, yaitu suatu matriks yang terdiri atas polisakarida, termasuk hemiselulosa. Selain itu, terdapat juga lignin, suberin, kutin, lilin, tanin, garam anorganik, misalnya Ca karbonat, Ca oksalat, silika, dan senyawa lain.

Umumnya lignin pertama kali tampak sebagai senyawa antar sel dan dinding primer, kemudian menyebar ke arah sentripental ke dalam dinding sekunder. Di dalam serabut floem primer Phoradendron flavescens,  dinding primer tidak mengandung lignin, sedangkan dinding sekunder berlignin.

B. STRUKTUR HALUS DINDING SEL
Struktur halus dinding sel, terutama dinding sekunder, pada akhir abad ini sangat intensif dipelajari. Banyak penelitian dilakukan karena pentingnya serabut dalam industri. Penelitian dilakukan secara morfologis dan dengan pendekatan fisikokimia. Dengan memadukan hasil kedua bidang ini, diperoleh gambaran yang agak jelas mengenai struktur halus dinding sel.
1. Hasil Penelitian secara Morfologi
Apabila serabut trakeida diperiksa di bawah mikroskop cahaya tanpa perlakuan khusus, tampak lapisan pada penampang melintangnya, yang dengan perlakuan khusus dan perbesaran kuat dari mikroskop cahaya dapat dilihat lamela yang lebih halus. Lamela ini ada yang terpusat (konsentris), menjari, atau mempunyai susunan rumit. Dengan metode Bailey, dkk, dapat ditemukan bahwa dinding sel dibentuk dari suatu sistem benang mikroskopis yaitu serabut. Dinding sel terdiri atas dua sistem yang mengadakan interpenetrasi secara terus menerus, yaitu sistem serabut selulosa dan sistem rongga mikrokapiler. Rongga ini berisi lignin, kutin, suberin, hemiselulosa, dan bahan organik lain, bahkan kristal mineral. Bahan di antara serabut adalah matriks yang tidak mengandung selulosa. Pada elemen pembuluh dan sel sklerenkim, lapisan ini dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Dan ternyata lignin, pektin, hemiselulosa, maupun bahan organik lain yang terdapat dalam ruang interserabut berbeda, atau orientasi mikroserabut dalam berbagai lapisan dinding berbeda.

Tampaknya lapisan pada dinding sekunder sering kali terjadi karena perbedaan kepadatan serabut. Bagian yang jumlah serabut per unit areanya lebih banyak dan lebih tebal akan berwarna gelap. Daerah yang jumlah serabutnya tidak begitu banyak merupakan daerah terang, serabutnya longgar, dan ruang kapiler di antara serabut besar.

Dinding sebagian serabut berlignin. Dengan menggunakan mikroskop elektron tampak bahwa setiap serabut tersusun dari lamela yang terdiri atas dua bagian, yaitu selulosa dan lignin. Setiap lamela dihasilkan dalam waktu 24 jam. Bobak dan Necessany (1967) berkesimpulan bahwa kedua komponen utama dinding sekunder disimpan pada periode yang berbeda. Selulosa disimpan pada siang hari, sedangkan lignin setelah tengah malam. Lignin menembus bagian selulosa.

Dinding yang lapisan ligninnya tebal memungkinkan selulosanya terlarut dan tinggal ligninnya saja atau ligninnya yang larut dan tinggal selulosannya saja. Fenomena ini membuktikan bahwa pada lignin terdapat rongga interserabut, dan rongga kapiler ini bersinambungan.
Pembagian struktur halus dinding sel didasarkan pada penggunaan mikroskop elektron. Foto yang dibuat dengan mikroskop elektron dapat menunjukkan adanya mikroserabut halus yang tidak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya biasa.

Struktur morfologi selulosa dinding sel sekarang telah diketahui. Pada dinding sel terdapat lamela yang terdiri atas serabut. Dengan teknik tertentu, dimungkinkan untuk membedakan makroserabut dengan mikroskop cahaya. Bentuknya seperti jejaring tiga dimensi. Jejaring ini saling menjalin dengan jari-jari paralel dari ruang mikrokapiler yang berisi senyawa  non selulosa. Ketebalan makroserabut antara 0,4-0,5 mm, sedangkan mikroserabut antara 20-30 nm. Mikroserabut membungkus serabut elementer yang tebalnya antara 3-5 nm.


2. Hasil Penelitian Fisikokimia
Molekul selulosa berisi rantai panjang yang bersambungan dengan residu glukosa. Molekul rantai tersusun dalam suatu ikatan yang disebut misela. Hipotesis tentang adanya misela diusulkan oleh Nageli pada abad lalu. Menurutnya misela merupakan unit tunggal
Yang tersusun dalam suatu susunan permanen dalam matriks intermicellar, yang dengan menggunakan mikroskop pemolaran dapat dibuktikan adanya misela seperti kristal. Berdasarkan hasil berbagai penelitian, khususnya dengan sinar X, para peneliti menyimpulkan bahwa misela terdiri atas rantai paralel residu glukosa yang mempunyai sifat dan jarak yang tetap diantaranya. Pada penelitian lebih lanjut oleh ahli botani, kimia dan fisika, beberapa teori diusulkan untuk menerangkan organisasi molekul selulosa di dalam dinding sel. Frey Wyssling dan Muhlethaler (1965), setelah memperhatikan selulosa, menyimpulkan bahwa molekul selulosa adalah seperti rantai yang tersusun secara teratur dalam suatu bungkusan. Setiap bungkusan dibentuk dari serabut elemen yang berisi kira-kira 40 molekul selulosa. Panjangnya kira-kira 3,5 nm dan tebalnya 3 nm. Serabut elemen sebagian besar merupakan kristal, meskipun ada juga sedikit yang tersusun merupakan perakristalin. Jumlah residu glukosa dalam molekul sel serabut beragam antara 500-10.000 dan panjang molekulnya 0,25-5 mm. berdasarkan penelitian pada dinding sekunder akhir-akhir ini banyak perhatian ditujukan pada struktur dinding primer. Dinding primer merupakan struktur yang sama dengan dinding sekunder, yang terdiri atas mikroserabut selulosa dan matriks nonselulosa. Pada Phycomycetes, beberapa mikroserabutnya berisi kitin atau senyawa yang lain. Matriksnya berisi pektin dan hemiselulosa.

Belum ada keseragaman pendapat mengenai pertumbuhan dinding sel. Ada yang berpendapat bahwa pertumbuhan dilakukan dengan aposisi yaitu pertumbuhan dengan menambahkan lapisan baru ke arah sentripental. Ada teori baru yang mendasarkan pada penelitian dengan mikroskop elektron dan telah dikembangkan oleh Frey Wyssling dan Stecher (1951). Teori tersebut menerangkan bahwa dinding sel tumbuh dengan cara yang disebut pertumbuhan mozaik. Pada pertumbuhan mozaik, tekstur serabut dalam daerah dinding tertentu menjadi longgar karena adanya tekanan turgor. Yang kemudian diperbaiki dengan penimbunan mikroserabut baru dalam celah yang terjadi karena adanya desakan. Longgarnya jejaring serabut ini terjadi karena matriks dinding bersifat plastis. Pertumbuhan dinding ini melibatkan hormon pertumbuhan, protein, dan enzim yang terdapat dalam dinding sel.

 Konsep pertumbuhan yang lain adalah teori pertumbuhan multinet ( Houwink dan Roelofsen, 1954). Menurut teori ini penebalan dan peningkatan permukaan dinding primer terjadi melalui pemisahan mikroserabut yang melintang dan mengubah orientasinya. Perubahan orientasi yang dimaksud adalah pada awal pembentukan lamela yang hampir seluruhnya transversal menjadi hampir seluruhnya memanjang. Lamela baru lebih padat, bersilangan dan hampir seluruhnya berorientasi tegak. Mikroserabut ditambahkan secara sentripental. Pada sistem mikroserabut selulosa dapat diasumsikan bahwa menurut teori pertumbuhan multinet, serabut ditambahkan pada dinding sel yang tumbuh dengan cara aposisi. Menurut pertumbuhan mozaik, konsep instususepsi juga dapat terjadi. Matriks dinding yang terdiri atas hemiselulosa dan pektin terus-menerus disekresikan tidak hanya kedalam lamela yang berbatasan dengan sitoplasma, tetapi juga ke dalam lamela luar.

Banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui atau menemukan orientasi mikroserabut, misela, dan rantai selulosa pada berbagai lapisan dinding sel, terutama pada dinding sekunder, yang dengan menggunakan berbagai metode penelitian pada onjek yang sama diperoleh hasil yang sama.

Pada irisan melintang tipis trakeida yang diperiksa dengan mikroskop cahaya terpolarisasi, ketika dua pepolar disilangkan, lapisan tertentu dari dinding tampak terang dan bagian lain tampak gelap. Lapisan yang terang terputus menjadi empat tempat. Daerah paling terang dari suatu lapisan terletak pada sudut 45° terhadap sumbu penganalisis dan polarisator mikroskop. Sementara, daerah paling gelap pada lapisan yang sama kira-kira paralel dengan sumbunya.

Dinding Sel

Adanya dinding sel pada tumbuhan membedakan dengan sel hewan. Dinding sel tumbuh di sebelah luar protoplas, merupakan bagian sel yang bersifat mati. Berfungsi menentukan bentuk sel serta tekstur jaringan, sebagai pelindung dan penguat protoplas. Dinding sel pada sel yang masih muda adalah tipis, semakin dewasa sel tersebut, dinding selnya relatif makin bertambah tebal, sehingga terbentuknya dinding sel sangat erat hubungannya dengan perkembangan sel tersebut. Penebalan dinding masing-masing sel berbeda-beda sesuai dengan fungsinya sehingga terdapat perbedaan bentuk sel.
Berdasarkan perkembangan dan struktur jaringan tumbuhan, dinding sel mempunyai tiga bagian pokok, yaitu subtansi interseluler (lamela tengah), dinding primer, dinding sekunder. Sebagian besar sel memiliki lamela tengah dan dinding primer, sedangkan dinding sekunder hanya terdapat pada sel-sel tertentu.

1) Lamela Tengah
Lamela tengah terdapat di antara dinding primer dari dua sel yang berdekatan. Merupakan perekat yang mengikat sel secara bersama-sama untuk membentuk jaringan. Terutama terdiri atas persenyawaan pektin, campuran Ca dan Mg pektat. Enzim pektinase dan bahan-bahan kimia yang dapat melarutkan pektin menghancurkan jaringan menjadi sel-sel yang terpisah. Proses ini disebut meserasi. Pada jaringan yang berkayu, lamela tengah mengandung lignin.

2) Dinding Primer
Dinding primer adalah dinding sel asli yang pertama kali berkembang pada sel baru. Dinding sel primer tersusun dari ± 9-25% selulosa, sisanya adalah hemiselulosa, dan pektin. Molekul selulosa terdiri atas rantai-rantai panjang residu glukosa yang saling berhubungan. Molekul rantai ini tersusun dalam ikatan yang disebut misel. Molekul selulosa yang panjang dan tidak bercabang bergabung membentuk serat-serat silindris panjang yang disebut mikrofibril. Karena susunan molekul selulosanya searah, maka mikrofibril bersifat seperti kristal dan mempunyai daya tahan regang sekuat kawat baja pada kabel.
Dinding sel ini dapat mengalami pertumbuhan menebal yang diselingi atau kadang-kadang bersamaan dengan pertumbuhan permukaan dari dinding tersebut, sehingga setelah dinding tersebut menebal tampak adanya lapisan-lapisan pada sel tersebut. Sel-sel dewasa yang hanya mempunyai dinding primer dapat menjadi embrional kembali (menjadi semakin tipis). Dinding primer dapat beradaptasi terhadap pertumbuhan secara mengagumkan dengan cara:
1.      Meregangkan serat mikronnya ke arah membujur dan saling menggeser.
2.      Meningkatkan luas permukaannya hingga 20 kali lipat dan menambah bahan baru sehingga dinding tersebut tidak menjadi tipis.
3.      Pada saat tidak tumbuh tahan regangan.

3) Dinding Sekunder
Dinding sekunder dibentuk di sebelah dalam permukaan dinding primer. Dinding sekunder terutama terdiri atas selulosa atau campuran selulosa dengan hemiselulosa. Umumnya lebih tebal dari dinding primer. Kemungkinan dinding sekunder juga terdiri dari lignin atau zat lain. Berfungsi sebagai penguat, khas pada sel-sel yang mempunyai fungsi khusus dan mengalami perubahan yang irreversibel, misalnya sel xilem, yaitu trakea dan trakeid, sel jari-jari empulur, parenkim kayu dan sel-sel sklerenkim. Dinding sekunder biasanya ditandai oleh adanya lekukan atau bagian dinding yang kedalamannya bermacam-macam.
Bagian tertentu dari dinding sel memiliki sejumlah daerah penipisan yang disebut noktah. Noktah merupakan saluran pertukaran benda sel ke sel. Macam-macam noktah yaitu:
1.      Noktah sederhana (biasa), contohnya pada sel-sel parenkim dengan dinding menebal, serabut libriform, sklereid.
2.      Noktah berhalaman (terlindung), contohnya pada sel-sel serabut sklereid dan elemen trakeal.

Pada noktah berhalaman dinding sekunder melengkung, melingkupi ruang noktah, dan berakhir dengan lubang menghadap lumen disebut mulut noktah, sedangkan pada noktah sederhana tidak terdapat hal demikian. Jika kedua pasang noktah itu sederhana, maka disebut pasangan noktah sederhana, sedangkan jika kedua pasang noktah itu berhalaman terlindung disebut pasangan noktah halaman. Jika salah satu pasangannya merupakan noktah sederhana dan satunya noktah berhalaman, disebut pasangan noktah setengah halaman.
Jika noktah tidak mempunyai pasangan pelengkap pada sel terdekatnya atau bila berhadapan dengan ruang interseluler, disebut noktah buntu/buta. Jika dua atau lebih noktah berhadapan dengan satu noktah lebar, maka disebut noktah majemuk unilateral. Saluran noktah yang bercabang dinamakan noktah sederhana bercabang  (ramiformis). Pada beberapa tumbuhan, pasangan noktah terlindung mengalami penebalan di bagian tengah membran yang berbentuk cakram, disebut torus. Membran noktah di sekeliling torus disebut margo.

Tidak semua bagian dinding sel mengalami penebalan. Bagian tersebut terisi plasma yang disebut plasmodesmata:
a.       Merupakan benang-benang plasma yang menghubungkan protoplasma sel yang satu dengan sel tetangganya menjadi satu kesatuan yang berfungsi (simplas).
b.      Nampak seperti terowongan yang terjadi dari perluasan membran plasma.
c.       Bahan seperti glukosa dapat melewatinya ribuan kali lebih cepat daripada menembus membran dan dinding sel, sehingga dia berfungsi dalam transport bahan-bahan dan penerus rangsang.

Susunan Kimia Dinding Sel
Dinding sel tumbuhan umumnya disusun oleh:
1.      Zat organik; pektin, protopektin, selulosa, hemiselulosa, lignin, suberin, pentosan, kutin, sporolenin, dan lain-lain.
2.      Zat anorganik; kersik (SiO), contohnya pada dinding epidermis batang bambu dan tebu (keras dan tahan hama).

Pembentukan dan Pertumbuhan Dinding Sel
Pada saat pembelahan sel dimulai pembentukan dinding baru sel anakan. Selama fase telofase, benang-benang plasma (fragmoplas) meluas ke bagian tengah sel dan di bidang ekuatorial terbentuk juga sekat sel yang baru. Dengan demikian terjadilah pemisahan dua protoplas baru. Sekat berasal dari peleburan vesikel-vesikel hasil sekresi diktiosom yang ada di sekitar fragmoplas dan mungkin juga dari retikuum endoplasma. Peleburan vesikel-vesikel menjadi dinding sekat meninggalkan lubang kecil, yaitu saluran plasmodesmata. Suatu lamela tipis kemudian diletakkan pada kedua sisi sekat pemisah oleh protoplas sel anakan. Terjadilah tingkat awal perkembangan dinding baru sel anakan.
Peleburan vesikel pada sekat sel diikuti oleh penambahan bahan dinding pada kedua sisi sekat sel, sehingga menambah tebal. Bahan dinding primer yang baru juga ditimbun pada dinding yang lama, sehingga masing-masing sel anakan membentuk dinding primer yang lengkap. Perkembangan dinding sel dalam penebalannya dilakukan melalui 2 cara, yaitu dengan penempelan bahan dinding selapis demi selapis pada lamela tengah (aposisi) dan dengan penyisipan bahan baru di antara bahan yang lama (instususepsi). Berdasarkan arahnya, pertumbuhan dinding sel secara aposisi disebut sentripetal, sedangkan pertumbuhan dinding ke arah luar lumen sel disebut sentrifugal. Pertumbuhan sentripetal dijumpai pada khas sel-sel pembentuk jaringan. Sedangkan pertumbuhan sentrifugal dijumpai pada pembentukan dinding sel serbuk sari atau spora.


Sumber: Hasnunidah, Neni. 2009. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Bandar Lampung: Unila