BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKAN
Dewasa ini, narkoba sudah mulai merambak ke berbagai belahan dunia, khususnya Indonesia. Bahkan, dari kalangan pemuda atau remaja sendiri telah menjadi korban dari zat adiktif tersebut. Marak sekali terjadi kematian akibat over dosis dari penggunaan zat tersebut.
Karena di sini yang menjadi objek penderita adalah kaum remaja, maka bagi kita adalah rentan untuk mengalaminya. Karena dari sisi terdekat baik dari sahabat dan teman di sekeliling kita justru menjadi distributor dalam penyebaran narkotika tersebut. Hanya berawal dari mencoba dan dengan harga yang gratis, dapat memicu terjadinya kecenderungan untuk mencoba dan mencoba terus, jika si korban telah merasa kecanduan untuk mengkonsumsi obat-obatan tersebut secara terus menerus, maka si korban akan mencari biaya hanya untuk membeli obat tersebut, berapapun harganya dan apapun caranya. Dan ini juga dapat memicu terjadi kriminalitas. Oleh karena itu, kita sebagai remaja harus sigap dan siap untuk mencegah masuknya narkoba ke dalam lingkungan pergaulan di sekeliling kita.
Sejarah penemuan narkoba kurang lebih ditemukan tahun 2000 SM di Samaria dikenal sari bunga opion atau kemudian dikenal opium (candu = papavor somniferitum). Bunga ini tumbuh subur di daerah dataran tinggi di atas ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Penyebaran selanjutnya adalah ke arah India,Cina dan wilayah-wilayah Asia lainnya.
Cina kemudian menjadi tempat yang sangat subur dalam penyebaran candu ini (dimungkinkan karena iklim dan keadaan negeri). Memasuki abad ke XVII masalah candu ini bagi Cina telah menjadi masalah nasional; bahkan di abad XIX terjadi perangcandu dimana akhirnya Cina ditaklukan Inggris dengan harus merelakan Hong Kong.
Tahun 1806 seorang dokter dari Westphalia bernama Friedrich Wilhelim sertuner menemukan modifikasi candu yang dicampur amoniak yang kemudian dikenal sebagai Morphin (diambil dari nama dewa mimpi Yunani yang bernama Morphius).
Tahun 1856 waktu pecah perang saudara di A.S. Morphin ini sangat populer dipergunakan untuk penghilang rasa sakit luka-luka perang sebahagian tahanan-tahanan tersebut "ketagihan" disebut sebagai "penyakit tentara"
Tahun 1874 seorang ahli kimia bernama Alder Wright dari London, merebus cairan morphin dengan asam anhidrat (cairan asam yang ada pada sejenis jamur) Campuran ini membawa efek ketika diuji coba kepada anjing yaitu: anjing tersebut tiarap, ketakutan, mengantuk dan muntah-muntah. Namun tahun 1898 pabrik obat "Bayer" memproduksi obat tersebut dengannama Heroin, sebagai obat resmi penghilang sakit (pain killer).
Tahun 60-an - 70-an pusat penyebaran candu dunia berada pada daerah "Golden Triangle" yaitu Myanmar, Thailand & Laos. Dengan produksi: 700 ribu ton setiap tahun. Juga pada daerah "Golden Crescent" yaitu Pakistan, Iran dan Afganistan dari Golden Crescent menuju Afrika danAmerika.
Selain morphin & heroin ada lagi jenis lain yaitu kokain (ery throxylor coca) berasal dari tumbuhan coca yang tumbuh di Peru dan Bolavia. Biasanya digunakan untuk penyembuhan Asma dan TBC.
Di akhir tahun 70-an ketika tingkat tekanan hidup manusia semakin meningkat serta tekhnologi mendukung maka diberilah campuran-campuran khusus agar candu tersebut dapat juga dalam bentuk obat-obatan.
Harus diakui, peristiwa penyalahgunaan narkoba di kalangan renaja saat ini benar-benar telah menggelisahkan masyarakat dan keluarga-keluarga di Indonesia, tidak terkecuali di DIY. Betapa tidak, selain frekuensinya terus meningkat dari tahun ke tahun sebagaimana tercermin dari pemberitaan di media cetak maupun elektronik, kasus penyalahgunaan narkoba juga mengikuti fenomena gunung es di mana kasus yang tampak di permukaan barulah sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya terjadi. Sekarang ini, kasus penyalahgunaan narkoba telah merambah hampir di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Bahkan yang lebih menyedihkan, peredaran gelap narkoba sebagai salah satu faktor meningkatnya kasus penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja, juga makin merebak. Kini peredaran narkoba tidak hanya terjadi di wilayah atau kelompok tertentu, tetapi sudah merambah di sekolah-sekolah, tempat-tempat hiburan, bahkan di lingkungan masyarakat yang padat penduduknya, tidak peduli di perkotaan maupun pedesaan. Dalam catatan Badan Narkoba Nasional (BNN), saat ini DIY menduduki peringkat kedua, daerah yang memiliki kasus peredaran narkoba terbanyak di seluruh Indonesia.
Narkoba dengan segala wujudnya baik ganja, heroin, cocaine, candu, ektacy,
alkohol maupun obat-obatan terlarang lainnya adalah perusak generasi. Meskipun dalam dosis tertentu, beberapa di antaranya memiliki manfaat untuk kepentingan medis, namun selebihnya justru membahayakan kesehatan sang pengguna. Sehingga penyalahgunaan narkoba oleh remaja jelas akan memburamkan masa depan mereka sendiri. Hal ini terkait dengan dampak penyalahgunaan narkoba yang tidak saja menyebabkan gangguan otak dan merusak sistem pernafasan, tetapi juga memperlambat sistem kerja syaraf, merusak penglihatan, menimbulkan gangguan liver dan ginjal serta efek negatif lainnya. Dengan demikian, secara kejiwaan dan sosial, remaja yang menyalahgunakan narkoba, emosinya jelas tidak akan terkendali, cenderung berbohong, hubungan dengan teman, keluarga, dan lingkungan terganggu, cenderung menghindari orang lain karena merasa dikucilkan, menarik diri dari lingkungan dan cenderung melakukan tindak pidana:
kekerasan, pencurian, perkosaan, dll. Hal ini tidak boleh dibiarkan terjadi, karena remajaremaja kita adalah harapan bangsa kita di masa depan untuk membangun negeri ini menjadi lebih baik lagi. Sehingga sudah seharusnyalah kita berkewajiban membangun remaja yang bebas dari narkoba.
Membangun remaja yang bebas dari penyalahgunaan narkoba tentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Setidaknya ada tiga hal penting yang layak diperhatikan agar Pertama, dalam lingkungan keluarga, orangtua harus memberikan kasih sayang yang cukup terhadap para remajanya. Mereka tidak boleh cepat marah dan main pukul tatkala sang remaja melakukan kesalahan baik dalam tutur kata, sikap, maupun perbuatannya, tanpa diberi kesempatan untuk membela diri. sebaliknya,
orangtua harus bersikap demokratis terhadap anaknya. Anak harus diposisikan sebagai insan yang juga membutuhkan penghargaan dan perhatian. Tidak cukup hanya diperhatikan kebutuhan fisiknya, tetapi juga kebutuhan sosial psikologisnya. Sehingga komunikasi yang hangat antara orangtua dan anak-anaknya menjadi langkah utama yang jitu untuk menjalin hubungan yang harmonis agar sang remaja menjadi tenteram dan nyaman tinggal di rumah. Jadi mereka tidak membutuhkan pelampiasan atau pelarian di luar rumah tatkala menghadapi persoalan yang rumit.
Kedua, dalam lingkungan sekolah, pihak sekolah berkewajiban memberikan
informasi yang benar dan lengkap tentang narkoba sebagai bentuk antisipasi terhadap informasi serba sedikit namun salah tentang narkoba yang selama ini diterima dari pihak lain. Pihak sekolah juga perlu mengembangkan kegiatan yang berhubungan dengan penanggulangan narkoba dalam rangka mencegah dan mengatasi meluasnya penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar, seperti melakukan pembinaan dan pengawasan secara rutin terhadap siswa baik dengan melibatkan pihak lain (kepolisian, komite sekolah, orangtua), menggiatkan kegiatan ekstrakurikuler yang bermanfaat, serta mengembangkan suasana yang nyaman dan aman bagi remaja untuk belajar. Di samping itu pihak sekolah harus berupaya keras "mensterilkan" lingkungan sekolah dari peredaran dan penyalahgunaan narkoba, dengan tidak membolehkan sembarang orang memasuki lingkungan sekolah tanpa kepentingan yang jelas dan mencurigakan sekolah dari peredaran dan penyalahgunaan narkoba, dengan tidak memperbolehkan sembarangan orang memasuki lingkungan sekolah tanpa kepentingan yang jelas dan mencurigakan.
Ketiga, dalam lingkungan masyarakat, para tokoh agama, perangkat pemerintahan di semua tingkatan mulai dari Presiden, Gubernur, Bupati, Camat, Lurah, hingga RT dan RW perlu bersikap tegas dan konsisten terhadap upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba di lingkungannya masing-masing yang didukung penuh oleh phak keamanan dan kepolisian. Mereka perlu terus menerus memberi penyadaran pada seluruh warga masyarakat akan bahaya mengkonsumsi narkoba tanpa indikasi medik dan pengawasan ketat dari dokter dalam rangka penyembuhan. Khusus para tokoh masyarakat dan tokoh agama tidak boleh mengenal lelah dan bosan menanamkan norma-norma dan kebiasaan yang baik sebagai warga masyarakat, baik dalam hubungannya dengan sesama manusia maupun dengan Tuhannya
Selain ketiga hal tersebut, sangat layak untuk dipertimbangkan diadakannya berbagai upaya sosialisasi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba bagi kesehatan pada masyarakat luas terutama remaja dan sanksi bagi yang melakukannya sesuai UU No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, juga berbagai kegiatan lomba yang menunjang upaya pembebasan satu kawasan bersih dari narkoba, seperti sekolah bebas narkoba, kelompok sebaya bebas narkoba, tempat hiburan bebas narkoba, kampung bebas narkoba, dan sebagainya. Semuanya itu memang sudah selayaknya kita lakukan sejak sekarang. Sebab kalau tidak, mau kapan lagi?! Bahaya penyalahgunaan narkoba telah menjadi bahaya kita bersama, jadi kita semua harus peduli dan melakukan berbagai upaya untuk menjauhkan masyarakat dan remaja dari barang haram tersebut. Sudah waktunya kita mewujudkan impian untuk hidup indah, masa depan cerah tanpa narkoba bagi generasi penerus kita demi masa depan bangsa dan negara yang lebih maju dan sejahtera.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu:
- Mengetahui dan membedakan jenis-jenis narkotika
- Menganalisis dampak negatif penyalahgunaan narkoba
- Mengetahui penyebaran narkoba di Indonesia
- Mengetahui cara-cara pencegahan dan pengobatan pecandu narkoba
1.3 Metode penulisan
Adapun metode penulisan makalah ini adalah dengan studi pustaka
BAB II
PERMASALAHAN
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15–24 tahun.
Narkoba sering disalahgunakan oleh para generasi muda indonesia. Apakah jenis-jenis narkoba dan dampaknya bagi masyarakat Indonesia terutama generasi muda (kalangan remaja)?
BAB III
ISI
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain “narkoba”, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini, baik “narkoba” atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioparasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang telah diluar batas dosis. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya.
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya tersebut pada intinya adalah juga merupakan masalah yang menjadi perhatian khususnya dari para sarjana kedokteran dan lebih khusus lagi para sarjana Kedokteran Jiwa. (Psikiatri).
Pengertian obat adalah suatu zat yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh manusia yakni apabila dimasukkan ke dalam tubuh manusia dan menurut petunjuk dokter. Pemakaian obat-obatan untuk diri sendiri tanpa indikasi dan tidak bertujuan medis disebut sebagai Penyalahgunaan Zat (drug abuse). Tindakan atau kasus tersebut merupakan perbuatan yang merugikan diri sendiri (karena dapat menimbulkan ketergantungan zat, keracunan akut atau kematian dan merugikan orang lain (karena si penyalahguna mampu mengganggu ketertiban dan mempengaruhi orang lain agar mau seperti dirinya).
Pada umumnya obat atau zat yang disalahgunakan adalah zat yang termasuk golongan obat psikoaktif (psychoactive drugs), yaitu obat yang dapat memberikan perubahan-perubahan pada fungsi mental (pikiran dan perasaan, kesadaran, persepsi tingkah laku) dan fungsi motorik. Zat ini mempunyai potensi untuk menimbulkan ketergantungan, baik fisik maupun secara psikis atau kedua-duanya.
Selain zat mempunyai efek tertentu terhadap tubuh manusia dan salah satu efek yang terdapat pada golongan psikoaktif dan Narkotika adalah kemampuannya untuk menimbulkan ketergantungan, sehingga zat ini disebut zat yang dapat menimbulkan ketergantungan (dependence producing drugs) yaitu antara lain:
- Alkohol misalnya minuman keras.
- Narkotika misalnya, morfin, heroin, dan Pethidine.
- Kanabis misalnya Marjuana atau ganja.
Penekan susunan syaraf pusat misalnya Mandrax, Rohypnol, Magadon, Nitrazepan, Sedatin (pil BK/pil anjing). Perangsang susunan syaraf pusat misalnya Amfetamin, (yang pada akhir-akhir ini, dengan dicampur dengan zat lain disebut sebagai Pil Ecstasy dan sebagainya).
Dari uraian di atas jelaslah bahwa tindakan penyalahgunaan zat mempunyai kaitan yang erat dengan masalah ketergantungan zat (drug dependence). Yang dimaksud dengan ketergantungan zat adalah suatu kondisi yang memaksa seseorang menggunakan zat tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan mental atau menghindari diri dari penderitaan fisik dan mental (gejala ketagihan). Pada keadaan ini seseorang tidak dapat menghentikan pemakaian zat tersebut dan ia dapat mengalami ketergantungan pada satu macam zat saja atau lebih.
Penyembuhan atau pengobatan ketergantungan zat merupakan suatu hal yang sulit, oleh karena itu maka tindakan pencegahan merupakan upaya yang sangat penting. Penyalahgunaan zat (NAPZA) di Indonesia merupakan masalah yang mulai timbul sejak + 26 tahun yang lalu. Masalah ini makin besar dan meluas sehingga pada akhirnya dinyatakan sebagai masalah nasional yang dalam penanggulangannya perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Pada tahun 1971 terbentuk Badan yang disebut BAKOLAK INPRES 6/1971.
Berdasarkan penelitan dan pengamatan berbagai pihak didapatkan kesan bahwa mereka yang menyalahgunakan zat kebanyakan tergolong dalam usia muda. Mereka merupakan kelompok yang mempunyai resiko tinggi (high risk). Masa remaja merupakan suatu masa yang peka terhadap segala macam bentuk gangguan. Para remaja membutuhkan bentuan dan perhatian orang tua dan guru atau pembimbingnya dalam melewati masa ini dengan tenang dan wajar. Bantuan dan perhatian ini dapat diberikan kalau kita mamahami porblems mereka dan mengetahui berbagai faktor yang mungkin dapat menimbulkan porblem, khususnya yang menyangkut masalah penyalahgunaan zat; yakni antara lain ilmu kesehatan jiwa.
Efek-efek narkoba yaitu antara lain:
Halusinogen, efek dari narkoba bisa mengakibatkan bila dikonsumsi dalam sekian dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang menjadi berhalusinasi dengan melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada / tidak nyata contohnya kokain & LTD
Stimulan , efek dari narkoba yang bisa mengakibatkan kerja organ tubuh seperti jantung dan otak bekerja lebih cepat dari kerja biasanya sehingga mengakibatkan seseorang lebih bertenaga untuk sementara waktu , dan cenderung membuat seorang pengguna lebih senang dan gembira untuk sementara waktu.
Depresan, efek dari narkoba yang bisa menekan sistem syaraf pusat dan mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Contohnya putaw.
Adiktif , Seseorang yang sudah mengkonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat pasif , karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak,contohnya ganja , heroin , Putaw. Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya kematian.
Sebagai peralihan dari masa anak menuju ke masa dewasa, masa remaja merupakan masa yang penuh dengan kesulitan dan gejola, baik bagi remaja sendiri maupun bagi orang tuanya. Seringkali karena ketidaktahuan dari orang tua mengenai keadaan masa remaja tersebut ternyata mampu menimbulkan bentrokan dan kesalahpahaman antara remaja dengan orang tua yakni dalam keluarga atau ramaja dengan lingkungannya.
Hal tersebut di atas tentunya tidak membantu si remaja untuk melewati masa ini dengan wajar, sehingga berakibat terjadinya berbagai macam gangguan tingkah laku seperti penyalahgunaan zat, atau kenakalan remaja atau gangguan mental lainnya. Orang tua seringkali dibuat bingung atau tidak berdaya dalam menghadapi perkembangan anak remajanya dan ini menambah parahnya gangguan yang diderita oleh anak remajanya.
Untuk menghindari hal tersebut dan mampu menentukan sikap yang wajar dalam menghadapi anak remaja, kita sekalian diharapkan memahami perkembangan remajanya beserta ciri-ciri khas yang terdapat pada masa perkembangan tersebut. Dengan ini diharapkan bahwa kita (yang telah dewasa) agar memahami atas perubahan-perubahan yang terjadi pada diri anak dan remaja pada saat ia mamasuki masa remajanya.
Begitu pula dengan memahami dan membina anak/remaja agar menjadi individu yang sehat dalam segi kejiwaan serta mencegah bentuk kenakalan remaja perlu memahami proses tumbuh kembangnya dari anak sampai dewasa.
Motivasi dalam penyalahgunaan zat dan narkotika ternyata menyangkut motivasi yang berhubungan dengan keadaan individu (motivasi individual) yang mengenai aspek fisik, emosional, mental-intelektual dan interpersonal. Di samping adanya motivasi individu yang menimbulkan suatu tindakan penyalahgunaan zat, masih ada faktor lain yang mempunyai hubungan erat dengan kondisi penyalahgunaan zat yaitu faktor sosiokultural seperti di bawah ini; dan ini merupakan suasana hati menekan yang mendalam dalam diri remaja; antara lain:
1. Perpecahan unit keluarga misalnya perceraian, keluarga yang berpindah-pindah, orang tua yang tidak ada/jarang di rumah dan sebagainya.
2. Pengaruh media massa misalnya iklan mengenai obat-obatan dan zat.
3. Perubahan teknologi yang cepat. Kaburnya nilai-nilai dan sistem agama serta mencairnya standar moral; (hal ini berarti perlu pembinaan Budi Pekerti - Akhlaq)
4. Meningkatnya waktu menganggur. Ketidakseimbangan keadaan ekonomi misalnya kemiskinan, perbedaan ekonomi etno-rasial, kemewahan yang membosankan dan sebagainya.
5. Menjadi manusia untuk orang lain.
Adanya faktor-faktor sosial kultural seperti yang dikemukakan di atas akan mempengaruhi kehidupan manusia dan dapat menimbulkan motivasi tertentu untuk mamakai zat. Pengaruh ini akan terasa lebih jelas pada golongan usia remaja, karena ditinjau dari sudut perkembangan, remaja merupakan individu yang sangat peka terhadap berbagai pengaruh, baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya atau lingkungan.
Narkoba dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu :
- Narkotika Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).
- Narkotika Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin).
- Narkotika Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein). Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I
Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut.
- Psikotropika golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)
- Psikotropika golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan . ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin)
- Psikotropika golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).
- Psikotropika golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam, bromazepam, Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG).
Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :
- Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
- Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil koplo dan lain-lain
- Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.
Ganja(Cannabis sativa syn. Cannabis indica) adalah tumbuhan budidaya penghasil serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab). Ganja menjadi simbol budaya hippies yang pernah populer di Amerika Serikat. Hal ini biasanya dilambangkan dengan daun ganja yang berbentuk khas. Selain itu ganja dan opium juga didengungkan sebagai simbol perlawanan terhadap arus globalisme yang dipaksakan negara kapitalis terhadap negara berkembang. Di India, sebagian Sadhu yang menyembah dewa Shiva menggunakan produk derivatif ganja untuk melakukan ritual penyembahan dengan cara menghisap. Hashish melalui pipa Chilam/Chillum, dan dengan meminum Bhang.
Kontroversi Di beberapa negara tumbuhan ini tergolong narkotika, walau tidak terbukti bahwa pemakainya menjadi kecanduan, berbeda dengan obat-obatan terlarang yang berdasarkan bahan kimiawi dan merusak sel-sel otak, yang sudah sangat jelas bahayanya bagi umat manusia. Diantara pengguna ganja, beragam efek yang dihasilkan, terutama euphoria (rasa gembira) yang berlebihan, serta hilangnya konsentrasi untuk berpikir diantara para pengguna tertentu.
Efek negatif secara umum adalah bila sudah menghisap maka pengguna akan menjadi malas dan otak akan lamban dalam berpikir. Namun, hal ini masih menjadi kontroversi, karena tidak sepenuhnya disepakati oleh beberapa kelompok tertentu yang mendukung medical marijuana dan marijuana pada umumnya. Selain diklaim sebagai pereda rasa sakit, dan pengobatan untuk penyakit tertentu (termasuk kanker), banyak juga pihak yang menyatakan adanya lonjakan kreatifitas dalam berfikir serta dalam berkarya (terutama pada para seniman dan musisi.
Berdasarkan penelitian terakhir, hal ini (lonjakan kreatifitas), juga di pengaruhi oleh jenis ganja yang digunakan. Salah satu jenis ganja yang dianggap membantu kreatifitas adalah hasil silangan modern “Cannabis indica” yang berasal dari India dengan “Cannabis sativa” dari Barat, dimana jenis Marijuana silangan inilah yang merupakan tipe yang tumbuh di Indonesia.
Efek yang dihasilkan juga beragam terhadap setiap individu, dimana dalam golongan tertentu ada yang merasakan efek yang membuat mereka menjadi malas, sementara ada kelompok yang menjadi aktif, terutama dalam berfikir kreatif (bukan aktif secara fisik seperti efek yang dihasilkan Methamphetamin). Marijuana, hingga detik ini, tidak pernah terbukti sebagai penyebab kematian maupun kecanduan. Bahkan, di masa lalu dianggap sebagai tanaman luar biasa, dimana hampir semua unsur yang ada padanya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Hal ini sangat bertolak belakang dan berbeda dengan efek yang dihasilkan oleh obat-obatan terlarang dan alkohol, yang menyebabkan penggunanya menjadi kecanduan hingga tersiksa secara fisik, dan bahkan berbuat kekerasan maupun penipuan (aksi kriminal) untuk mendapatkan obat-obatan kimia buatan manusia itu.
Tumbuhan ganja telah dikenal manusia sejak lama dan digunakan sebagai bahan pembuat kantung karena serat yang dihasilkannya kuat. Biji ganja juga digunakan sebagai sumber minyak. Namun demikian, karena ganja juga dikenal sebagai sumber narkotika dan kegunaan ini lebih bernilai ekonomi, orang lebih banyak menanam untuk hal ini dan di banyak tempat disalahgunakan. Di sejumlah negara penanaman ganja sepenuhnya dilarang. Di beberapa negara lain, penanaman ganja diperbolehkan untuk kepentingan pemanfaatan seratnya. Syaratnya adalah arietas yang ditanam harus mengandung bahan narkotika yang sangat rendah atau tidak ada sama sekali. Sebelum ada larangan ketat terhadap penanaman ganja, di Aceh daun ganja menjadi komponen sayur dan umum disajikan. Bagi penggunanya, daun ganja kering dibakar dan dihisap seperti rokok, dan bisa juga dihisap dengan alat khusus bertabung yang disebut bong.
Budidaya tanaman ini ditemukan hampir disetiap negara tropis. Bahkan beberapa negara beriklim dingin pun sudah mulai membudidayakannya dalam rumah kaca. Morfin adalah alkaloid analgesik yang sangat kuat dan merupakan agen aktif utama yang ditemukan pada opium. Morfin bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan sakit. Efek samping morfin antara lain adalah penurunan kesadaran, euforia, rasa kantuk, lesu, dan penglihatan kabur. Morfin juga mengurangi rasa lapar, merangsang batuk, dan meyebabkan konstipasi. Morfin menimbulkan ketergantungan tinggi dibandingkan zat-zat lainnya. Pasien morfin juga dilaporkan menderita insomnia dan mimpi buruk.
Heroin atau diamorfin (INN) adalah sejenis opioid alkaloid. Heroin adalah derivatif 3.6-diasetil dari morfin (karena itulah namanya adalah diasetilmorfin) dan disintesiskan darinya melalui asetilasi. Bentuk kristal putihnya umumnya adalah garam hidroklorida, diamorfin hidroklorida. Heroin dapat menyebabkan kecanduan. Heroin merupakan salah satu jenis obat terlarang yang paling populer dalam tradisi drug di Amerika, walaupun sebenarnya heroin bukanlah barang baru diakhir tahun 60-an. Efek negatif yang terkandung didalamnya juga sudah sudah bukan hal yang asing lagi saat ini. Heroin adalah bagian dari opium/candu, dan seperti halnya candu, ada beberapa ketergantungan yang timbul secara fisik dan mental saat dikonsumsi
Pada pertengahan tahun 1800, candu menjadi primadona, saat itu rumah candu banyak bertebaran di pelosok Amerika yang lebih tenatr dengan sebutan 'Wild West. Pada masa imigran Cina datang ke Amerika sebagai pekerja pembangunan rel kereta api, keberadaan candu mulai membooming.
Dalam sejarah Amerika menulis bahwa tokoh mereka Wild Bill Hickock dan Kit Carson lebih sering mengunjungi rumah madat dari pada bar. Selama ini para cowboy lebih banyak menghabiskan waktu di bar setelah melakukan perjalanan panjang selalu menjadi stereotip yang kita miliki tentang Amerika di masa lalu. Padahal dalam kenyataannya para cowboy jarang menghabiskan waktu di bar namun mereka lebih memilih duduk dengan posisi kepala tertelungkup ke depan menghirup candu ditemani pelacur oriental dalam sebuah ruangan temaram. Pada masa itu para cowboy menghabiskan hari dan malam-malam mereka di rumah madat dalam keadaan fly berat, yang membuat mereka ketagihan dan menjadi pecandu.
Namun masalah ketergantungan alkohol tetap menjadi momok utama pada masa itu, karena alkohol merupakan sumber utama penyebab kekerasan dan kematian dikalangan cowboy. Keberadaan candu sendiri lebih dikenal sebagai alat penyembuh ketergantungan alkohol di akhir tahun 1800-an, bukan menjadi madat murni.
Candu yang dikenal dengan ibu-nya morfin mulai dikembangkan sebagai obat penghilang rasa sakit sekitar tahun 1810. Pada masa itu morfin dikategorikan sebagai obat ajaib karena kemampuannya mengurangi rasa sakit pasca operasi atau hanya sebagi penyembuh luka.
Saat dikonsumis obat yang mengandung morfin ini menyebabkan penggunanya berada dalam kondisi mati rasa, diliputi perasaan senang seperti tengah berada di alam mimpi. Karena efek yang ditimbulkan akhirnya pada tahun 1811 Dr. F.W.A. Serturner, seorang ahli obat dari Jerman, menyebut obat ini dengan nama Morpheus, yang berasal dari dewa mimpi Yunani.
Pertengahan tahun 1850, morfin beredar luas di seluruh Amerika Serikat dan makin populer digunakan di dunia kedokteran. Dalam pengobatan medis, morfin dimanfaatkan sebagai obat penghilang rasa sakit oleh para dokter-dokter pada masa itu, sayang penggunaan dosis dan terlalu seringnya menyembuhkan rasa sakit dengan morfin semakin memicu ketergantungan terhadap obat tersebut, dan membuat ketergantungan tak terdeteksi sampai masa Perang Saudara berakhir.
Puncak kecanduan makin meningkat selama perang saudara, jumlah pasien (terutama prajurit korban perang) dirawat dengan menggunakan morfin, sekitar sepuluh ribu tentara Amerika Utara dan Konfederasi berubah menjadi pecandu morfin.
Morfin menjadi wabah epidemik di Amerika, 10 tahun sejak pertama kali masuk Amerika, meskipun tak ada catatan statistik pasti tentang angka ketergantungan, masalah ini telah berkembang dan memerlukan perhatian serius dari dunia kedokteran.
Pada 1874, orang mengira telah menemukan jawaban mengatasi masalah ini lewat obat baru yang ditemukan di Jerman, yang disebut Heroin. Tak butuh waktu lama, heroin pun diimpor masuk ke Amerika Serikat.
Titik penjualan tertinggi tercapai dari pasar yang terdiri dari para dokter dan pasien yang sebelumnya merupakan pecandu morfin kemudian beralih menjadi pecandu heroin karena mereka merasa heroin lebih aman dan tak menyebabkan kecanduan. Dari sinilah awal lahirnya pecandu heroin Amerika sampai saat ini.
Mulai akhir 1800-an sampai awal 1900-an, pabrik obat terkemuka mulai memproduksi perangkat untuk menggunakan heroin yang mudah dijumpai ditemui di toko-toko obat yang terdiri dari jarum suntik hipodermik dari kaca lengkap dengan sebuah botol kecil berisi opiat (morfin/ heroin) dan atau kokain yang dikemas rapi dalam sebuah kotak timah berukir indah.
Laudanum (opium/candu berbahan dasar alkohol) merupakan nama obat yang sangat populer karena kasiatnya dalam mengobati berbagai jenis penyakit. Laudanum mudah sekali diperoleh baik oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Pabrik-pabrik obat berusaha memasarkan produk obat mereka melalui kampanye iklan yang sangat memuji narkotik sebagai obat mujarab, penyembuh berbagai jenis gangguan fisik dan mental mulai dari ketergantungan alkohol sampai penyembuhan kanker, depresi, kelambanan, batuk, pilek, tuberkulosis dan penyakit karena usia senja.
Kebanyakan obat mujarab tersebut dipromosikan para penjual obat licik (snake oil salesmen) yang kerap memasukkan unsur narkotika dalam kandungan obatnya.
Heroin, morfin, dan jenis turunan opiat lainnya dijual bebas dan legal sampai tahun 1920, tepatnya ketika Kongres menemukan bahaya dari obat-obatan ini dan menetapkan Undang-Undang Obat Terlarang (Dangerous Drug Act).
Hukum baru ini membuat penjualan obat berbahaya tak lagi diijinkan dijual di toko-toko obat seperti sebelumnya selain melarang penyebaran obat-obatan jenis tersebut oleh pihak federal. Sayang upaya hukum larangan sudah terlambat, pasar heroin di Amerika Serikat telah tercipta, terlihat dari tahun 1925 yang diperkirakan terdapat sekitar 200 ribu pecandu di Amerika yang terus bertahan sampai hari ini. (stopaddiction).
Jenis-jenis narkoba yang ada di pasaran cukup banyak dan beragam. Setiap jenis narkoba memiliki efek-efek candu yang beragam. Adapun jenis-jenis narkoba antara lain:
1. PUTAUW
Mungkin Kamu belum tahu tentang berbagai jenis Narkoba yang ada , karena nama yang dipakai di masyarakat adalah nama Gaulnya ,jadi jauh berbeda dengan nama aslinya atau nama resminya. Putaw atau nama lainnya adalah Pe-te ,zat ini ada lah turunan ke lima - ke enam dari He roin yang dibuat dari bungan yang na
manya Opium. Ada dua jenis yaitu jenis Banana dan jenis Snow White yang berbentuk seperti Bedak.
Ciri-ciri pengguna putaw adalah antara lain pada tahap awal biasanya pengguna akan terlihat tidak berse mangat ,mata sayu ,pucat ,tidak dapat berkonsentrasi ,hidung sering terasa gatal , mual dan selalu terlihat mengantuk. Kurus karena nafsu makan berkurang ,emosi sangat labil , sehingga sering marah dan sering pusing atau sakit kepala.
Sakauw adalah terhentinya suplai Putauw sehingga akan menimbul kan gejala mual-mual , mata dan hidung berair ,tulang dan sendi-sendi terasa ngilu , badan berkeringat tidak wajar dan pemakai terlihat menggigil seperti kedinginan.
Macam-macam putauw antara lain Putauw
Banana, snow white, bubuk putih ini adalah jenis heroin yang paling rendah, mudah didapat dan banyak dipakai remaja. Harganya relatif murah Paket Hemat : Rp. 25.000,. Karena banyak remaja yang terperangkap sebagai pecandu hanya karena diajak teman-temannya untuk menghisap dengan hidung ramai-ramai. Padahal sesudah memakai cara dihisap terus menerus, hidung berdarah, hidung ingusan terus menerus, pilek terus menerus, sehingga akhirnya remaja/pemakai berganti dengan cara suntik. Cara ini sangat berbahaya, karena bisa terjadi keracunan waktu darah dikeluarkan dan dikocok-kocok pada jarum suntik dicampur putauw, bisa emboli, kemasukan udara dan menyumbat jantung dan jantung tersumbat dan berhenti berdetak, sehingga banyak sekali pecandu suntik putauw ditemukan mati dengan suntikan masih menempel ditangannya. Putauw ini juga jahat sekali karena kebutuhan tubuh 2 kali kelipatan, misalnya mula-mula pakai 1 titik, lama-lama 2 titik, 4, 16, dst sampai mencapai jumlah yang sangat tinggi dan biasanya pecandu mati karena overdosis. Karena bentuknya bubuk putih, sehingga banyak sekali yang dipalsukan, kadang-kadang dicampur urea, bedak, tepung, obat yang ditumbuk dll. Sehingga banyak sekali penderita Putauw yang keracunan dan mati, badan menggelepar-gelepar, kejang-kejang dan mulut mengeluarkan busa busa.
Sakauw Putau yaitu dengan ciri gelisah, keringat dingin, menggigil, tulang-tulang rasanya mau patah, ngilu semua, mual-mual, mata berair, hidung berair, perut sakit, tulang-tulang serasa ngilu, keringat keluar tak wajar. Bila udara dingin sedikit dia akan merasa sangat kedinginan, keluar air mata, pupil mata membesar , keluar ingus, kelebihan keringat, diare, merinding, menguap terus- menerus, tekanan darah naik, jantung berdebar, demam, panas dingin, tidak bisa tidur (insomnia), otot dan tulang nyeri, sakit kepala, persendian ngilu, gelisah, marah-marah, dan gampang terpancing untuk berkelahi
Setelah memakai Putauw yaitu melamun, berkhayal,malas melakukan apa-apa, halusinasi, merasa ada orang yang mau menyerangnya, membunuhnya dll. Mata sayu, muka pucat, tidak ada konsentrasi, hidung gatal, mual-mual(bagi pemula), mengantuk, bicara tidak jelas, pendiam, over dosis kalau memakai terlalu banyak.
Akibat : Organ-organ tubuh rusak, terutama levernya mengeras, ginjal juga rusak, bisa se-waktu-waktu mati karena keracunan dan overdosis. Nafsu makan kurang, susah untuk berpikir, susah untuk konsentrasi, menjadi pemarah, hepatitis … penyuntik Pupil mata mengecil atau melebar akibat kekurangan oksigen (anoksia), gembira tidak ketulungan (euforia), sedih banget (disforia), cuek (apatis), Badanlemas, malas bergerak, ngantuk, berbicara cadel, tidak konsentrasi, tidak perhatian, lemot (lemah otak) alias daya ingat lemah, tidak bisa membedakan realitas dengan khayalan Impotensi pada laki-laki, gangguan haid pada wanita, gangguan perut, nafsu makan berkurang (kurus), Hepatitis / radang hati,HIV/AIDS (pemakai suntikan dengan jarum tak steril)
Intisari : Putauw adalah derivat dari Heroin alias heroisch diambil dari bahasa Jerman (hero). Tahun 70-an heroin menyerbu generasi muda dalam bentuk morfin. Heroin dihasilkan dari getah buah candu. Sekarang, generasi muda kembali diserbu godaan heroin, yang dalam pergaulan dikenal sebagai putauw. Bedanya putauw dihasilkan dari kristalisasi bahan-bahan kimia sintetis, bukan dari getah buah candu. Efeknya lebih dahsyat dan harganya lebih murah. Hal ini juga merupakan godaan berat yang nggak jarang mendorong remaja untuk coba-coba. Nggak ada pemakai yang bisa menghentikan sakauw kecuali dengan mengkonsumsi putau lebih banyak lagi. Begitu terus-menerus hingga pemakai tak punya pilihan lain dan tubuhnya tak mampu menerima lagi. Ketergantungan putauw jelas mimpi buruk. Seseorang bisa melakukan hal-hal nekat jika sakau menyerang. Dengan putauw kamu bisa gembira seketika. Tapi seiring waktu, tubuh terus mentuntut dosis yang lebih banyak. Apa risikonya? Kematian yang mengenaskan menugggu di depan mata. Kandungan aktif heroin : 20 persen, Heroin Hydrichloride: 20 persen, Monoacetyl Morphine: 35 persen, The baine: 15 persen, Papaverine: 10 persen, Noscapine: 5 persen
2. SHABU - SHABU
Ini adalah nama gaul dari Methamphetamine ,berbentuk kristal seperti gula pasir atau seperti VETSIN (bumbu penyedap makanan). Ada beberapa jenis antara lain : Chystal ,Coconut ,Gold River.
Ciri pengguna shabu - shabu yaitu antara lain setelah menggunakannya ,pemakai akan terlihat bersemangat , tapi juga cenderung Paranoid (suka curiga) ,terkesan tidak bisa diam, tidak bisa tidur karena cenderung untuk terus beraktivitas ,tetapi tetap akan sulit berfikir dengan baik.
Macam-macam shbu-shabu yaitu antara lain: Shabu-shabu :
Ubas, ss mecin. Gold river, coconut, crystal. Shabu-shabu ini yang sangat mudah didapat dan sangat mudah cara mengkonsumsinya; kelihatannya shabu-shabu ini memang sengaja disiapkan oleh Kekuatan asing dan Mafia internasional untuk merusak generasi penerus bangsa, bubuk shabu-shabu yang berbentuk kristal ini sangat mudah didapat dan sangat mudah juga dipakainya, dan pemakainya tidak pernah sakauw atau merasa kesakitan kalau lagi nagih, tetapi bubuk kristal ini sangat jahat karena langsung merusak otak terutama otak yang mengendalikan pernafasan, suatu saat pecandu akan mengeluh sakit asma(sesak nafas) dan lama-lama kalau tetap memakai shabu-shabu akan meninggal begitu saja karena kehabisan nafas, karena syaraf otak yang mengendalikan pernafasan sudah tidak berfungsi, dan tidak ada lagi instruksi untuk bernafas. Setiap hari ada berapa remaja yang meninggal hanya karena keluhan sesak nafas(asma). Cara memakai Kristal ini dibakar lalu dihisap dengan alat khusus yang disebut Bong tetapi anak-anak pandai sekali bisa membuat dengan botol apa saja. Dihisap dengan mediator air. Tetapi yang pecancu tidak tahu, didalam tubuh kristal ini mengkristal kembali, sehingga paru2nya bisa berubah menjadi batu mengeras sehingga umumnya keluhan pemakai shabu-shabu adalah sesak nafas. Harga Shabu-bhabu 1 gram - Rp. 200.000,- Jenis Blue Sky yang mahal 1 gram. Rp. 500.000,- 1 gram. bisa untuk 8 orang. Biasanya dipakai 2 kali per minggu. Kristal ini paling banyak digemari karena tidak ada sakauwnya, kalau lagi nagih hanya gelisah, tidak bisa berpikir dan bekerja.
Sakauw Shabu-shabu yaitu dengan ciri-ciri pecandu gelisah, tidak bisa berpikir, tidak bisa bekerja. Tidak bisa tenang, cepat capai, mudah marah, tidak bisa beraktivitas dengan baik, tidak ada semangat, depresi berat, rasa lelah berlebihan, gangguan tidur, mimpi bertambah
Habis pakai shabu-shabu mata bendul ada garis hitam, Badan terasa panas terbakar, sehingga minum terus menerus, dan ke-mana-mana selalu membawa botol aqua. Kuat tidak makan dan tidak tidur sampai ber-hari-hari, berbicara terus tapi suaranya jelas. Bersemangat, gariah seks meningkat, paranoid, tidak dapat diam/tenang, selalu ingin menambah terus, tidak bisa makan, tidak bisa tidur
Pernah dicoba betapa ganasnya kristal ini, ambil daging mentah dan taruh kristal ini diatasnya dan kristal ini bisa menembus masuk kedalam daging ini, bayangkan kristal seperti ini dimasukkan kedalam tubuh.
Akibat : Merusak organ-organ tubuh terutama otak, dan saraf yang mengatur pernafasan. Banyak yang mati karena sesak napas, dan tiba-tiba berhenti bernapas karena saraf yang mengendalikan pernapasan sudah rusak dan tidak ada lagi instruksi untuk bernapas, sehingga nafasnya putus/berhenti, dan mati. Paranoid, otak susah dipakai berpikir dan konsentrasi, tidak mau makan. Rasa gembira / euforia, rasa harga diri meningkat, banyak bicara, kewaspadaan meningkat, denyut jantung cepat, pupil mata melebar, tekanan darah meningkat, berkeringat/rasa dingin, mual/muntah, (Dalam waktu 1 jam setelah pemakai gelisah), delirium/kesadaran berubah (pemakai baru, lama, dosis tinggi), perasaan dikejar-kejar, perasaan dibicarakan orang, Agresif dan sifat bermusuhan, Rasa gelisah, tidak bisa diam, (Dalam waktu 24 jam). Gangguan irama detak jantung, perdarahan otak, hiperpireksia atau syok pada pembuluh darah jantung yang berakibat meninggal
Intisari : Tahun 1990-an, Indonesia diserbu obat-obatan berbahan dasar amphetamine seperti ekstasi dan shabu. Dalam dunia kedokteran, amphetamine dipakai sebagai obat perangsang. Salah satunya ntuk mengatasi depresi ringan. Oleh umum, ekstasi yang berbahan dasar MDMA (Methylenedioxymethamphetamine) dan shabu dipakai untuk memperoleh rasa gembira dan tidak mengenal lelah. Dan untuk mempertahankan kondisi ini, pemakai akan menambah dosis hingga tanpa disadari sudah melampau batas. Bahayanya, nggak ada yang bisa memastikan apa sisa kandungan obat-obatan tersebut selain amphetamine. Begitu pula risiko atau efek samping apa yang bakal menghadang. Ekstasi dan shabu merangsang sistem saraf pusat (otak) hingga pemakainya tampak tak kehabisan enerji. Jika sedang "on" memang akan terasa enak tapi sesudahnya badan akan terasa letih, depresi berat, lesu, dan yang paling parah ingin mencelakakan diri sendiri dan bunuh diri. Gejala fisik lainnya, pupil akan melebar, tekananan darah meninggi, berkeringat tapi merasa kedinginan, mual atau muntah, dan kesadaran menurun. Sementara ada anggapan shabu bisa mengehntikan kecanduan taerhadap putauw (heroin). Tapi sejauh ini kebenarannya sangat diragukan. Kandungan aktif: 100 persen.
3. ECSTASY
Yang satu ini adalah zat Psikotropika ,jenis yang populer beredar dimasyarakat adalah : Alladin , Apel , Electric , Butterfly dengan nama Gaul yang bermacam - macam. Ciri pengguna ecstasy yaitu adalah setelah memakai pengguna akan menjadi energik tapi mata sayu dan pucat, berkeringat dan tidak bisa diam ,dan susah tidur. Efek Negatif yang dapat timbul adalah kerusakan saraf otak dehidrasi (kurang cairan) ,gangguan lever ,tulang dan gigi keropos , kerusakan saraf mata dan tidak nafsu makan.
Macam-macam ecstasy yaitu antara lain: Inex, Ecstasy, Blackheart :
Kancing, I, inex.Alladin, electric, gober, butterfly, dll. Cara pakai: Berbentuk pil/kapsul. Dikunyah, dikulum, ditelan dengan air mineral. Harganya sangat mahal sehingga hanya dipakai kelas menengah keatas, executive dll.
Habis pakai: rasanya gembira terus, maunya tertawa, hal2 yg tidak lucu saja membuat tertawa, energetik.Energik, mata sayu, muka pucat, berkeringat banyak, tidak bisa diam/over acting,tidak bisa tidur
Sakauw : rasanya gelisah dan tidak bergairah dan tidak energetik sehingga ingin mengkonsumsi lagi.
4. CANNABIS
Cannabis atau yang dikenal juga dengan nama Tetrahidrocanahidrol ,adalah jenis tanaman yang dikeringkan dengan efek dapat membuat pemakainya menjadi TELER atau FLY.
5. HEROIN
Heroin & Opium : sangat mahal, harganya jutaan, jarang dipakai remaja. Sakauw, Habis pakai dan akibatnya sama dengan Putauw. Sakauw : Depresi berat, Rasa lelah berlebihan, Banyak tidur, Mimpi bertambah, Gugup, Ansietas/rasa gelisah, Perasaan curiga.Denyut jantung cepat, Gelisah, Euforia atau rasa gembira berlebihan, Rasa harga diri meningkat, Banyak bicara, Kewaspadaan meningkat, kejang-kejang, Pupil mata melebar, Tekanan darah meningkat, Berkeringat atau rasa dingin, Mual / muntah, Mudah berkelahi dan cepat tersinggung, Gangguan kejiwaan, subarachnoid/otak, Thromboemboli/penyumbatan pembuluh darah, Nystagmus, horisontal/mata bergerak tak terkendali, Distonia (kekakuan) otot leher.Aritmia jantung/gangguan irama jantung, Luka sampai sekat rongga hidung, Hilang nafsu makan, Anemia, berat badan turun
Intisari : Heroin alias heroisch diambil dari bahasa Jerman (hero). Tahun 70-an heroin menyerbu generasi muda dalam bentuk morfin. Heroin dihasilkan dari getah buah candu. Sekarang, generasi muda kembali diserbu godaan heroin, yang dalam pergaulan dikenal sebagai putauw. Bedanya putauw dihasilkan dari kristalisasi bahan-bahan kimia sintetis, bukan dari getah buah candu. Efeknya lebih dahsyat dan harganya lebih murah. Hal ini juga merupakan godaan berat yang nggak jarang mendorong remaja untuk coba-coba. Tidak ada pemakai yang bisa menghentikan sakauw kecuali dengan mengkonsumsi putau lebih banyak lagi. Begitu terus-menerus hingga pemakai tak punya pilihan lain dan tubuhnya tak mampu menerima lagi. Ketergantungan putauw jelas mimpi buruk. Seseorang bisa melakukan hal-hal nekat jika sakau menyerang. Dengan putauw kamu bisa gembira seketika. Tapi seiring waktu, tubuh terus mentuntut dosis yang lebih banyak. Apa risikonya? Kematian yang mengenaskan menugggu di depan mata. Kandungan aktif heroin : 20 persen, Heroin Hydrichloride: 20 persen, Monoacetyl Morphine: 35 persen, The baine: 15 persen, Papaverine: 10 persen, Noscapine: 5 persen
Ciri pengguna cannabis yaitu antara lain: Biasanya setelah menggunakan mata akan terlihat sembah atau kantung mata terlihat bengkak ,merah dan berair , ter lihat sering bengong ,pendengaran seperti berkurang , sulit berpikir ,perasaan gembira dan selalu tertawa ,tapi juga dapat cepat menjadi marah dan tidak bergairah.
Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua, ormas,pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu meraja rela. Upaya pemberantas narkoba pun sudah sering dilakukan namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Hingga saat ini upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba pada anak-anak yaitu dari pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan mendidik anaknya untuk selalu menjauhi Narkoba.
Narkoba dan sejenisnya saat ini adalah hantu yang paling menakutkan di negeri ini, yang notabene penggunanya kaum muda/mudi, membuat para orang tua dan kaum pendidik di negeri ini semakin gusar. Tak kecuali para orang tua di Lingkungan Perumahan Villa Tegal Besar (VTB) Jember. Selama 2 hari (23-24/6) di perumahan tersebut diadakan pembinaan mental yang mengupas tuntas akan bahayanya penggunaan NARKOBA. Diklat yang bertema Upgrading dan Motivation ini diikuti 80 peserta yang berlangsung di Lapangan sepak bola dengan memasang tenda-tenda dan disemarakkan oleh produk Speedy dan Flexi.
Masa liburan sekolah saat ini digunakan sebaik-baiknya oleh anak-anak muda yang tergabung dalam organisasi Karang Taruna Perumahan Villa Tegal Besar – Kelurahan Tegal Besar, Kecamatan Kaliwates Jember. Sebanyak 80 anak yang masih berpredikat pelajar SMP kalas 1 sampai SLTA kelas 3, selama 2 hari rela tidur di atas tikar lapangan sepak bola di dalam tenda kelompoknya masing-masing. Suasana bertambah semarak dengan hadirnya umbul-umbul Speedy dan spanduk Flexi yang menjadi beyground tema acara tersebut. • Penyalahgunaan narkoba tidak hanya melemahkan sistem kekebalan tubuh seseorang, tetapi hal itu juga kerap dikaitkan dengan berbagai perilaku berbahaya seperti pemakaian jarum suntik secara bergantian, dan perilaku seks bebas. Kombinasi dari keduanya akan sangat berpotensi meningkatkan resiko tertular penyakit HIV/AIDS, hepatitis, dan beragam penyakit infeksi lainnya. Perilaku berbahaya tersebut biasanya berlaku bagi penggunaan narkoba berjenis heroin, kokain, steroid, dan methamphetamin.
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
• Para peneliti telah menemukan semacam korelasi antara penyalahgunaan narkoba (dalam berbagai frekuensi penggunaan) dengan kerusakan fungsi jantung, mulai dari detak jantung yang abnormal sampai dengan serangan jantung. Penyuntikan zat-zat psikotropika juga dapat menyebabkan kolapsnya saluran vena, serta resiko masuknya bakteri lewat pembuluh darah dan klep jantung. Beberapa jenis narkoba yang dapat merusak kinerja sistem jantung antara lain kokain, heroin, inhalan, ketamin, LSD, mariyuana, MDMA, methamphetamin, nikotin, PCP, dan steroid.
Penyakit Gangguan Pernapasan
• Penyalahgunaan narkoba juga dapat menyebabkan beragam permasalahan sistem pernapasan. Merokok, misalnya, sudah terbukti merupakan penyebab penyakit bronkhitis, emphysema, dan kanker paru-paru. Begitu pula dengan menghisap mariyuana yang bisa membawa dampak lebih parah lagi. Penggunaan sejumlah zat psikotropika juga dapat mengakibatkan lambatnya pernapasan, menghalangi udara segar memasuki paru-paru yang lebih buruk dari gejala asma.
Penyakit Nyeri Lambung
• Dari efek merugikan yang ditimbulkannya, beberapa kasus penyalahgunaan narkoba juga diketahui dapat menyebabkan mual dan muntah beberapa saat setelah dikonsumsi. Penggunaan kokain juga dapat mengakibatkan nyeri pada lambung.
Penyakit Kelumpuhan Otot
• Penggunaan steroid pada masa kecil dan masa remaja, menghasilkan hormon seksual melebihi tingkat sewajarnya, dan mengakibatkan pertumbuhan tulang terhenti lebih cepat dibanding saat normal. Sehingga tinggi badan tidak maksimal, bahkan cenderung pendek. Beberapa jenis narkoba juga dapat mengakibatkan kejang otot yang hebat, bahkan bisa berlanjut pada kelumpuhan otot.
Penyakit Gagal Ginjal
• Beberapa jenis narkoba juga dapat memicu kerusakan ginjal, bahkan menyebabkan gagal ginjal, baik secara langsung maupun tak langsung akibat kenaikan temperatur tubuh pada tingkat membahayakan sampai pada terhentinya kinerja otot tubuh.
Penyakit Neurologis
• Semua perilaku penyalahgunaan narkoba mendorong otak untuk memproduksi efek euforis. Bagaimanapun, beberapa jenis psikotropika juga memberikan dampak yang sangat negatif pada otak seperti stroke, dan kerusakan otak secara meluas yang dapat melumpuhkan segala aspek kehidupan pecandunya. Penggunaan narkoba juga dapat mengakibatkan perubahan fungsi otak, sehingga menimbulkan permasalahan ingatan, permasalahan konsentrasi, serta ketidakmampuan dalam pengambilan keputusan.
Penyakit Kelainan Mental
• Penyalahgunaan narkoba yang sudah sampai pada level kronis dapat mengakibatkan perubahan jangka panjang dalam sel-sel otak, yang mendorong terjadinya paranoia, depresi, agresi, dan halusinasi.
Penyakit Kelainan Hormon
• Penyalahgunaan narkoba dapat mengganggu produksi hormon di dalam tubuh secara normal, yang mengakibatkan kerusakan yang dapat dipulihkan sekaligus yang tidak dapat dipulihkan kembali. Semua perusakan ini meliputi kemandulan dan penyusutan testikel pada pria, sebagaimana juga efek maskulinisasi yang terjadi pada wanita.
Penyakit Kanker
• Merokok nikotin adalah penyebab kanker yang paling mungkin dicegah di Amerika Serikat. Aktifitas merokok nikotin ini biasa dihubungkan dengan penyakit kanker mulut, leher, lambung, dan paru-paru. Merokok mariyuana juga bisa mengakibatkan masuknya bakteri karsinogen ke dalam paru-paru, hingga merubah fungsi paru-paru di tahap pra-kanker.
Penyakit Gangguan Kehamilan
• Efek keseluruhan akibat ketergantungan narkoba terhadap kesehatan janin yang dikandung memang tidak diketahui. Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan kelahiran prematur, keguguran, penurunan berat bayi, serta berbagai permasalahan perilaku maupun kognitif pada bayi di kemudian hari.
Permasalahan Kesehatan Lainnya
• Sebagai tambahan dari berbagai penjelasan tentang penyakit yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkoba di atas, perlu diketahui pula bahwa semua jenis narkoba tersebut memiliki potensi merubah fungsi tubuh secara keseluruhan. Termasuk diantaranya perubahan selera makan dan peningkatan suhu tubuh secara dramatis yang bisa melumpuhkan kesehatan dalam waktu singkat. Tidak cukup sampai disitu, zat psikotropika berpotensi menimbulkan kelelahan yang berkepanjangan, mengombang-ambingkan perasaan, kepenatan mendalam, perubahan selera makan, nyeri pada otot dan tulang, hilang ingatan, diare, keringat dingin, dan muntah-muntah.
Salah satu diskusi tematik pada Sidang Komisi Narkoba Sesi Ke-53 di Wina (8-12 Maret 2010) adalah perihal meningkatkan kesadaran mengenai aspek-aspek yang berbeda berkaitan dengan problem narkoba dunia. Mencegah tentu lebih baik daripada mengobati. Oleh karena itu haruslah dicari cara cara yang efektif untuk meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat. Mulai dari kesadaran betapa berbahayanya penyalahgunaan narkoba, termasuk ganja, dengan memberi perhatian khusus kepada perempuan, orang muda, dan anak-anak, sampai ke bahaya normalisasi narkoba. Yaitu, bahaya diterimanya narkoba sebagai bagian dari gaya hidup masa kini.
Peranan untuk meningkatkan kesadaran itu antara lain seyogianya dipikul oleh media massa. Namun kenyataan di negeri ini media massa lebih tertarik kepada fakta keras. Liputan media lebih memberi tempat untuk keberhasilan polisi menangkap pengedar, membongkar pabrik ekstasi, menggagalkan masuknya narkoba di bandara, dan yang sejenisnya. Semua itu perlu dan penting untuk menekan sisi supply. Akan tetapi perang terhadap penyalahgunaan narkoba tidak akan berhasil bila kebijakan di sisi supply tidak disertai dengan kebijakan yang berimbang di sisi demand. Ketergantungan pada narkoba adalah penyakit. Namun, media di sini kiranya belum menaruh perhatian yang berkesinambungan untuk turut serta berperan dalam kancah pencegahan primer. Kesimpulan yang spekulatif itu menemukan pembenarannya bila dibandingkan dengan besar dan luasnya perhatian media terhadap diabetes, stroke, dan penyakit jantung. Menurut Dr Gilberto Gerra, Ketua Departemen Health and Human Development UNODC, jumlah iklan dan artikel tentang narkoba, dalam hubungannya dengan kesehatan maupun keluarga, tidak lebih dari 2%-3% dari apa yang di-cover media untuk masalah kesehatan yang lain. Sementara itu, kerugian langsung atau tidak langsung yang ditimbulkan dari noncommunicable disease (termasuk narkoba di samping rokok dan alkohol) mencapai sekitar 70% dari seluruh beban kesehatan publik di dunia.
Sejauh ini, upaya yang paling efektif untuk menumbuhkan kesadaran dini perihal bahaya penyalahgunaan narkoba adalah dengan melakukan gerakan yang menyentuh langsung target audience. Inilah gerakan yang misalnya dilakukan YCAB bekerja sama dengan Media Indonesia di bawah payung program ‘Gue Mau Hidup’, yang bergerak langsung ke sekolah-sekolah. Menyasar remaja sebagai kelompok paling rentan terhadap narkoba, melatih dan memberdayakan mereka untuk menjadi change agent bagi lingkungannya. Program itu mulai dilaksanakan di Bogor (2007), dilanjutkan di Bandung (2008), kemudian di Jakarta (2009), dan kini di Bekasi (2010). Total telah dilaksanakan di 45 sekolah dengan rata-rata satu sekolah diikuti 400 murid. Jadi, program ‘Gue Mau Hidup’ telah menjangkau 18 ribu orang. Program itu juga menghasilkan 35 duta antinarkoba, yang memenangi kompetisi karena kemampuan mereka mengomunikasikan bahaya penyalahgunaan narkoba untuk teman sebaya mereka.
Setelah dibekali pelatihan khusus yang sesuai dengan minat dan kemampuan masing-masing, duta kemudian ditugaskan menjadi peer educator atau peer counselor. Inilah inti dari program pemberdayaan ini. Program pencegahan oleh mereka dan untuk mereka ini terbukti membuat riak yang dahsyat. Dalam pengalaman YCAB, satu duta dapat menjangkau ratusan bahkan ribuan teman sebayanya dalam kurun enam bulan sejak diberi tugas penjangkauan.
Hasilnya ialah menurunnya kecenderungan anak-anak muda untuk mencoba-coba memakai narkoba. Sebagai gambaran, menurut hasil riset YCAB, pada 2003 prevalensi kecenderungan mencoba-coba di Jakarta itu 3,54%, yang kemudian naik menjadi 5,30% pada 2006, dan menurun jauh menjadi 1,69% pada 2009. Yang menarik ialah hasil riset BNN pun menunjukkan kecenderungan yang sama terjadi di Indonesia. Pada 2003, prevalensi mencoba-coba setahun terakhir 3,90%, naik menjadi 5,3% pada 2006, dan turun menjadi 4,70% pada 2009. Data 2009 ini didapat dari studi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia untuk BNN.
Penelitian YCAB (2000, 2001, dan 2006) menunjukkan hampir semua pecandu narkoba memulai ‘kariernya’ dengan mencobacoba. Oleh karena itu menurunnya kecenderungan mencoba-coba itu merupakan good news, dan kiranya dapat diklaim sebagai keberhasilan upaya pencegahan primer. Upaya itu mestinya akan semakin bagus hasilnya bila program tersebut juga menjadikan orang tua sebagai target audience. Ini penting karena penelitian menyimpulkan bahwa jika anak jatuh ke dalam narkoba, kontribusi kesalahan orang tua itu kira-kira 50% (NIDA, 2002). Data 2004 yang diperoleh lewat studi faktor risiko YCAB menunjukkan orang tua adalah orang yang terakhir tahu jika anaknya terlibat narkoba!
Selama ini sangat kuat paradigma bahwa pecandu narkoba merupakan kriminal. Bukan pasien. Oleh karena itu, berdasarkan paradigma ini, salah satu ukuran keberhasilan polisi di negeri ini adalah dengan menangkap pecandu narkoba. Semakin banyak menangkap dan menjebloskan ke penjara, semakin sukseslah polisi. Tapi itu kesuksesan seakan-akan, seakanakan sukses. Kenyataannya penjara bukanlah lembaga untuk mengubah pecandu narkoba Kini dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika paradigma itu berubah. Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika tidak lagi dipandang sebagai kriminal, dipandang dan diperlakukan sebagai pasien yang wajib mmenjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (Pasal 54). Undang-undang itu bahkan mewajibkan orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur melaporkan kepadam pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan /atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (Pasal 55 ayat 1).
Semua itu wajib dilakukan, demikian perintah undang-undang, dengan ancaman pidana. Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, yang sengaja tidak melaporkan, dipidana dengan kurungan penjara paling lama enam bulan. Terbukalah kemungkinan ekses negatif. Orang tua atau wali itu bisa menjadi santapan empuk oknum kepolisian yang mencari uang dengan memeras keluarga korban. Sebaliknya, melaporkan kepada pusat rehabilitasi, tidak berarti masalah selesai. Mampukah negara mengobati jutaan pecandu narkotika? Menerapkan hukuman pidana itu tanpa menyediakan fasilitas rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang cukup sesuai dengan jumlah pasien, berarti negara mau menang sendiri.
Mengukur penyembuhan Ketergantungan pada narkoba adalah penyakit yang dapat disembuhkan. Demikianlah salah satu postulat yang masuk akal. Akan tetapi penyembuhan itu hasilnya sangat bergantung pada kecanggihan fasilitas rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang tersedia di suatu negara. Yang dirusak oleh narkoba adalah otak manusia. Riset YCAB menunjukkan bahwa lebih dari 90% yang dinyatakan telah pulih, ternyata kemudian kambuh kembali. Sangat gampang menghitung tingkat kegagalan maupun keberhasilannya.
Di lain pihak, mengukur keberhasilan program pencegahan primer lebih sulit jika dibandingkan dengan mengukur beberapa pecandu narkoba yang sembuh dari sebuah program rehabilitasi. Akan tetapi, untuk menyelamatkan 227 juta rakyat yang belum terkena narkoba, negara justru harus lebih banyak memberikan energinya untuk melaksanakan program yang sulit diukur itu.
Mengukur keberhasilan program pencegahan primer narkoba itu tidak mudah. Yang dimaksud pencegahan primer di sini adalah mencegah anak yang belum pernah bersentuhan dengan narkoba supaya jangan pernah mencoba. Mengukur berapa banyak anak yang ‘tidak jadi’ bereksperimen dengan narkoba setelah mengikuti sebuah sesi tentang narkoba lebih sulit daripada mengukur berapa pecandu narkoba yang sembuh dari sebuah program terapi/rehabilitasi dan berapa lama mereka bertahan tidak relapse. Itu disebabkan indikator program terapi/rehabilitasi lebih mudah dicerna. Selama pecandu selesai menjalankan program rehabilitasi dan tidak kambuh lagi, itu berarti program terapinya berhasil.
Pada program pencegahan, indikator yang dipakai cenderung lebih rumit dan memakan waktu yang lebih panjang. Misalnya untuk melihat keberhasilan program pencegahan di kalangan remaja, kita perlu melihat tren penggunaan narkoba dalam periode waktu tertentu. Tapi itu tidak cukup. Di samping itu, kita pula perlu mengukur sikap remaja terhadap narkoba yang kemudian dibandingkan dengan skala ketahanan sosial dan pilihan perilaku remaja terhadap narkoba.
Dalam riset, sering didapati remaja Indonesia pada umumnya sudah memiliki
pengetahuan yang cukup tentang bahaya narkoba dan memiliki sikap negatif terhadap narkoba. Namun ketika ditanya lebih jauh seberapa yakin mereka untuk menolak narkoba jika ditawari temannya, sayangnya mayoritas dari mereka mengatakan tidak tahu dan tidak yakin. Ini yang menjadi masalah. Pengetahuan yang sudah baik memang dapat memengaruhi sikap, tetapi tidak kuat korelasinya dalam memprediksi perilaku atau pilihan-pilihan yang diambil.
Di sinilah peran dari pelatihan berbasis life skills atau keterampilan hidup. Keterampilan seperti berkomunikasi, meningkatkan percaya diri, membuat keputusan, pengendalian emosi, dan mengelola konflik menjadi sangat penting dalam program pencegahan narkoba. Menurut para ahli seperti Faggiano et al dan Cochrane (2005), seperti yang dikutip di berbagi publikasi PBB, life skills menjadi kunci sukses program pencegahan primer selain pentingnya pelatihan yang meningkatkan ketahanan sosial remaja dan pendidikan normatif lainnya. Kualitas hubungan remaja dengan orang tua dan guru memengaruhi keberhasilan pemberian life skills kepada remaja.
Keluarga masih menjadi tempat pertama dan paling utama untuk menggembleng anak agar memiliki ketahanan sosial tinggi dan tahan banting (resilient) terhadap tekanan sosial dan pubertas. Bertolak belakang dengan apa yang sering diasumsikan awam, program pencegahan primer yang berbasis pada taktik menakut-nakuti remaja tidak efektif sama sekali. Selain itu, program yang hanya bersandar pada testimoni bekas pecandu cenderung memberikan pengaruh negatif. Berbagai studi menemukan pendekatan testimoni malah terdengar promotif di telinga remaja daripada mengempiskan
rasa penasaran mereka untuk mencobacoba narkoba.
Begitu pula kurikulum pencegahan yang hanya berbasis pada pengajaran moral atau yang bertopang pada penyebaran informasi tentang bahaya narkoba. Kita pun tahu jika program hanya diadakan satu kali tanpa ada sesi-sesi pendukung lainnya akan sia-sia. Program pencegahan berupa grup konseling sambil berkarya wisata (mengunjungi panti rehabilitasi misalnya) dan memberikan pelayanan kepada masyarakat termasuk program yang dianggap tidak berhasil dalam pencegahan narkoba.
Dalam buku panduan program terapi rehabilitasi yang efektif yang dikeluarkan PBB (2009), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih program terapi medis dan rehabilitasi. Namun sebelum memilih, kita perlu memahami dahulu apa yang ada di pasar. Ada terapi medis yang mengarah kepada abstinensi, pemutusan hubungan dengan narkoba. Ada yang mengarah pada maintenance, seperti program substitusi yang menggunakan agonis opiat (metadon atau buphenrophrine). Program substitusi merupakan masalah satu program harm reduction yang memahami keterbatasan sebagian pecandu yang tidak bisa lepas dari narkoba. Melalui terapi substitusi, pecandu diharapkan bisa tetap produktif dalam masyarakat selama ia menyubstitusi narkoba dengan zat adiktif lain di bawah pengawasan medis. Itu ide dasarnya. Bagaimana sulitnya mempertahankan protokol terapi dan beragamnya tantangan yang terjadi di lapangan itu cerita lain. Intinya ada yang bertujuan menyembuhkan kecanduan (abstinensi) dan ada yang bertujuan memfasilitasi kecanduan (substitusi). Untuk program substitusi, ada yang bertujuan mengentaskan penggunaan narkoba, ada pula yang tidak.
Dalam tulisan Gerra (2010), digarisbawahi beberapa prinsip terapi rehabilitasi. Terapi yang baik adalah terapi yang berasaskan kemanusiaan dan berdasarkan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Terapi harus jauh dari unsur SARA, kekerasan, dan perlakuan tidak etis terhadap diri pecandu. Terapi harus jelas dipisahkan dan bukan merupakan bagian dari sanksi-sanksi hukum. Terapi yang berdasarkan terapi psikoanalisis saja atau konseling saja tidak efektif jika tidak dipadu dengan pendekatan lain seperti pendekatan medis, spiritual, dan psikologis. Proses kesembuhan akan efektif terjadi dalam konteks komunitas yang sepaham dan saling menguatkan.
Mengenai metode TC (therapeutic ommunity), 12 langkah, atau metode yang lain, tingkat kesuksesannya sangat bervariasi. Intinya tidak ada satu jenis terapi yang unggul di antara yang lain karena semua ini harus disesuaikan dengan kebutuhan, karakter, dan kemampuan individu pecandu. Pada akhirnya, semua program terapi rehabilitasi harus mengarah kepada persiapan pecandu untuk direintegrasi ke dalam masyarakat. Pendidikan yang memberikan mereka kesempatan untuk meningkatkan keterampilan hidup harus ada. Ini sedemikian penting karena jika tanpa rehabilitasi sosial, rehabilitasi medis saja akan tidak berguna. Namun, setelah itu semua dilakukan, tantangan terbesar masih menanti pecandu. Walaupun pecandu ‘siap tempur’, stigma dan inklusi sosial kerap menghantui mereka. Cap ‘sekali pecandu tetap pecandu’ sering menghalangi penerimaan pencandu oleh masyarakat. Jika kita mau jujur, biasanya ada keraguan dalam benak kita ketika kita berhadapan dengan mantan pecandu yang, misalnya, melamar pekerjaan di kantor kita. Belum lagi masuk ke wilayah apakah dia juga HIV positif, dia sebagai mantan pecandu saja sudah cukup membuat kita berpikir panjang. Bagaimana menghilangkan stigma itu adalah pekerjaan rumah kita sebagi bangsa. Tanpa adanya kesempatan bagi mantan pecandu untuk memiliki penghidupan yang berkesinambungan, mereka bisa dipastikan akan kembali jatuh ke dalam dunia narkoba.
Berbagai program rehabilitasi napza menjadi salah satu langkah yang serius dalam penanganan penyalahgunaan napza. Adanya program rehabilitasi di Indonesia sesuai dengan pasal 37 ayat 1 UU No.5/1997 tentang Psikotropika yang menyebutkan bahwa pengguna psikotropika yang menderita sindrom ketergantungan berkewajiban ikut serta dalam pengobatan atau perawatan, serta pasal 45 UU No. 22/1997 tentang Narkotika, yang menyebutkan bahwa pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan dan/atau perawatan. Lapas yang bertugas membina warga binaan juga berfungsi sebagai lembaga terapi dan rehabilitasi bagi penyalahguna napza, sehingga melalui program ini diharapkan mereka dapat kembali berperan aktif di masyarakat dalam keadaan sudah lepas dari ketergantungan (adiksi). Lapas diharapkan dapat menjadi pusat penanggulangan terpadu bagi penyalahgunaan napza, dimana lapas sebagai One Stop Centre yang menyelenggarakan terapi medis dan rehabilitasi sosial dalam satu atap. Sejak diresmikan tanggal 30 Oktober 2003, Lapas klas IIA Narkotika menerapkan sistem One Stop Centre (OSC) untuk pembinaan penyalahguna Napza khususnya para adiksi. Maksud dari OSC ini adalah menyediakan pelayanan terapi medis dan rehabilitasi sosial dalam satu atap. Sedangkan tujuan dari OSC ini adalah membantu proses pemulihan warga binaan dari ketergantungannya terhadap napza. Dengan kegiatan ini diharapkan warga binaan bisa mendapatkan pembinaan yang sesuai dengan kebutuhannya selama menjalani masa hukumannya. Sehingga ketika mereka kembali ke masyarakat bisa mudah berintergrasi dan berperan aktif. Membina para pecandu di dalam Lapas adalah hal yang tidak mudah. Hal ini dikarenakan tidak ada kata ’sembuh’ dalam penyakit adiksi (ketergantungan). Pecandu
sering mengalami relapse (kambuh) meskipun pernah berhenti menggunakan napza. Kata yang tepat untuk menunjukkan seseorang telah lepas dari ketergantungan adalah ”pulih” atau ”recovery”.
Berdasarkan data penghuni Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta menunjukkan jumlah kasus pemakai (user) tiga tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan (lihat grafik). Dan 30 % dari jumlah tersebut adalah pemakai aktif jarum suntik (IDU) dengan jumlah yang juga semakin meningkat tiap tahunnya. Dampak dari hal ini adalah meningkatnya juga jumlah kasus pecandu yang terinfeksi HIV/AIDS selama 3 tahun terakhir.
Sebagai Lapas percontohan yang memiliki wadah One Stop Centre, Lapas Narkotika Jakarta membuat suatu program pemulihan yang dirancang dengan memadukan berbagai metode terapi rehabilitasi yang telah banyak dipakai di panti-panti rehabilitasi Napza yang ada di Indonesia. Dengan menyesuaikan dengan kondisi dan keterbatasan yang ada, melalui program ini diharapkan dapat membantu pemulihan bagi para pecandu serta mengurangi perilaku beresiko terhadap penyebaran HIV/AIDS di Lapas. Berikut ini adalah program-program yang dapat diikuti oleh seorang pecandu selama menjalani program pemulihan yaitu :
1. Rehabilitasi Medis
Dalam prorgram ini warga binaan mendapat pemeriksaan kesehatan fisik dan mental secara menyeluruh oleh tenaga dokter dan perawat. Pada proses ini dapat diketahui sejauh mana pengaruh zat-zat napza memberikan dampak negatif bagi kesehatan dan mental warga binaan. Hal ini membantu dalam memberikan penanganan dini bagi pecandu yang memiliki penyakit menular seperti HIV, Hepatitis dan lainnya. Dalam tahap ini ada beberapa program yang dilaksanakan yaitu :
a. Program Terapi Rumatan Metadone (PTRM)
Program Metadone ini merupakan salah satu bentuk partisipasi Lapas
Narkotika dalam menjalankan kebijakan pemerintah untuk Harm Reduction di Lapas. Program metadone adalah suatu terapi membantu para pemakai berat napza jenis heroin, melakukan pola kebiasaan baru, memperbaiki kualitas hidup bagi penggunanya tanpa kekuatiran terjadinya gejala putus obat. Manfaat Program Metadone :
1. Dengan dosis yang tepat akan membuat adiksi berhenti menggunakan heroin
2. Membuat stabil mental emosional sehingga dapat menjalani hidup normal.
3. Mendorong adiksi hidup lebih sehat.
4. Menurunkan resiko penularan HIV/AIDS, Hepatitis B dan C karena
penggunaan jarum suntik yang tidak steril.
5. Menurunkan tindak kriminal
6. Membuat hubungan dengan keluarga dan social jauh lebih baik.
Program Metadone Lapas Narkotika telah berjalan sejak tanggal 1 Desember
2006, bekerja sama dengan RSKO Cibubur. Total keseluruhan jumlah warga
binaan yang pernah mengikuti PTRM sebanyak 150 orang. Dari jumlah
tersebut diperoleh data sebagai berikut :
• Masih Aktif = 41 orang
• Bebas = 64 orang
• Drop out = 42 orang
• Meninggal = 3 orang
Pelaksanaan pemberian PTRM dilakukan setiap hari pada jam 09.00-12.00
WIB.
b. Terapi Complementer
Terapi Complementer adalah suatu terapi tambahan, pelengkap atau
penunjang yang bertumpu pada potensi diri seseorang dan alam. Dalam terapi ini seseorang diajarkan beberapa ilmu pengobatan yang berasal dari ilmu kedokteran maupun ilmu tradisional. Terapi Komplementer mulai dilaksanakan di Lapas Narkotika sejak tanggal 8 November 2007 dengan bekerja sama dengan Yayasan Taman Sringanis Jakarta. Pada awalnya terapi ini di peruntukan untuk membantu warga binaan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS (ODHA) agar kesehatan mereka bisa terjaga dengan baik. Namun saat ini terpai komplementer dapat dimanfaatkan oleh warga binaan lain yang memiliki minat pada terapi ini. Terapi Complementer meliputi olah nafas, meditasi, akupuntur, prana, serta menjaga kesehatan
melalui menu sehat. Manfaat terapi komplementer adalah :
1. Untuk mencegah timbulnya penyakit baru
2. Menjaga stamina dan kekebalan tubuh
3. Mengatasi keluhan fisik yang ringan
4. Mengurangi dan menghindari stress
Jadwal kegiatan terapi komplenter adalah seminggu dua kali setiap hari Senin dan Kamis pada pukul 10.00 – 12.00 WIB.
2. Rehabilitasi Non Medis
Pada tahap ini warga binaan menjalankan salah satu program terapi rehabilitasi yang bertujuan untuk merubah perilaku adiksi yang tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat. Melalui terapi dukungan kelompok para pecandu mendapatkan bimbingan dan pembelajaran tentang bagaimana bersikap tegas untuk meninggalkan dan menolak menggunakan napza kembali. Ada beberapa program terapi non medis yang ditawarkan yaitu :
a. Therapeutic Community (TC)
TC adalah suatu program pemullihan yang membantu merubah perilaku adiksi seorang penyalah guna Napza menuju “Healthy Life Style”(Gaya hidup yang sehat tanpa Napza). Bentuk kegiatannya berupa terapi kelompok yang biasa disebut sebagai ‘family’. Adapun jenis kegiatan yang
dilakukan sebagai berikut :
_ Morning Meeting
_ Encounter Group
_ Mix Confontation
_ Static Group
_ PAGE Group
_ Seminar
_ Morning Briefing
Pelaksanaan TC di Lapas Narkotika dimulai pada bulan April 2004. Sampai saat ini sudah tercatat sebanyak 315 orang (11 angkatan) yang telah mengikuti program TC. Dan yang masih aktif sampai saat ini sebanyak 30 orang.
b. Criminon
Criminon diartikan sebagai no crime, artinya terapi ini bertujuan untuk membentuk seorang narapidana untuk tidak melakukan kembali kejahatan. Filosofi dasar dari Criminon menyatakan, bahwa pada dasarnya seseorang melakukan kejahatan adalah karena kurangnya rasa percaya diri. Ketiadaan rasa percaya diri ini mengakibatkan seseorang tidak mampu untuk menghadapi tantangan kehidupan serta tidak mampu menyesuaikan diri dengan sistem nilai yang berlaku di masyarakat sehingga yang bersangkutan melakukan pelanggaran hukum. Tujuan pelatihan criminon:
1. Membantu memperbaiki dan meningkatkan kemampuan seseorang
dalam menghadapi rasa bersalah, rendah diri, takut, emosi, dan mampu mengendalikan diri
2. Membantu narapidana dalam menghadapi hambatan belajar
3. Memberikan pengetahuan untuk mencapai kebahagiaan lebih baik bagi diri sendiri maupun orang lain
4. Memberikan dasar-dasar pengetahuan untuk mencapai kestabilan dan kebahagiaan dalam hidup
3. Tahapan Rehabilitasi After Care
Pada tahap ini warga binaan diberi kegiatan sesuai dengan minat dan bakatnya untuk mengisi kegiatan sehari-hari. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk membekali para pecandu dengan pengetahuan dan ketrampilan yang bermanfaat dan bisa diaplikasikan di kehidupannya setelah kembali ke masyarakat. Dengan demikian pecandu bisa mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat sebagai manusia yang produktif dan tidak lagi bergantung pada Napza. Ada beberapa program yang disediakan di Lapas Narkotika yaitu :
a. Pesantren Terpadu
Program pesantren terpadu merupakan program pembinaan mental untuk warga binaan guna mengembalikan nilai-nilai moral agama yang telah hilang. Ini berkaitan dengan perilaku mereka selama menjadi pecandu sangat jauh dari nilai-nilai spiritual. Melalui pendekatan agama diharapkan pecandu semakin memiliki dasar yang kuat untuk menata ulang kehidupan mereka ke arah yang lebih baik. Program ini baru di dilaksanakan sejak Maret 2008 dan diikuti 50 peserta.
b. Kursus Bahasa Inggris dan Komputer
Memberikan bekal ketrampilan yang berguna merupakan bagian penting dari program pembinaan di Lapas. Penyelenggaraan kursus Bahasa Inggris dan Komputer memberikan kesempatan bagi warga binaan untuk mengasah kemampuan mereka di bidang Komputer dan Bahasa Inggris. Hal ini diharapkan mempermudah warga binaan saat mencari pekerjaan setelah bebas nanti.
- Kegiatan Kerja
Untuk memberdayakan potensi dan menyalurkan bakat yang dimiliki warga binaan, Lapas Narkotika menyediakan beberapa kegiatan kerja yang bisa diikuti diantaranya: sablon, kaligrafi, perikanan, Kaligrafi, air isi ulang dan lain sebagainya. Diharapkan dengan adanya program ini, pecandu bisa mengisi waktunya dengan kegiatan yang bermanfaat.
d. Kegiatan olahraga dan kesenian
Bentuk kegiatan ini adalah:
a. Olahraga. Kegiatan olahraga dilaksanakan setiap hari, pagi dan sore sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Kegiatan yang
dilaksanakan antara lain lari pagi, senam pagi massal, sepak bola, bola voli, tenis meja, dan catur.
b. Kesenian. Kegiatan kesenian dimaksudkan untuk membina dan
mengasah bakat-bakat seni narapidana, sehingga mereka dapat
menyalurkan bakat seni yang mereka miliki. Kegiatan kesenian yang
dilaksanakan antara lain vokal group, group band, serta group rebana.
Program Criminon yang dikembangkan atas dasar teknik yang ditemukan oleh L. Ron Hubbard secara garis besar ditawarkan melalui dua model pengajaran yakni di dalam ruang (kelas) dan melalui kursus korespondensi. Program ini terdiri dari beberapa seri modul yang intinya bertujuan untuk membantu peserta pelatihan dalam memahami dampak dari berbagai pengaruh terhadap lingkungannya, konsekuensi dari pilihan-pilihan mereka di masa lalu serta cara untuk mengambil keputusan atau pilihan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Secara filosofis, program Criminon ditujukan sebagai pembekalan bagi para narapidana sebelum kembali kepada lingkungan sosial dimana dia berada pada awalnya. Seperti diketahui bahwa penjara atau lembaga pemasyarakatan sering dipahami oleh masyarakat umum sebagai tempat regenerasi pelaku tindak kriminalitas yang secara tidak langsung terbentuk sebagai akibat pola kehidupan dalam masyarakat
yang penuh dengan kemiskinan, ketidakacuhan terhadap sesama dan lingkungan sosial sekitar, diskriminasi, rendahnya kesempatan kerja, serta maraknya penyalahgunaan napza dan obat-obatan terlarang.
Dalam benak seorang narapidana yang selama ini hidup di penjara telah tertanam sebuah pola pikir layaknya seorang kriminal yang terbiasa untuk mengandalkan diri sendiri tanpa ada dukungan dari pihak lain (pola hidup yang antisosial). Hal inilah yang dikhawatirkan manakala yang bersangkutan bebas dan kembali hidup dalam masyarakat, ia akan dipaksa untuk menghadapi berbagai masalah
seperti sulitnya mendapatkan pekerjaan yang halal dan mendapatkan hunian yang layak. Pada akhirnya, bila hal ini dibiarkan berlangsung terus menerus, maka masyarakatpun akan terpengaruh dengan pola pikir dan gaya hidup yang antisosial. Disinilah program Criminon mengambil peranan dalam membentuk karakter, sikap dan perilaku narapidana melalui pola pendekatan yang diharapkan mampu mengubah pola orientasi narapidana menjadi lebih prososial serta membentuk narapidana dengan mental serta kemampuan berpikir yang terintegrasi dalam tindakan-tindakan nyata yang positif. Melalui pola pendekatan program Criminon juga diharapkan seorang narapidana dapat meraih kembali kehormatan dan harga dirinya sehingga mampu memandang pilihan-pilihan dalam hidup melalui sebuah sudut pandang atau perspektif yang baru dengan penuh kepercayaan diri. Kurikulum yang terdapat dalam program Criminon terdiri dari empat modul utama.
:
Pertama, Kursus Komunikasi dimana didalamnya para partisipan diajarkan untuk beriniteraksi aktif secara positif dalam lingkungan sosialnya, berkomunikasi secara efektif melalui penggunaan volume, intonasi dan bahasa tubuh serta kemampuan untuk memberi respon yang secukupnya dalam sebuah diskusi baik positif maupun negatif dengan pihak lain.
Kedua, yaitu Kursus Keterampilan untuk Bertahan Hidup yang didalamnya diajarkan faktor-faktor fundamental yang diperlukan dalam memahami sesuatu melalui proses identifikasi terhadap hal-hal yang menjadi kendala bagi efektifitas proses belajar serta menentukan strategi yang diperlukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
Ketiga, Kursus Meraih dan Mencapai Kebahagiaan, pada tahap ini narapidana dituntun menuju pola berpikir baru mengenai dirinya, hubungannya dengan orang lain serta pola perilaku yang baru dalam kehidupannya.
Keempat, Kursus Mengenal dan Mengatasi Kebiasaan-Kebiasaan Anti Sosial, didalamnya narapidana diajarkan untuk mampu mengidentifikasi dan bernegosiasi dengan bentuk-bentuk kebiasaan yang anti sosial, baik yang ada didalam dirinya maupun juga yang ada pada orang lain.
Pelaksanaan Criminon di Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta merupakan implementasi program Criminon yang mengacu pada kurikulum dari Criminon Internasional. Pada awalnya Pelatihan Criminon dijalankan oleh Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta bekerja sama dengan Yayasan Criminon Indonesia. Untuk Angkatan Pertama pelatihan diberikan kepada narapidana sejumlah 11 orang dan kepada petugas sebanyak 8 orang. Dari ke-19 orang tersebut dipilih 6 orang untuk mengikuti pelatihan sebagai Supervisor. Supervisor tersebut untuk selanjutnya yang akan menjalankan program Criminon di Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta. Untuk angkatan-angkatan berikutnya, pelatihan Criminon dilaksanakan secara mandiri oleh pihak lapas. Untuk satu periode angkatan dilaksanakan dalam waktu dua bulan. Pelaksanaan Criminon di Lapas Narkotika dimulai pada bulan Mei 2005. Jumlah angkatan yang telah mengikuti Criminon sebanyak 10 angkatan dengan jumlah peserta sebanyak 242 orang. Peserta pelatihan Criminon merupakan narapidana yang baru selesai menjalani masa pengenalan dan orientasi lingkungan. Model terapi Criminon yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan menggunakan empat tahapan pelatihan / kursus.
1. Tahap / pelatihan pertama adalah Terapi Training Rutin yang bertujuan meningkatkan dan memperbaiki kemampuan dalam berkonfrontasi, mengendalikan dan berkomunikasi.
2. Tahap kedua, Perbaikan Pembelajaran
3. Tahap ketiga, Jalan menuju kebahagiaan
4. Tahap keempat, Pemahaman dan Penanganan Tipe Kepribadian yang berbedabeda.
Melalui empat tahap pelatihan ini diharapkan narapidana bisa mencapai tujuan dari pelatihan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakataan Klas IIA Narkotika Jakarta yaitu :
a. Mampu mengembalikan kepercayaan diri warga binaan.
b. Mampu mengendalikan perasaan sugesti / ketergantungan napza.
c. Mampu bersosialisasi dengan baik terhadap sesama warga binaan.
d. Mampu menumbuhkan rasa disiplin warga binaan.
e. Membentuk perilaku yang baik.
f. Memotivasi warga binaan agar lebih optimis menjalani hidup.
Kegiatan kesenian dimaksudkan untuk membina dan mengasah bakat-bakat seni narapidana, sehingga mereka dapat menyalurkan bakat seni yang mereka miliki. Sebagai sebuah kegiatan terapi, kesenian dapat digunakan untuk membantu narapidana pengguna napza dalam upaya kepulihannya. Dalam pelaksanaannya kesenian tidak dapat berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari satu sistem rehabilitasi yang komprehensif yang meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi non medis. Kesenian dilakukan sebagai suatu proses aftercare, atau setelah warga binaan menjalani program terapinya
Pada tahap aftercare warga binaan diarahkan sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk membekali para pecandu dengan pengetahuan dan ketrampilan yang bermanfaat dan bisa diaplikasikan di kehidupannya setelah kembali ke masyarakat. Dengan demikian pecandu bisa mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat sebagai manusia yang produktif dan tidak lagi bergantung pada Napza. Kesenian dapat digunakan sebagai media terapi dan rehabilitasi karena memiliki tujuan sebagai berikut :
a. kegiatan Kesenian merupakan kegiatan yang bersifat positif
b. Kegiatan kesenian terjadwal secara rutin, sehingga secara tidak langsung melatih kedisiplinan warga binaan
c. Kegiatan kesenian memacu warga binaan untuk terus mengembangkan diri
d. Kegiatan kesenian memotivasi warga binaan untuk menggali potensi yang ada dalam dirinya
e. Kegiatan kesenian dapat dipergunakan untuk mengurangi waktu luang warga binaan, sehingga dapat menghindarkan warga binaan memikirkan kembali pemakaian napza
f. Kegiatan kesenian dapat membantu warga binaan untuk lebih percaya diri dengan menampilkan potensi dirinya
g. Kegiatan kesenian dapat melatih warga binaan untuk lebih bertanggung jawab atas pilihan yang telah diambil bagi dirinya sendiri
Untuk memasuki tahapan rehabilitasi aftercare ini Warga Binaan yang telah menyelesaikan tahapan rehabilitasi sosial akan didata dan diklasifikasikan berdasarkan keahlian mereka masing-masing. Proses pengklasifikasian dilakukan dengan cara :
• Wawancara
Wawancara dilakukan kepada warga binaan yang telah menyelesaikan tahap rehabilitasi sosialnya. Dalam proses wawancara ini digali mengenai keahlian, minat, bakat, serta motivasi warga binaan untuk mempertahankan recovery-nya.
• Psikotes
Psikotes dapat dilakukan untuk melihat potensi apa yang ada dalam diri warga binaan. Dalam psikotes dapat diketahui minat dan bakat warga binaan. Selain untuk melihat minat dan bakat, psikotes juga dilakukan kepada warga binaan yang akan memasuki tahap rehabilitasi lanjutan serta dilakukan pula untuk menyeleksi warga binaan yang akan ditugaskan untuk menjadi instruktur pada program-program rehabilitasi yang lain. Selanjutnya warga binaan akan mengikuti kegiatan sesuai dengan pilihan masing-masing. Untuk kesenian, warga binaan dapat memilih kegiatan band, vokal group, atau kesenian rebana. Adapun pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut:
1. Band dijadwalkan seminggu sekali setiap hari Jumat
2. Vokal group dijadwalkan seminggu sekali setiap hari Selasa
3. Kesenian rebana dijadwalkan seminggu dua kali setiap hari Senin dan Kamis.
Dengan berbagai upaya penanganan narkoba yang dilakukan Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta, diharapkan dapat menekan angka kekambuhan dan menurunkan tingkat hunian lapas karena kasus penyalahgunaan narkoba.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Narkoba merupakan zat adiktif yang berbahaya bagi kesehatan kita. Adapun cara menanggulanginya antara lain sebagai berikut:
1) Pengobatan Narkoba:
- Pengobatan adiksi (detoks)
- Pengobatan infeksi
- Rehabilitasi
- Pelatihan mandiri
2) Pencegahan Narkoba:
- Memperkuat keimanan
- Memilih lingkungan pergaulan yang sehat
- Komunikasi yang baik
- Hindari pintu masuk narkoba yaitu rokok
3) Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama penderita dimandikan dengan air hangat, minum banyak, makan makanan bergizi dalam jumlah sedikit dan sering dan dialihkan perhatiannya dari narkoba. Bila tidak berhasil perlu pertolongan dokter. Pengguna harus diyakinkan bahwa gejala-gejala sakaw mencapai puncak dalam 3-5 hari dan setelah 10 hari akan hilang.
4) Empat Cara Alternatif Menurunkan Risiko atau "Harm Reduction" :
- Menggunakan jarum suntik sekali pakai
- Mensuci hamakan (sterilisasi) jarum suntik
- Mengganti kebiasaan menyuntik dengan menghirup atau oral dengan tablet
- Menghentikan sama sekali penggunaan narkoba
5) Detoksifikasi
Detoksifikasi adalah proses menghilangkan racun (zat narkotika atau adiktif lain) dari tubuh dengan cara menghentikan total pemakaian semua zat adiktif yang dipakai atau dengan penurunan dosis obat pengganti.
Detoksifikasi bisa dilakukan dengan berobat jalan atau dirawat di rumah sakit. Biasanya proses detoksifikasi dilakukan terus menerus selama satu sampai tiga minggu, hingga hasil tes urin menjadi negatif dari zat adiktif.
4.2 SARAN
Narkoba memang hanya akan menimbulkan hal yang negatif pada diri remaja yang di sini sebagai generasi muda penerus bangsa. Apabila generasi muda telah rusak, maka lambat laun negara juga akan rusak. Pergaulan remaja adalah identitas bangsa, maka dari itu, kita sebagai generasi muda bangsa indonesia harus berhati-hati dalam bergaul agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan negatif terutama hingga mengenal narkoba dan obat-obatan terlarang. Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah hal yang lebih baik dilakukan oleh remaja masa kini agar pandangan mereka yang masih labil tidak “tercuci otak” oleh hal-hal negatif yang hanya akan merugikan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Alex sobur (2004). Semiotika Komunikasi, Terjemahan: Yasraf Amir Piliang, Cetakan kedua. PT Remaja Rosdakarya: Bandung.
Burhan Bungin (2004). Metodolodi Penelitian Kualitatif. Surabaya : Kencana Prenada Media Group
Darmono (2005). Toksikologi Narkoba dan Alkohol, Pengaruh Neurotoksisitasnya pada Saraf Pusat. Jakarta: Universitas Indonesia
Irwanto, Danny I. Yatim, 1991.Kepribadian, Keluarga, Dan Narkotika. Jakarta: Arcan.
Jalaluddin Rahmat (1984 ). Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Jane Stokes ( 2007). How To Do Media and Cultural Studies. Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian dan Budaya. Yogyakarta : PT Bentang Pustaka
Lambertus Somar. (2001). Rehabilitasi Pecandu Narkoba. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana
Onong Uchjana Effendy (1993). Televisi Siaran Teori dan Praktek. Bandung : Mandar Maju.
Rachmat Kriyantono (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Adverstising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Susanto, Phil Astrid. S,1985. “Komunikasi Soial di indonesia”. Bina cipta : Bandung
Winarni(2003). Komunikasi Massa. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang
http://www.kapanlagi.com/a/0000002156.html
http://infonarkoba.blogspot.com/