Pages

Pages

Pages

Minggu, 11 Maret 2012

BADAN MIKRO


A.    Struktur dan Penyebarannya
Badan mikro mudah dibedakan dari organel lain karena adanya enzim katalase. Enzim ini dapat dilihat dengan mikroskop electron bila diperlukan dengan pengecatan 3,3-diaminobenzidine (DAB). Hasilnya tidak tembus electron, dan tampak sebagai daerah gelap bila sel mengandung enzim katalase. Dengan mikroskop electron badan mikro yang berasal dari sel-sel hewan maupun tumbuhan tampak sebagai bangunan yang dibatasi oleh membran tunggal, dan di dalamnya mengandung matriks yang amorf atau glandular. Pada jaringan tertentu matriks badan mikro berisi struktur nukleoid Kristal. (crystalline nucleoid structure). Bentuk Kristal ini umumnya adalah urat oksidase, salah satu enzim dari matriks badan mikro.
Pada sel-sel hewan, distribusi badan mikro tersebar di dalam sel, tetapi umumnya di sekitar reticulum endoplasma. Pada sel-sel tumbuhan, badan mikro sering berdekatan dengan kloroplas, karena kedua organel ini terlibat dalam metabolism jalur glikolat. Sebagaimana diketahui bahwa jalur glikolat melibatkan tiga organel, yakni kloroplas, badan mikro khususnya perksisom, dan mitokondria.

B.     Komposisi Kimia dan Permeabilitas Badan Mikro
Membran yang membatasi badan mikro lebih tipis dari membrane plasma, tebalnya hanya 6-8 nm. Ini kurang lebih sama tebalnya dengan membran retikulum endoplasma dan membrane luar mitokondria. Badan mikro intak memiliki tingkat osmotikum yang relatif stabil, tetapi akan pecah bila berada dalam larutan pirofosfat. Badan mikro akan pecah bila dimasukkan ke dalam 0,01 M pirofosfat dengan sebab-sebab yang belum diketahui. Ternyata setelah pecah begitu sulit memisahkan membran dengan enzim-enzim dalam matriksnya, salah satu sebab diantaranya adalah karena enzim-enzim itu melekat pada membrannya.
Sudah diketahui ada dua jenis enzim, yang juga merupakan protein integral pada membran retikulum endoplasma, terdapat pada membran badan mikro yaitu sitokrom b5 dan NADH-sitokrom b5 reduktase. Beberapa enzim lain yang terdapat pada membran ditemukan pada glioksisom. Enzim-enzim itu dapat merupakan protein perifer membran maupun sebagai protein integral membran, karena itu mudah diekstrak. Beberapa contoh di antaranya adalah sitrat dan malat sintetase, malat dehidrogenase, 3-hidroksil-KoA-dehidrogenase, dan krotonase.
Dilihat dari komposisi lemaknya, membran badan mikro sama dengan membran mikrosom. Membran peroksisom dan mikrosom dari hati tikus tidak menunjukkan adanya perbedaan, tetapi berbeda secara nyata dengan membran mitokondria dalam hal rendahnya kandungan kardiopolin. Kardiopolin sangat banyak jumlahnya di membran dalam mitokondria. Membran glioksisom dari endosperm tanaman jarak, berbeda komposisi lemaknya dengan membran retikulum endoplasma hati tikus. Membran glioksisom mengandung lebih rendah fosfatidil inositol dan mungkin fosfatidil serin, dan lebih tinggi kandungannya lemak yang tak teridentifikasi. Perbedaan kandungan lemak antara hati tikus dan membran badan mikro endosperm mungkin disebabkan oleh karena perbedaan peran dari kedua jaringan tersebut.
Dalam banyak hal, permeabilitas badan mikro terhadap berbagai molekul mirip seperti pada mikrosom. Hal ini disebabkan karena keduanya mempunyai komposisi yang hampir sama. Membran badan mikro sangat permeable terhadap sejumlah substansi yang alaminya sebagai substrat dari beberapa enzim di dalamnya, seperti asam-asam amino, asam α-hidroksi, dan asam urat. Sukrosa juga dapat berdifusi melalui membran badan mikro.
Ternyata nukleotida piridin seperti NADH dan NADPH tidak dapat masuk melewati membran badan mikro. Hal ini dapat menjadi bahan pertanyaan, mengingat koenzim-koenzim ini penting sebagai aseptor (penerima) electron untuk enzim oksidatif tertentu. Kalau koenzim tersebut tidak dapat melewati membran, lalu bagaimana terjadinya oksidasi yang harusnya terjadi secara kontinue?
Sekarang sudah diketahui bahwa pada membran badan mikro terdapat subtansi yang dapat menerima H+ dari NADH untuk diangkut keluar dari badan mikro. Di luar badan mikro H+ diberikan kepada NAD sitosol. Setelah itu pengangkut masuk kembali ke dalam badan mikro untuk mengulang tugasnya. Mekanisme ini sama dengan mekanisme yang terjadi di membran mitokondria. Pengangkut (shuttle) ini ada dua jenis, yaitu malat-oksaloasetat (aspartat) shuttle dan gliserol-3-phosphat shuttle. Malat-oksaloasetat (aspartat)shuttle adalah tipe pengangkut pada peroksisom dari sel-sel tanaman, sedangkan gliserol-3-phosphat shuttle adalah tipe pengangkut pada sel-sel hati atau ginjal.

C.     Fungsi Badan Mikro
1.      Oksidasi subtrat pada Mammalia
Reaksi oksidasi pada peroksisom jaringan mammalian dipicu oleh enzim flavin oksidase yang menggunakan oksigen sebagai penerima electron yang mengubahnya menjadi H2O2.H2O yang terjadi sifatnya toksik bagi sel, karena itu harus segera diubah menjadi H2O dan 1/2O2 oleh enzim katalase di dalam peroksisom.
Contoh spesifik dari reaksi ini misalnya terjadi pada asam D-amino jika memasuki perosisom. Asam amino ini akan mengalami deaminasi karena oksidasi dengan enzim FAD-oksidase sehingga terbentuklah asam α-keto.
Asam D-amino  +  H2O  +  E-FAD  ===>  asam α-keto  +  NH3  +  E-FADH2
E-FADH2  +  O2  ===>  E-FAD  +  H2O2
H2O2  ==katalase==>  H2O  + ½ O2
Enzim flavin adenine dinukleotid (E-FAD), tidak hanya terdapat pada badan mikro, enzim ini juga berperan dalam transport elektron pada mitokondria. Namun aktivitas katalisisnya di badan mikro berbeda secara mendasar dengan aktivitasnya yang terjadi di mitokondria. Pada badan mikro elektronnya diberikan langsung ke O2 dari pada ke aseptor lain seperti koenzim Q atau nonheme besi. Dalam transfer langsung itu dihasilkan H2O2 dan dibutuhkan enzim katalase untuk menghilangkan efek toksiknya.
Adanya enzim D-amino oksidase pada jaringan mammalian baru merupakan dugaan bersamaan dengan ditemukannya enzim tersebut. Jika ada sedikit metabolic asan D-amino mungkin terbawa dari makanan. Namun dinding sel bakteri mengandung asam D-amino ini. Diduga peran asam D-amino oksidase pada jaringan hati dan ginjal adalah untuk degradasi asam D-amino yang berasal dari pemecahan dan absorpsi peptidoglikan bakteri usus.
2.      β-oksidasi asam lemak Mammalia
peran baru pada peroksisom jaringan mammalian di antaranya adalah oksidasi asam lemak. Sebelumnya hanya berkembang satu pendapat bahwa asam lemak netral yaitu transil gliserol yang merupakan cadangan lemak dalam sitosol, akan dihidrolisis oleh lipase menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas ini kemudian akan diangkut oleh karier (pembawa) ke dalam mitokondria untuk dioksidasi dan menghasilkan asetil Koenzim A (asetil KoA).
Sekarang telah diketahui bahwa peroksisom jaringan hati tikus mampu mengoksidasi palmitoil KoA menjadi asetil KoA. Oksidasi ini dikenal dengan β-oksidasi. Asetil KoA ini kemudian akan diangkut ke mitokondria untuk memasuki daur krebs atau daur asam sitrat. Jika tetap berada dalam sitosol maka akan diubahmenjadi asam lemak dan kemudian menjadi lemak netral.
Jalur β-oksidasi ini mempunyai kesamaan dengan jalur oksidasi yang terjadi di dalam mitokondria dengan suatu kekecualian. Oksidasi yang terjadi pada mitokondria, enzim flavin dehidrogenase memberikan elektronnya ke rantai respirasi dan tidak bereaksi dengan O2. Sedangkan oksidasi yang terjadi pada badan mikro enzim flavin dehidrogenase bereaksi langsung dengan O2 dan menghasilkan H2O2. Mitokondria tidak memiliki katalase karena itu tidak menghasilkan H2O2. Untuk badan mikro hal itu tidak merupakan suatu masalah, karena badan mikro memiliki katalase.
3.      β-oksidasi asam lemak pada endosperm biji tanaman
enzim-enzim yang dibutuhkan untuk β-oksidasi asam lemak dalam badan mikro untuk pertama kalinya ditemukan pada glioksisom endosperm tumbuhan oleh Cooper dan Beever. Jalur β-oksidasi ini sama, baik yang terjadi pada peroksisom mammalian maupun yang terjadi di glioksisom tumbuhan.
Endosperm adalah cadangan makanan dalam biji. Cadangan makanan itu diantaranya lemak. Banyak biji yang cadangan makanannya berupa lemak, seperti kacang-kacangan, biji jarak, biji kepuh dan sebagainya. Cadangan makanan ini penting artinya dalam perkecambahan. Sumber energi utama dalam perkecambahan adalah karbohidrat. Jadi kalau cadangan makanan dalam biji tadi berupa lemak, maka lemak harus dikonversi menjadi karbohidrat. Reaksi ini terjadi di dalam glioksisom dan dipacu oleh enzim-enzim yang terdapat didalamnya. Hasil oksidasi asam lemak ini adalah asetil KoA, yang kemudian akan digunakan di dalam glioksisom untuk membentuk senyawa (asam) dengan 4 atom C, yaitu asam suksinat melalui jalur glikosilat. Selanjutnya suksinat dibawa ke mitokondria sebagai bahan untuk proses glukoneogenesis. Di mitokondria asam suksinat akan dikonversi menjadi asam malat, yang selanjutnya akan dibawa ke sitosol. Di sitosol asam malat diubah menjadi fosfoenol piruvat, dan digunakan untuk sintesis glukosa. Jadi inilah konversi cadangan lemak menjadi karbohidrat yang terjadi di dalam glioksisom endosperm selama berlangsungnya perkecambahan.
Pada biji yang sedang berkecambah daur glikosilat seluruhnya terjadi di glioksisom, sedangkan pada ragi dan ganggang Tetrahymena daur ini merupakan kerja sama antara glioksisom dan mitokondria. Ada yang mengatakan bahwa daur ini sebagai modifikasi dari daur asam sitrat, dengan langkah-langkah reaksi yang menghasilkan CO2, dengan satu-satunya sumber karbon yaitu asetil KoA.
Hewan tingkat tinggi tidak dapat mensintesis glukosa dari asam lemak karena tidak mempunyai enzim isositrat liase dan enzim malat sintetase. Karena itu asetil KoA akan memasuki siklus asam sitrat dan akhirnya membebaskan CO2.
4.      Jalur glikolat
Jalur glikolat merupakan serangkaian reaksi kimia yang terjadi di peroksisom dan bergandeng dengan siklus karbon di kloroplas. Jalur ini melibatkan kloroplas, peroksisom, mitokondria, dan sitosol. Jalur ini meliputi pengubahan senyawa yang tak mengandung fosfat (nonphosphorilated) yakni gliserat menjadi glisin, serin, dan persenyawaan “C1”, dan ini penting sebagai precursor dalam biosintesis asam inti.
Jalur glikolat dimulai di kloroplas, di mana fosfoglikolat, glikolat, dan fosfogliserat dibentuk dalam fotosintesis. Kloroplas memiliki enzim fosfatase, yang dapat melepas fosfat dari dua subtrat yang mengandung fosfat (yaitu fosfogliserat dan fosfoglikolat) menjadi glikolat.
Glikolat meninggalkan kloroplas menuju peroksisom dengan perantaraan suatu pengemban atau pengangkut yang disebut glikolat-glikolat shuttle. Dalam peroksisom glikosilat dioksidasi menghasilkan glioksilat dan membebaskan H2O2. Dengan adanya katalase di peroksisom ini, H2O2 diubah menjadi H2O dan ½ O2. Glioksilat akan disintesis menjadi asam amino serin atau kembali ke kloroplas. Kembalinya glioksilat ke kloroplas ini di duga sebagai mekanisme untuk menghabiskan NADPH dalam kloroplas yang dihasilkan dalam fotosintesis. NADPH direoksidasi dalam kloroplas dengan mekanisme tanpa menghasilkan H2O2 karena di kloroplas tidak ada katalase.
Asam amino glisin dibentuk dari glikosilat, melalui reaksi interkonversi dalam mitokondria menjadi asam amino serin, suatu bagian dari siklus yang belum diketahui dengan jelas. Serin ditranspor kembali ke peroksisom, lalu mengalami deaminasi menjadi oksalat dan kemudian direduksi menjadi gliserat. Gliserat kemudian ditranspor kembali ke kloroplas yang kemudian mengalami fosforilasi menjadi fosfogliserat. Dengan demikian selesailah siklus ini, dengan catatan bahwa sebagian reaksi ini searah dan sebagian lainnya bolak balik. Jadi serin dapat dihasilkan secara langsung dari fosfogliserat dibandingkan dari fosfoglikolat.
Jalur ini membebaskan 1 molekul CO2, menghasilkan satu molekul serin atau gliserat dari dua molekul fosfoglikolat, atau menghasilkan 1 molekul serin atau 1 molekul glisin ditambah persenyawaan “C1” dari satu molekul fosfogliserat. Pola metabolic ini penting bagi sel tumbuhan karena setengah dari karbon yang difiksasi berlangsung dengan cara ini.
Reaksi glikolat juga dikenal sebagai fenomena fotorespirasi. Fotorespirasi adalah suatu reaksi yang membebaskan CO2 dari organ yang berwarna hijau karena pengaruh cahaya. Fotorespirasi didorong oleh kondisi atmosfer di mana tekanan O2 tinggi, sedangkan tekanan CO2 rendah. Diduga O2 berkompetisi dengan CO2 terhadap enzim RuBP-karboksilase, yang umumnya enzim tersebut adalah enzim untuk memfikasai CO2. Bila O2 telah digunakan oleh enzim tersebut, senyawa antara tak stabil terbentuk dan akan segera terurai menjadi 3-P-gliserat dan P-glikolat. Terbentuknya fosfoglikolat dalam reaksi ini akan menambah konsentrasi asam glikolat dengan cara membebaskan P-group, dank arena itu kelebihan glikolat akan dioksidasi dan lepaslah CO2.
Itulah sebabnya fotorespirasi dikatakan sebagai proses yang merugikan bagi tanaman. Hal ini menyangkut enzim-enzim pengikat CO2 dan hasil-hasil pengikatannya. Rate fotorespirasi dapat mendekati 50% dari rate bersih fotosintesis, dan hal inilah yang menyebabkan fotosintesis menjadi tidak efisien. Fotorespirasi merupakan problem bagi tanaman C3, yang mudah dipengaruhi adanya tekanan CO2 yang rendah, sebaliknya tanaman C4 lebih efisien. Inilah tujuan pertanian yang dikembangkan agar dapat mengembangkan tanaman-tanaman yang memiliki efisiensi fotosintesis yang tinggi.

Daftar Pustaka
Sheeler, P. and D.E. Bianchi. 1987. Cell and Molecular Biology. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Sumadi, dan Aditya Marianti. 2007. Biologi Sel. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Thorpe, N.O. 1984. Cell Biology. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Winatasasmita, D. 1986. Biologi Sel. Jakarta: Universitas Terbuka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar