Riboflavin (vitamin B2) dikenal pertama kali pada tahun 1879 sebagai suatu zat berwarna kuning yang terdapat dalam susu, dan dinamakan laktokrom. Ternyata zat yang sama ditemukan juga dalam daging, hati, ragi, telur dan berbagai sayuran, dan selanjutnya disebut sebagai flavin. Oleh peneliti di Inggris disebut vitamin B2 setelah faktor antiberi-beri ditemukan vitamin B1. Nama riboflavin diberikan karena adanya ribose dalam rumus kimianya sperti terlihat pada gambar di bawah ini :
Struktur Kimia Vitamin B2 (Riboflavin)
Dalam badan riboflavin diubah menjadi koenzim riboflavin fosfat atau flavin adenosin dinukleotida (FAD), melalui reaksi berikut :Riboflavin + ATP---> FMN + ADP
FMN + ATP---> FAD + PP ( pirofosfat )
Keduanya merupakan bentuk aktif riboflavin dan berperan sebagai koenzim dalam berbagai proses metabolisme (Hedi R Dewoto dan S.Wardhini B.P , 1995).
Sumber dari alam dan sintetik
Sumber dari alam: daging, hati, ragi, telur dan berbagai sayuran serta susu. Susu dan produk-produk susu, misalnya keju, merupakan sumber yang baik untuk riboflavin. Untuk itu ketersediaannya dalam makanan sehari-hari sangat penting. Hampir semua sayuran hijau dan biji-bijian mengandung riboflavin; brokoli, jamur dan bayam merupakan sumber yang baik (Hedi R. Dewoto dan S. Wardhini B.P , 1995)
Fungsi Vitamin B ( Riboflavin )
Hal ini diperlukan untuk berbagai proses selular.
Riboflavin sangat penting untuk konversi protein, lemak dan karbohidrat menjadi gula, yang "dibakar" untuk menghasilkan energi.
Hal ini membantu dalam produksi dan perbaikan jaringan tubuh, efisiensi penggunaan oksigen oleh sel-sel.
Riboflavin membantu pertumbuhan normal dan pengembangan, produksi dan regulasi hormon tertentu, pembentukan sel darah merah dan antibodi.
Ini mempromosikan kulit yang sehat, kuku, dan rambut, dan memperkuat lapisan lendir mulut, bibir, dan lidah.
Riboflavin juga memainkan peranan penting dalam kesehatan mata dan meredakan ketegangan mata. Vitamin ini terutama bermanfaat dalam menangkal kecenderungan terhadap glaukoma.
Tubuh membutuhkan riboflavin untuk mempertahankan selaput lendir yang di seluruh saluran pencernaan dan untuk menjaga otot sepanjang lapisan saluran pencernaan.
Riboflavin membantu pencernaan dan membantu dalam fungsi sistem saraf.
Ia juga bekerja sebagai antioksidan dengan cara menetralisir partikel merusak dalam tubuh yang dikenal sebagai radikal bebas.
Riboflavin juga dibutuhkan untuk aktivasi dan dukungan kegiatan vitamin B6, folat, niasin, dan vitamin K.
Persediaan cukup vitamin B2 memberikan kekuatan dan membantu untuk menjaga tampilan dan rasa pemuda.
Menanggulangi anemia (Anonim, Tanpa tahun)
Fisiologi dan Farmakodinamik
Pemberian riboflavin baik secara oral maupun parenteral tidak memberikan efek farmakodinamik yang jelas.
Defisiensi Riboflavin
Keadaan ini ditandai dengan gejala sakit tenggorok dan radang di sudut mulut (stomatitis angularis), keilosis, glositis, lidah berwarna merah dan licin. Timbul dermatisis seboroik di muka, anggota gerak dan seluruh badan. Gejala-gejala pada mata adalah fotofobia, lakrimasi, gatal dan panas. Pada pemeriksaan tampak vaskularisasi kornea dan katarak. Anemia yang menyertai defisiensi riboflavin biasanya bersifat normokrom normositer.
Kebutuhan sehari
Kebutuhan tiap individu akan riboflavin berbanding lurus dengan energy yang digunakan, minimum 0,3 mg /1000 kcal. RDA untuk riboflavin adalah 0,6 mg/1000 kkal perhari. Jadi sekitar 1,2 mg perhari untuk 2000 kkal diet. Anak-anak dan wanita hamil membutuhkan tambahan riboflavin karena vitamin ini penting untuk pertumbuhan.
Farmakokinetik
Pemberian secara oral atau parenteral akan diabsorpsi dengan baikdan didistribusikan merata ke seluruh jaringan. Asupan yang berlebihan akan dikeluarkan melalui urin dalam bentuk utuh. Dalam tinja ditemukan riboflavin yang disintesis oleh kuman di saluran cerna, tetapi tidak ada bukti nyata yang menjelaskan bahwa zat tersebut dapat diabsorpsi melalui mukosa usus (Hedi R. Dewoto dan S. Wardhini B.P , 1995).
Sediaan
Sediannya biasanya berupa bentuk tablet.
Indikasi
Penggunaannya yang utama adalah untuk pencegahan dan terapi defisiensi vitamin B2 yang sering menyertai pelagra atau defisiensi vitamin B kompleks lainnya, sehingga riboflavin sering diberikan bersama vitamin lain. Dosis untuk pengobatan adalah 5-10 mg/ hari (Hedi R. Dewoto dan S. Wardhini B.P , 1995).
Kekurangan
Tidak ada penyakit yang berhubungan dengan kekurangan riboflavin. Kekurangan riboflavin dapat menyebabkan gejala seperti iritasi, kulit merah dan keretakan kulit dekat dengan sudut mata dan bibir seperti halnya sensitivitas yang berlebihan terhadap sinar (photophobia). Hal ini dapat juga menyebabkan keretakan pada sudut mulut (cheilosis). Kekurangan vitamin B2 juga ini akan mengakibatkan pertumbuhan gigi dan tulang tidak sempurna, mata dan kulit mengering serta daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun (Anonim, 2009).
sumber: Deviyanti, dkk. 2010. Vitamin. Universitas Islam Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar