google3394c6c8fadba720.html September 2011 ~ KUNCUP BIO
SELAMAT DATANG DI TAUFIK ARDIYANTO'S BLOG

DESKRIPSI PENDIDIKAN SAAT SMA (slide)

SMA Negeri 1 Bandar Sribhawono adalah salah satu sekolah yang terletak di Lampung Timur

DESKRIPSI PERGURUAN TINGGI YANG DITEMPUH (DIJALANI)

Universitas Lampung (Unila) adalah salah satu perguruan tinggi di propinsi Lampung

DESKRIPSI PRIBADI

Taufik Ardiyanto adalah seorang pemuda yang dilahirkan tahun 1992 di kampung kecil Sribhawono

DESKRIPSI MENGENAI ISI BLOG INI

Blog ini memuat tentang informasi seputar pendidikan terutama yang menyangkut Biologi

DESKRIPSI MENGENAI HOBI DAN MINAT

Suka membaca, menulis dan bereksperimen adalah hobiku dan akan selalu auk kembangkan demi meraih cita-cita gemilang.

Minggu, 25 September 2011

BIOLOGI DAN ASAL MULA KEHIDUPAN

Pendahuluan
Biologi adalah kajian tentng kehidupan. Dalam mengembangkan biologi, para ahli menggunakan metoda ilmiah. Biologi merupakan bidang ilmu yang sangat erat hubungannya dengan ilmu-ilmu lain sehingga dalam kajiannya selalu memerlukan pemahaman dari ilmu lain (matematika, fisika, kimia, ekonomi, dll). Dalam perkembangannya sebagai ilmu pengetahuan, biologi memiliki cabang-cabang ilmu yang membawa manfaat besar bagi kesejahteraan manusia.

1. Perkembangan Pengetahuan
Sejak diciptakannya manusia hingga kini, pengetahuan berkembang sangat pesat. Pesatnya perkembangan pengetahuan seiring kebutuhan manusia. Di kalangan masyarakat ditemukan bermacam-macam pengetahuan yang dapat digolongkan menjadi 4 jenis yaitu:
a. pengetahuan tahayul (mitos), adalah sesuatu penjelasan atas fakta yang tidak ada kebenarannya, hanya diduga dan dipercaya begitu saja. Semua suku bangsa pada jaman dahulu mempunyai mitos dan legenda (legenda adalah cerita rakyat yang berdasarkan mitos). Contoh pelangi adalah tangga bidadari, suara burung hantu pertanda bencana. Pengetahuan ini diterima rakyat karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan pikiran manusia pada saat itu dan dorongan ingin tahunya sudah terpenuhi.
b. pengetahuan super-natural, pengetahuan tidak termasuk pada tahayul dan pengetahuan ilmiah, namun mempunyai fakta. Pengetahuan ini tidak dapat dijangkau dengan panca indera maupun akal budi, sifatnya transisional (diluar jangkauan akal budi). Contoh debus dan santet.
c. pengetahuan ilmiah semu (pseudo science), yitu pengetahuan berdasarkan fakta ilmiah tetapi dicampur dengan kepercayaan dan hal-hal yang bersifat super-natural. Contoh bangsa Babelonia kira-kira 2500 SM menyembuhkan penyakit disamping obat juga menggunakan mantra, dan meramalkan nasib dengan astrologi.
d. pengethuan ilmiah, diperoleh melalui penelitian dan pengamatan panca indera dan penalaran akal budi yang disusun secara sistematis untuk menjelaskan fakta yang sedang dihadapi. Pengetahuan ini bersifat tentatif, jadi suatu pengetahuan akan gugur jika ditemukan pengetahuan baruyang didukung oleh fakta dan data yang lebih akurat.

2. Kedudukan Biologi
Biologi merupakan jenis pengetahuan ilmiah yang mengkaji tentang kehidupan. Kedudukan biologi di antara ilmu-ilmu lainnya seperti di bawah ini


Biologi berkembang pesat sehingga dengan luasnya pengetahuan dalam biologi sehingga biologi di pecah-pecah menjadi cabang-cabang ilmu yang sifatnya lebih khusus, sempit dan mendalam



3. Hubungan Biologi dengan Ilmu-ilmu Lain
Dalam kajiannya biologi memahami dan mengkaji biologi, seseorang harus memahami ilmu-ilmu lain, baik ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial.
(1) hubungan biologi dengan matematika. Misalnya dalam kajian genetika (persilangan Mendel, kemungkinan)
(2) hubungan biologi dengan fisika. Misalnya penyerapan air, dan unsur hara, difusi, osmosis, daya penglihatan mata.
(3) hubungan biologi dengan kimia. Misalnya unsur-unsur penyusun tubuh dan proses metabolisme.
(4) hubungan biologi dengan ekonomi. Misalnya di bidang pertanian (intensifikasi, binit unggul, irigasi, tumpang sari)

4. Metoda Ilmiah Dalam Biologi
Munculnya ilmu pengetahuan berawal dari rasa kagum manusia terhadap jagad raya ini, rasa ingin tahu muncul karena manusia dibekali kemampuan untuk berpikir. Pertanyaan “apa? Mengapa?, bagaimana?ini dan itu?” selalu muncul sehingga mendorong manusia untuk mencari jawaban yang benar guna memuaskan diri, akibatnya pengetahuan manusia selalu bertambah. Pengetahuan yang benar dapat diperoleh melalui 2 pendekatan yaitu pendekatan non ilmiah, dan pendekatan ilmiah.
a) pendekatan non ilmiah, hanya berasal dari akal sehat, penemuan secara kebetulan, penemuan secara coba-coba, dan pendapat para ahli. Akal sehat: zaman Babilonia (650 SM) orang menyatakan bahwa bumi itu datar. Secara ilmiah pendapat itu salah, karena berdasarkan penelitian bahwa bumi adalah bulat. Penemuan secara kebetulan: penderita malaria yang sembuh setelah minum air pahit yang berasal dari kulit pohon kina yang tumbang dalam sebuah parit. Pendapat para ahli: diterima tanpa diuji kebenarannya, tidak didasarkan penelitian tetapi didasarkan hanya pada pikiran logis.
b) pendekatan ilmiah, menuntut dilakukan langkah-langkah tertentu dengan urutan tertentu untuk mencapai pengetahuan yang benar. Pengetahuan di dapat dengan pendekatan ilmiah diperoleh melalui penelitian ilmiah untuk menguji keajegan dan kemantapan internalnya, sehingga jika dilakukan oleh orang lain dengan langkah dan kondisi yang sama akan memperoleh hasil yang sama.

Langkah-langkah tertentau yang digunakan dalam penelitian ilmiah disebut metode ilmiah, langkahnya sebagai berikut:
(1) perumusan masalah, merupakan pertanyaan mengenai objek yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
(2) penyusunan kerangka berpikir dalam mengajukan hipotesis, merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengait dan membentuk konstelasi permasalahan.
(3) oerumusan hipotesis, merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir.
(4) pengujian hipotesis/eksperimen, merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis
(5) penarikan kesimpulan, merupakan penilaian apakah hipotesis yang diajuakn ditolak atau diterima.
Meskipun metode ilmiah telah dikembangkan sejak abad ke-15 dan 16 namun para ahli biologi baru menggunakan setelah Carles Darwin menerbitkan bukunya yang berisi teori evolusi pada tahun 1859, sebelumnya hanya berdasarkan kepercayaan dan filsafat ahli, jarang yang dipelajari berdasarkan pengamatan langsung. Misalnya pada masa Aristoteles diyakini bahwa cacing berasal dari tanah, belut berasal dari lumpur, belatung berasal dari daging, dsb. Darwin telah menyusun teorinya menggunakan metode ilmiah seperti yang telah digunakan para ahli fisika dan kimia, sejak itulah studi tentang biologi menggunakan metode ilmiah sehingga menghasilkan cabang-cabang biologi.

5. Asal-Usul Kehidupan
Awal kehidupan di bumi dipelajari melelui berbagai metode, namun yang paling banyak diakui yaitu dengan cara analisis perbandingan zat radioaktif dengan hasil luruhannya. Dengan metode tersebut, dapat diperkirakan bahwa bumi telah membentuk batuan sejak 5 ribu juta tahun yang laluy. Dan penelitian berbagai batuan ternyata ditemukan batuan yang berumur 3,5 juta tahun dengan terdapat tanda-tanda sisa kehidupan atau fosil. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa kehidupan di bumi telah dimulai sejak itu.

Dimana asal-usul kehidupan di bumi? Ada beberapa hipotesis dan teori yang berusaha mengungkap asal-usul kehidupan, diantaranya:
1) Generatio spontanea, bahwa makhluk hidup terbentuk secara spontan dengan sendirinya. Contohnya cacing berasal dari tanah, belut berasal dari lumpur yang keduanya muncul dengan sendirinya. Faham tersebut dikenal sebagai ABIOGENESIS (makhluk hidup berasal dari benda mati) tokohnya Aristoteles.
2) Cosmozoa, bahwa makhluk hidup berasal dari luar bumi (planet lain). Benda hidup yang datang itu mungkin berbentuk spora aktif yang jatuh ke bumi lalu berkembang biak.
3) Omne vivum ex ovo (makhluk hidup berasal dari telur) oleh Fransisco Redi (1626-1697) bahwa ulat pada bangkai tikus berasal dari telur
4) Omne ovo ex vivo (telur berasal dari makhluk hidup) oleh Lazzaro Spallanzani (1729-1799) bahwa mikroorganisme yang mencemari kaldu dapat membusukkan kaldu, tetapi jika kaldu ditutup rapat setelah mendidih, maka tidak terjadi pembusukan. Membuktikan bahwa adanya telur harus ada kehidupan sebelumnya.
5) Omne vivum ex vivo (makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumbya) oleh Louis Pasteur (1822-1895)
6) Teori Urey, oleh Harold Urey (1893) bahwa atmosfer pada mulanya kaya akan gas-gas metana, amoniak, hidrogen, dan air. Dengan adanya aliran listrik/halilintar, maka unsur tersebut bersenyawa dan terbentuklah zat hidup. Zat tersebut berjuta tahun berkembang menjadi berbagai organisme.
7) Teori Stenley Miller, murid Urey yang melanjutkan penelitian Urey dalam skala laboratorium yang membuktikan hipotesis Urey benar bahwa unsur-unsur di alam dengan kilatan listrik dan suhi yang cukup akan membentuk senyawa organik termasuk asam amino, purin, pirimidin, dsb yang semuannya merupakan komponen organisme.

Sumber: Jalmo, Tri dan Arwin Achmad. 2002. Biologi Umum. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Bakteri Adalah Monera

A. Struktur, bentuk, dan ukuran tubuh bakteri
Bakteri memiliki bentuk sel yang bervariasi, bulat (coccus), batang (bacillus) dan lengkung (vibrio, coma atau spiral). Umumnya sel bakteri yang berbentuk bulat berdiameter sekitar 0,7 - 1,3 mikron. Sedangkan sel bakteri berbentuk batang lebarnya sekitas 0,2 - 2,0 mikron dan panjangnya 0,7 - 3,7 mikron.

Bagian tubuh bakteri pada umumnya dapat dibagi atas 3 bagian yaitu dinding sel, protoplasma (di dalamnya terdapat membran sel, mesosom, lisosom, DNA, endospora), dan bagian yang terdapat di luar dinding sel seperti kapsul, flagel, pilus. Di antara bagianbagian tersebut ada yang selalu didapatkan pada sel bakteri, yaitu membran sel, ribosom dan DNA. Bagian-bagian ini disebut sebagai invarian. Sedangkan bagian-bagian yang tidak selalu ada pada setiap sel bakteri, misalnya dinding sel, flagel, pilus, dan kapsul. Bagianbagian ini disebut varian.

Susunan bagian-bagian utama sel bakteri, dijelaskan sebagai berikut.
a. Membran sel
Membran sel merupakan selaput yang membungkus sitoplasma beserta isinya, terletak di sebelah dalam dinding sel, tetapi tidak terikat erat dengan dinding sel. Bagi membran sel sangat vital, bagian ini merupakan batas antara bagian dalam sel dengan lingkungannya. Jika membran sel pecah atau rusak, maka sel bakteri akan mati. Membran sel terdiri atas dua lapis molekul fosfolipid. Pada lapisan fosfo-lipid ini terdapat senyawa protein dan karbohidrat dengan kadar berbeda-beda pada berbagai sel bakteri.

b. Ribosom
Ribosom merupakan bagian sel yang berfungsi sebagai tempat sintesa protein. Bentuknya berupa butir-butir kecil dan tidak diselubungi membran. Ribosom tersusun atas protein dan RNA.

c. DNA (Deoxyribonucleic Acid)
DNA merupakan materi genetik, terdapat dalam sitoplasma. DNA bakteri berupa benang sirkuler (melingkar). DNA bakteri berfungi sebagai pengendali sintesis protein bakteri dan pembawa sifat. DNA bakteri terdapat pada bagian menyerupai inti yang disebut nukleoid. Bagian ini tidak memiliki membran sebagaimana inti sel eukariotik.

d. Dinding sel
Dinding sel bakteri tersusun atas makromolekul peptidoglikan yang terdiri dari monomer-monomer tetrapeptidaglikan (polisakarida dan asam amino). Berdasarkan susunan kimia dinding selnya, bakteri dibedakan atas bakteri gram-positif dan bakteri gramnegatif. Susunan kimia dinding sel bakteri gram-negatif lebih rumit daripada bakteri gram-positif. Dinding sel bakteri grampositif hanya tersusun atas satu lapis peptidoglikan yang relatif tebal, sedangkan dinding sel bakteri gram-negatif terdiri atas dua lapisan. Lapisan luar tersusun atas protein dan polisakarida, lapisan dalamnya tersusun atas peptidoglikan yang lebih tipis dibanding lapisan peptidoglikan pada bakteri gram-positif. Dinding sel bakteri berfungsi untuk memberi bentuk sel, memberi kekuatan, melindungi sel dan menyelenggarakan pertukaran zat antara sel dengan lingkungannya.

e. Flagel
Flagel merupakan alat gerak bagi bakteri, meskipun tidak semua gerakan bakteri disebabkan oleh flagel. Flagel berpangkal pada protoplas, tersusun atas senyawa protein yang disebut flagelin, sedikit karbohidrat dan pada beberapa bakteri mengandung lipid. Jumlah dan letak flagel pada berbagai jenis bakteri bervariasi. Jumlahnya bisa satu, dua, atau lebih, dan letaknya dapat di ujung, sisi, atau pada seluruh permukaan sel. Jumlah dan letak flagel dijadikan salah satu dasar penggolongan bakteri.

f. Pilus
Pada permukaan sel bakteri gram-negatif seringkali terdapat banyak bagian seperti benang pendek yang disebut pilus atau fimbria (jamak dari pilus). Pilus merupakan alat lekat sel bakteri dengan sel bakteri lain atau dengan bahan-bahan padat lain, misalnya makanan sel bakteri.

g. Kapsul
Kapsul merupakan lapisan lendir yang menyelubungi dinding sel bakteri. Pada umumnya kapsul tersusun atas senyawa polisakarida, polipeptida atau protein-polisakarida (glikoprotein). Kapsul berfungsi untuk perlindungan diri terhadap antibodi yang dihasilkan sel inang. Oleh karenanya kapsul hanya didapatkan pada bakteri pathogen.

h. Endospora
Di antara bakteri ada yang membentuk endospora. Pembentukan endospora merupakan cara bakteri mengatasi keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan. Keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan antara lain: panas, dingin, kering, tekanan osmosis dan zatkimia tertentu. Jika kondisi lingkungan membaik maka endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri. Endospora bakteri tidak berfungsi sebagai alat perkembangbiakan, tetapi sebagai alat perlindungan diri.

B. Penggolongan bakteri

a. Berdasarkan bentuk tubuhnya
1) Kokus (bulat)
a.  Streptokokus, misalnya Streptococcus pyrogenes, S.thermophillus, S.lactis.
b.  Stafilokokus, misalnya Staphylococcus aureus.
c. Diplokokus, misalnya Diplococcus pnemoniae

2) Basil (batang)
a.  Basilus, misalnya Eschericcia coli, Salmonella thypi, Lactobacillus.
b.  Streptobasil, misalnya Azotobacter, Bacillus anthracis.

3) Vibrio (koma)
Vibrio, misalnya Vibrio cholerae.

4) Spirillum (spiral)
Spirillum, misalnya Treponema pallidum.

b. Berdasarkan kedudukan flagela pada selnya
1) Monotrik
Monotrik, berflagel satu pada salah satu ujung.
2) Amfitrik
Amfitrik, flagel masing-masing satu pada kedua ujung.
3) Lofotrik
Lofotrik, berflagel banyak di satu ujung.
4) Peritrik
Peritrik, berflagel banyak pada semua sisi tubuh.

c. Berdasarkan pewarnaan Gram (Gram strain)
1) Bakteri gram-positif
Bakteri gram-positif, dinding sel lebih sederhana, banyak mengandung peptidoglikan. Misalnya Micrococcus, Staphylococcus, Leuconostoc, Pediococcus dan Aerococcus.
2) Bakteri gram-negatif
Bakteri gram-negatif, dinding sel lebih kompleks, peptidoglikan lebih sedikit. Misalnya Escherichia, Citrobacter, Salmonella, Shigella, Enterobacter, Vibrio, Aeromonas, Photobacterium, Chromabacterium, Flavobacterium.

d. Berdasarkan kebutuhan oksigen
1) Bakteri aerob
Bakteri aerob, bakteri yang membutuhkan oksigen bebas untuk mendapatkan energi, misalnya Nitrosomonas, Nitrobacter, Nitrosococcus.
2) Bakteri anaerob
Bakteri anaerob, tidak membutuhkan oksigen bebas untuk mendapatkan energi, misalnya Micrococcus denitrificans.

e. Berdasarkan cara memperoleh makanan (bahan organik)
1) Autotrop
Autotrop, menyusun makanan sendiri dari bahan-bahan anorganik. Bakteri autotrop, berdasarkan sumber energinya dibedakan atas: fotoautotrop (sumber energi dari cahaya) dan kemoautotrop (sumber energi dari hasil reaksi kimia).
2) Heterotrop
Heterotrop, tidak menyusun makanan sendiri, memanfaatkan bahan organik jadi yang berasal dari organisme lain. Termasuk bakteri heterotrop adalah bakteri saprofit, yaitu bakteri yang mendapat makanan dengan menguraikan sisa-sisa organisme.

C. Reproduksi pada Monera

a. Reproduksi aseksual
Pada umumnya bakteri berkembang biak dengan pembelahan biner, artinya pembelahan terjadi secara langsung, dari satu sel membelah menjadi dua sel anakan. Masing-masing sel anakan akan membentuk dua sel anakan lagi, demikian seterusnya. Proses pembelahan biner diawali dengan proses replikasi DNA menjadi dua kopi DNA identik, diikuti pembelahan sitoplasma dan akhirnya terbentuk dinding pemisah di antara kedua sel anak bakteri.

b. Reproduksi seksual
Bakteri berbeda dengan eukariota dalam hal cara penggabungan DNA yang datang dari dua individu ke dalam satu sel. Pada eukariota, proses seksual secara meiosis dan fertilisasi mengkombinasi DNA dari dua individu ke dalam satu zigot. Akan tetapi, jenis kelamin yang ada pada ekuariota tidak terdapat pada prokariota. Meiosis dan fertilisasi tidak terjadi, sebaliknya ada proses lain yang akan mengumpulkan DNA bakteri yang datang dari individu-individu yang berbeda. Proses-proses ini adalah pembelahan transformasi, transduksi dan konjugasi.


1) Transformasi
Dalam konteks genetika bakteri, transformasi merupakan perubahan suatu genotipe sel bakteri dengan cara mengambil DNA asing dari lingkungan sekitarnya. Misalnya, pada bakteri Streptococcus pneumoniae yang tidak berbahaya dapat ditransformasi menjadi sel-sel penyebab pneumonia dengan cara mengambil DNA dari medium yang mengandung sel-sel strain patogenik yang mati. Transformasi ini terjadi ketika sel nonpatogenik hidup mengambil potongan DNA yang kebetulan mengandung alel untuk patogenisitas (gen untuk suatu lapisan sel yang melindungi bakteri dari sistem imun inang) alel asing tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kromosom bakteri menggantikan alel aslinya untuk kondisi tanpa pelapis. Proses ini merupakan rekombinasi genetik - perputaran segmen DNA dengan cara pindah silang (crossing over). Sel yang ditransformasi ini sekarang memiliki satu kromosom yang mengandung DNA, yang berasal dari dua sel yang berbeda.

Bertahun-tahun setelah transformasi ditemukan pada kultur laboratorium, sebagian besar ahli biologi percaya bahwa proses tersebut terlalu jarang dan terlalu kebetulan, sehingga tidak mungkin memainkan peranan penting pada populasi bakteri di alam. Tetapi, para saintis sejak saat itu telah mempelajari bahwa banyak spesies bakteri dipermukaannya memiliki protein yang terspesialisasi untuk mengambil DNA dari larutan sekitarnya. Protein-protein ini secara spesifik hanya mengenali dan mentransfer DNA dari spesies bakteri yang masih dekat kekerabatannya. Tidak semua bakteri memiliki protein membran seperti ini. Seperti contohnya, E. Coli sepertinya sama sekali tidak memiliki mekanisme yang tersepesialisasi untuk menelan DNA asing. Walaupun demikian, menempatkan E. Coli di dalam medium kultur yang mengandung konsentrasi ion kalsium yang relatif tinggi secara artifisial akan merangsang sel-sel untuk menelan sebagian kecil DNA. Dalam bioteknologi, teknik ini diaplikasikan untuk memasukkan gengen asing ke dalam E. Coli, gen-gen yang mengkode protein yang bermanfaat, seperti insulin manusia dan hormon pertumbuhan.

2) Transduksi
Pada proses transfer DNA yang disebut transduksi, faga membawa gen bakteri dari satu sel inang ke sel inang lainnya. Ada dua bentuk transduksi yaitu transduksi umum dan transduksi khusus. Keduanya dihasilkan dari penyimpangan pada siklus reproduktif faga. Diakhir siklus litik faga, molekul asam nukleat virus dibungkus di dalam kapsid, dan faga lengkapnya dilepaskan ketika sel inang lisis. Kadangkala sebagian kecil dari DNA sel inang yang terdegradasi menggantikan genom faga. Virus seperti ini cacat karena tidak memiliki materi genetik sendiri. Walaupun demikian, setelah pelepasannya dari inang yang lisis, faga dapat menempel pada bakteri lain dan menginjeksikan bagian DNA bakteri yang didapatkan dari sel pertama. Beberapa DNA ini kemudian dapat menggantikan daerah homolog dari kromosom sel kedua. Kromosom sel ini sekarang memiliki kombinasi DNA yang berasal dari dua sel sehingga rekombinasi genetik telah terjadi. Jenis transduksi ini disebut dengan transduksi umum karena gen-gen bakteri ditransfer secara acak.

Untuk transduksi khusus memerlukan infeksi oleh faga temperat, dalam siklus lisogenik genom faga temperat terintegrasi sebagai profaga ke dalam kromosom bakteri inang, di suatu tempat yang spesifik. Kemudian ketika genom faga dipisahkan dari kromosom, genom faga ini membawa serta bagian kecil dari DNA bakteri yang berdampingan dengan profaga. Ketika suatu virus yang membawa DNA bakteri seperti ini menginfeksi sel inang lain, gen-gen bakteri ikut terinjeksi bersama-sama dengan genom faga. Transduksi khusus hanya mentransfer gen-gen tertentu saja, yaitu gen-gen yang berada di dekat tempat profaga pada kromosom tersebut.

c. Konjugasi dan Plasmid
Konjugasi merupakan transfer langsung materi genetik antara dua sel bakteri yang berhubungan sementara. Proses ini, telah diteliti secara tuntas pada E. Coli. Transfer DNA adalah transfer satu arah, yaitu satu sel mendonasi (menyumbang) DNA, dan "pasangannya" menerima gen. Donor DNA, disebut sebagai "jantan", menggunakan alat yang disebut piliseks untuk menempel pada resipien (penerima) DNA dan disebut sebagai "betina". Kemudian sebuah jembatan sitoplasmik sementara akan terbentuk diantara kedua sel tersebut, menyediakan jalan untuk transfer DNA.

Plasmid adalah molekul DNA kecil, sirkular dan dapat bereplikasi sendiri, yang terpisah dari kromosom bakteri. Plasmid-plasmid tertentu, seperti plasmid f, dapat melakukan penggabungan reversibel ke dalam kromosom sel. Genom faga bereplikasi secara terpisah di dalam sitoplasma selama siklus litik, dan sebagai bagian integral dari kromosom inang selama siklus lisogenik. Plasmid hanya memiliki sedikit gen, dan gen-gen ini tidak diperlukan untuk pertahanan hidup dan reproduksi bakteri pada kondisi normal. Walaupun demikian, gengen dari plasmid ini dapat memberikan keuntungan bagi bakteri yang hidup di lingkungan yang banyak tekanan. Contohnya, plasmid f mempermudah rekombinasi genetik, yang mungkin akan menguntungkan bila perubahan lingkungan tidak lagi mendukung strain yang ada di dalam populasi bakteri.

Plasmid f , terdiri dari sekitar 25 gen, sebagian besar diperlukan untuk memproduksi piliseks. Ahli-ahli genetika menggunakan simbol f+ (dapat diwariskan). Plasmid f bereplikasi secara sinkron dengan DNA kromosom, dan pembelahan satu sel f+ biasanya menghasilkan dua keturunan yang semuanya merupakan f+. Sel-sel yang tidak memiliki faktor f diberi simbol f-, dan mereka berfungsi sebagai recipien DNA ("betina") selama konjugasi. Kondisi f+ adalah kondisi yang "menular" dalam artian sel f+ dapat memindah sel f- menjadi sel f+ ketika kedua sel tersebut berkonjugasi. Plasmid f bereplikasi di dalam sel "jantan", dan sebuah salinannya ditransfer ke sel "betina" melalui saluran konjugasi yang menghubungkan sel-sel tersebut. Pada perkawinan f+ dengan f- seperti ini, hanya sebuah plasmid f yang ditransfer.

Gen-gen dari kromosom bakteri tersebut ditransfer selama konjugasi ketika faktor f dari donor sel tersebut terintegrasi ke dalam kromosomnya. Sel yang dilengkapi dengan faktor f dalam kromosomnya disebut sel Hfr ( high frequency of recombination atau rekombinasi frekuensi tinggi). Sel Hfr tetap berfungsi sebagai jantan selama konjugasi, mereplikasi DNA faktor f dan mentransfer salinannya ke f- pasangannya. Tetapi sekarang, faktor f ini mengambil salinan dari beberapa DNA kromosom bersamanya. Gerakan acak bakteri biasanya mengganggu konjugasi sebelum salinan dari kromosom Hfr dapat seluruhnya dipindahkan ke sel f-. Untuk sementara waktu sel resipien menjadi diploid parsial atau sebagian, mengandung kromosomnya sendiri ditambah dengan DNA yang disalin dari sebagian kromosom donor. Rekombinasi dapat terjadi jika sebagian DNA yang baru diperoleh ini terletak berdampingan dengan daerah homolog dari kromosom F-, segmen DNA dapat dipertukarkan. Pembelahan biner pada sel ini dapat menghasilkan sebuah koloni bakteri rekombinan dengan gen-gen yang berasal dari dua sel yang berbeda, dimana satu dari strain-strain bakteri tersebut sebenarnya merupakan Hfr dan yang lainnya adalah F.

 Pada tahun 1950-an, pakar-pakar kesehatan jepang mulai memperhatikan bahwa beberapa pasien rumah sakit yang menderita akibat disentri bakteri, yang menyebabkan diare parah, tidak memberikan respons terhadap antibiotik yang biasanya efektif untuk pengobatan infeksi jenis ini. Tampaknya, resistensi terhadap antibiotik ini perlahan-lahan telah berkembang pada strain-strain Shigella sp. tertentu, suatu bakteri patogen. Akhirnya, peneliti mulai mengidentifikasi gen-gen spesifik yang menimbulkan resistensi antibiotik pada Shigella dan bakteri patogenik lainnya. Beberapa gengen tersebut, mengkode enzim yang secara spesifik menghancurkan beberapa antibiotik tertentu, seperti tetrasiklin atau ampisilin. Gengen yang memberikan resistensi ternyata di bawa oleh plasmid. Sekarang dikenal sebagai plasmid R (R untuk resistensi).

Pemaparan suatu populasi bakteri dengan suatu antibiotik spesifik baik di dalam kultur laboratorium maupun di dalam organisme inang akan membunuh bakteri yang sensitif terhadap antibiotik, tetapi hal itu tidak terjadi pada bakteri yang memiliki plasmid R yang dapat mengatasi antibiotik. Teori seleksi alam memprediksi bahwa, pada keadaan-keadaan seperti ini, akan semakin banyak bakteri yang akan mewarisi gen-gen yang menyebabkan resistensi antibiotik. Konsekuensi medisnya pun terbaca, yaitu strain patogen yang resisten semakin lama semakin banyak, membuat pengobatan infeksi bakteri tertentu menjadi semakin sulit. Permasalahan tersebut diperparah oleh kenyataan bahwa plasmid R, seperti plasmid F, dapat berpindah dari satu sel bakteri ke sel bakteri lainnya melalui konjugasi.

Sabtu, 24 September 2011

STRUKTUR UMUM TUMBUHAN BERBIJI

Pendahuluan
Tumbuhan mempunyai bermacam organ. Perbedaan masing-masing organ menunjukkan adanya perbedaan fungsi dalam kehidupan tumbuhan. Tubuh tumbuhan terdiri atas unit sel yang dilindungi oleh dinding, dan masing-masing sel mengadakan kesatuan dengan adanya subtansi antar sel. Kelompokan sel yang secara struktural dan fungsional berbeda dengan kelompokan sel yang lain disebut jaringan. Variasi struktur jaringan terdiri atas komponen sel dan tipenya masing-masing. Susunan jaringan di dalam tubuh tumbuhan menunjukkan struktur dan fungsi tertentu.

ARTI PENTING ANATOMI TUMBUHAN
Anatomi tumbuhan merupakan disiplin ilmu tertua yang menjadi dasar untuk mempelajari ilmu tentang tumbuhan serta dasar bagi penemuan dan penelitian (Grew & Malpighi, 1671). Anatomi tumbuhan mempelajari tentang struktur dan fungsi sejumlah organ dan jaringan tumbuhan serta hubungannya, dan perkembangan struktur organ dan jaringan tersebut.
Pembagian tubuh tumbuhan menjadi sejumlah organ menurut sel dan jaringan penyusunya merupakan cara yang mudah untuk mempelajarinya, sebab pembagian tersebut memperlihatkan spesialisasi struktur dan fungsi. Pembahasan fungsi tak lepas dari kajian perkembangan tumbuhan, karena dalam perkembangannya struktur yang belum, sedang, dan selesai terdiferensiasi akan amat berbeda. Struktur tumbuhan merupakan hasil evolusi yang berlangsung lama. Evolusi mengakibatkan perubahan pada struktur yang terkait dengan fungsi.
Adanya kemajuan pesat di bidang fisiologi, biokimia dan genetika serta kemampuan menelaah sampai struktur ultra, maka struktur tumbuhan dapat dipelajari dengan jelas. Pemahaman tentang struktur tumbuhan sehubungan dengan fungsinya sangat diperlukan dalam mempelajari tumbuhan dari segi holtikultura, agronomi, patologi, dan ekologi. Anatomi tumbuhan berguna juga untuk memperkuat perasaan estetika melalui kesadaran akan sifat yang serba teratur dan pengulangan pola struktur yang berlainan atau hubungan antara struktur dan fungsi.

STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN BERBIJI
Struktur umum tumbuhan berbiji dimulai dari biji. Biji berisi embrio yang dilindungi oleh kulit biji, dibekali dengan sumber makanan cadangan yang disimpan dalam keping biji (kotiledon) atau jaringan khusus (endosperm). Embrio mengandung sumbu halus/pendek dengan dua kutub yaitu titik tumbuh akar dan titik tumbuh tunas. Pada sumbu tersebut ke arah lateral terbentuk kotiledon atau daun lembaga.
Pada kondisi yang sesuai biji berkecambah dan tanaman muda (seedling) akan muncul. Tanaman muda yang tumbuh menampakkan akar yang biasanya di dalam tanah, serta pucuk yang menampakkan batang dan daun biasanya di atas tanah. Pertumbuhan pucuk dan akar melalui pembentukan sel-sel baru oleh jaringan meristem dari titik tumbuh dan diikuti oleh pertumbuhan serta diferensiasi sel-sel. Meristem tersebut membentuk bakal daun, dan di ujung sumbu batang bakal daun bersama meristem apeks membentuk tunas terminal.

Pada ketiak daun dibentuk tunas ketiak. Pada akar primer dibentuk akar lateral. Bila tanaman menjadi dewasa, dibentuk bunga kemudian terjadi penyerbukan dan pembuahan. Buah yang berisi biji akan berkembang dan melangkapi daur hidup.
Perbedaan antara embrio dikotil dan embrio monokotil adalah sebagai berikut:
1. Embrio Dikotil
·        > Kotiledon berbentuk seperti daun
·       > Di bagian bawah kotiledon terdapat sumbu mirip batang, yaitu Hipokotil
·        > Di ujung atas hipokotil terdapat calon tunas pucuk, sedang di ujung bawah hipokotil terdapat calon akar
·         >Terdapat Prokambium yang merupakan meristem primer, mantinya akan menjalani diferensiasi membentuk jaringan pembuluh primer

2. Embrio Monokotil
·         >Terdapat tonjolan jaringan pembuluh, yaitu epiblas
·         >Ujung pucuk terbungkus dalam daun berbentuk pipih yang berfungsi analog dengan tudung akar yang disebut koleoptil
·         >Terdapat akar lembaga (radikula) dan tudung akar di bagian bawah sumbu
·         >Terdapat jaringan bentuk seludang (koleoriza) yang berfungsi untuk melindungi embrio atau mengelilingi akar yang berkembang
 
 Gambar2: diagram Embrio tumbuhan dikotil (a) dan tumbuhan monokotil (b)

Pembelahan sel mengubah zigot bersel satu menjadi tumbuhan bersel banyak. Sejak stadium awal perkembangan terjadi pola penyebaran sel di keseluruhan embrio, sehingga dihasilkan bentuk-bentuk yang dapat dilihat (kotiledon, hipokotil, radikula, epikotil/plumula).

Pembelahan sel dalam embrio diiringi dengan pertumbuhan dan vakuolasi (dibentuknya vakuola yang membesar) dari sel-sel yang terjadi untuk memulai organisasi jaringan berikut:
·         =>bakal epidermis oleh lapisan permukaan yang meristematik yaitu protoderm.
·        => meristem dasar untuk bakal korteks yang bervakuolasi melebihi sel jaringan di sebelahnya.
·        =>jaringan tengah yang kurang tervakuolasi dan memanjang di sepanjang sumbu hipokotil-akar (prokambium) membentuk meristem bakal jaringan pembuluh.

Setelah zigot berkembang menjadi embriodalam biji yang berkecambah, meristem apeks pucuk membentuk daun, buku dan ruas. Di ketiak daun meristem kuncup tumbuh menjadi cabang. Meristem apeks akar menghasilkan akar primer.

Tumbuhan memiliki pertumbuhan terbuka karena adanya daerah jaringan yang tetap bersifat embrional, yakni meristem. Pada meristem terjadi penambahan sel baru, sementara sel lama terdiferensiasi menjadi bagian baru pada akar maupun batang. Pertumbuhan itu dinamakan pertumbuhan primer, dan tubuh tumbuhan yang dihasilkan disebut tubuh primer. Banyak tumbuhan menebalkan akar dan batangnya dengan menambah jaringan pembuluh di dalam tubuhnya. Penebalan itu dihasilkan oleh kambium pembuluh dan disebut pertumbuhan sekunder.

Pertumbuhan sekunder pada tumbuhan berbiji disebabkan oleh aktivitas meristem lateral yaitu kambium pembuluh. Kambium berasal dari prokambiumyang terdapat di dalam berkas pembuluh dan sebagian dari parenkim interfaskuler. Bagian dari kambium terdapat di dalam berkas pembuluh dan di antara berkas pembuluh, merupakan suatu lingkaran tertutup. Pada pertumbuhan sekunder, kambium membentuk xilem sekunder ke arah dalam (ke tengah-tengah batang) dan floem sekunder ke arah luar. Sehingga zilem sekunder tersebut mengelilingi xilem primer, floem sekunder mengelilingi kambium. Xilem sekunder dan floem sekunder terdapat di antara xilem dan floem primer.
 

Alat pembentuk tubuh tumbuhan, yaitu: akar, batang, daun, bunga buah dan biji dibangun oleh sel yang menyusun berbagai jaringan. Sel tumbuhan adalah satuan terkecil dalam tumbuhan yang berisi subtansi hidup (protoplasma) dan diselubungi oleh dinding sel. Sekelompok sel yang berbeda struktur dan fungsi atau keduanya dari kelompokan selain disebut jaringan.

Sachs (1875) membagi jaringan menjadi 3 sistem berdasarkan kesinambungan topografisnya, yaitu:
·       > sistem derminal, meliputi: epidermis (pelindung pertama/primer di bagian luar tubuh), dan periderm (pengganti epidermis pada pertumbuhan sekunder).
·         => Sistem jaringan pembuluh, meliputi: xilem (pengangkut air dan garam mineral), dan floem (pengangkut hasil fotosintesis).
·        => Sistem jaringan dasar, meliputi parenkim (jaringan sinambung pada korteks akar, batang, mesofil daun, dan jari-jari empulur), kolenkim (jaringan berdinding tebal yang terdiri dari sel-sel hidup), serta sklerenkim (jaringan berdinding tebal, berkayu dan terdiri dari sel-sel mati).

Dalam tubuh tumbuhan, jaringan tersebar dalam pola yang khas bagi kelompok tumbuhan bersangkutan, misalnya:
·         =>Pada batang dikotil, jaringan pembuluh membentuk silinder berongga berisi jaringan dasar yaitu empulur dan ada di antara jaringan pembuluh dan jaringan dermai terdapat korteks.
·         =>Pada daun dikotil, jaringan pembuluh membentuk sistem yang beranastomosis dalam jaringan dasar yang terdiferensiasi menjadi mesofil.
·         =>Pada akar dikotil, silinder jaringan pembuluh sering tidak mengelilingi empulur namun ada korteks.

DAFTAR PUSTAKA
Esau, K. 1977. Anatomy of Seed Plant. John Wiley & Sons, Inc. New York
Fahn, A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Siti Soetarmi Tjitrosomo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Penerbit ITB. Bandung
Pandey, B.P. 1980 An Introduction to Plant Anatomy. S. Chand and Co. New Delhi
Sumardi, I. Dan A. Pudjoarinto. 1992. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Tinggi. DIKTI. Depdikbud. Jakarta
Bhojwani, S.S. dan S.P. Bhatnagar. 1978. The Embryology of Angiospermae. 3”1.ed. vikas Publishing House. New Delhi
Sumber: Hasnunidah, Neni. 2009. Buku Ajar Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Unila. Bandar Lampung

Jumat, 23 September 2011

PROTOZOA FLAGELLATA

Flagellata dari filum Mastighopora dicirikan dengan adanya satu hingga beberapa flagella pada ujung anterior tubuh yang berfungsi sebagai alat gerak. Selain dipakai untuk berenang, flagela juga berguna untuk menimbulkan arus yang dapat membawa makanan masuk ke dalam mulutnya. Flagela juga berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keadaan lingkungannya.
Sebagian besar flagellata hidup bebas, tetapi ada juga yang hidup parasit pada manusia dan hewan, atau saprofit pada organisme mati. Flagellata dibedakan menjadi dua, yaitu fitoflagellata dan zooflagellata.

a. FITOFLAGELLATA
Fitoflagellata adalah flagellata yang dapat berfotosintesis karena memiliki klorofil. Fitoflagellata mencernakan makananya dengan berbagai cara, seperti menelan lalu mencernakan di dalam tubuhnya (holozoik), membuat sendiri makanannya (holofitik), atau mencerna organisme lain yang sudah mati (saprofitik). Habitat fitoflagellata adalah di perairan kotor.
Ada dua fitoflagellata yang tubuhnya diselubungi oleh membran selulosa, misalnya Volvox. Ada pula fitoflagellata yang memiliki lapisan pelikel, misalnya Euglena. Pelikel adalah lapisan luar yang terbentuk dari selaput plasma yang mengandung protein.
Fitoflagellata bereproduksi melalui dua cara, yaitu secara seksual dengan konjugasi dan aseksual dengan membelah diri. Fitoflagellata terbagi menjadi 3 kelas, yaitu Euglenoida, Dinoflagellata, dan Volvocida.
1) Euglenoida
Bentuk tubuh anggota Euglenoida mempunyai gelendong dan diselimuti oleh pelikel. Euglenoida mempunyai satu atau dua flagela di bagian ujung anterior. Di bagian ujung anterior juga terdapat bintik mata berwarna merah yang mengandung pigmen karoten. Bintik mata berfungsi untuk melindungi daerah peka cahaya di pangkal flagela. Anggota kelompok ini adalah Euglena viridis. Euglena viridis banyak dijumpai di air tawar dengan ciri tubuhnya berukuran 35-60 mikron; ujung tubuhnya meruncing dengan satu bulu cambuk, sehingga dapat bergerak aktif dengan flagela. Gerakan ini disebut gerak euglenoid; Memiliki stigma (bintik mata berwarna merah) untuk membedakan gelap dan terang; Memiliki kloroplas yang mengandung klorofil untuk berfotosintesis. Ada pula euglena yang tidak berkloroplas, misalnya Astasia; makanan masuk melalui sitofaring menuju vakuola, dan di vakuola inilah makanan yang berupa organisme kecil dicerna.

2) Dinoflagellata
Bentuk tubuh Dinoflagellata bervariasi tetapi kebanyakan lonjong dengan warna kecoklatan dan kekuningan. Dinoflagellata merupakan penyusun plankton laut. Walaupun sebagian besar barhabitat di laut, ada juga Dinoflagellata yang hidup di air tawar.
Dinoflagellata ada yang bersimbiosis dengan terumbu karang, anemon, ubur-ubur, dan invertebrata lainnya. Flagela terletak di cekungan transversal yang mengelilingi tubuh. Banyak spesies Dinoflagellata kehilangan flagelanya dan tumbuh sebagai fase vegetatif yang nonmotil. Contoh anggota Dinoflagellata antara lain Noctiluca miliaris, Ceratum, dan Gymnodinium. Noctiluca mirialis kebanyakan hidup di air laut yang mempunyai ciri memiliki dua flagela, satu panjang dan satunya pendek; dapat melakukan simbiosis dengan jenis alga tertentu; tubuhnya dapat memancarkan sinar jika terkena rangsangan mekanis. Kita bisa melihatnya pada waktu malam ketika ombak memecah karang atau dayung memukul air laut, akan timbul cahaya berkilauan yang dihasilkan oleh Noctiluca.
3) Volvocida
Volvocida umumbya berbentuk bulat, hidup secara soliter atau berkelompok/berkoloni. Volvocida mempunyai dua flagela. Dinding sel volvocida tersusun atas selulosa. Contoh anggota kelompok ini yang paling terkenal adalah Volvox globator. Ciri-ciri Volvox antara lain koloninya terdiri dari ribuan individu bersel satu yang masing-masing memiliki dua flagela; setiap sel memiliki inti, vakuola kontraktil, stigma dan kloroplas. Sel-sel dihubungkan dengan benang-benang protoplasma membentuk hubungan fisiologis.

b. ZOOFLAGELLATA
Zooflagellata adalah flagellata yang tidak berkloroplas dan menyerupai hewan. Zooflagellata berhabitat di air laut dan air tawar. Sebagian besar zooflagellata bersifat parasit, walaupun ada juga yang hidup bebas. Bentuk tubuh zooflagellata mirip dengan leher porifera. Zooflagellata mempunyai flagela yang berfungsi untuk menghasilkan aliran air denganmenggoyangkan flagella. Selain itu, flagela juga berfungsi sebagai alat gerak.
Reproduksi zooflagellata terjadi secara aseksual dengan pembelahan biner longitudinal, sedangkan reproduksi seksual belum banyak diketahui. Contoh yang terkenal adalah dari genus Trypanosoma dan Leishmania. Keduanya bersifat parasit pada tubuh manusia atau hewan.
1) Trypanosoma
Trypanosoma memiliki tubuh pipih panjang seperti daun dan tidak membentuk kista. Trypanosoma hidup di dalam sel darah merah, sel darah putih, dan sel hati tubuh vertebrata inangnya. Infeksi karena Trypanosoma disebut trypanosominasis.
Dalam siklus hidupnya, Trypanosoma memiliki dua bentuk, yaitu berflagela pada fase ekstraseluler dan tidak berflagela pada fase intraseluler. Sebagian dari siklus hidupnya melekat di sel lambung atau mengisap darah manusia. Hospes perantara Trypanosoma adalah hewan-hewan pengisap darah. Jenis-jenis Trypanosoma antara lain sebagai berikut:
a. Trypanosoma lewisi, hidup pada tikus, hospes perantaranya adalah kutu tikus.
b. Trypanosoma evansi, penyebab penyakit sura (malas) pada ternak, hospes perantaranya adalah lalat tabanus.
c. Trypanosoma brucei, penyebab penyakit nagano pada ternak, hospes perantaranya adalah lalat tse-tse.
 
Trypanosoma brucei
d. Trypanosoma gambiense dan Trypanosoma rhodesiense, hewan penyebab tidur pada manusia ini mulanya terdapat di Afrika, kemudian menyebar ke Asia. Hospes perantaranya adalah lalat tse-tse, yaitu Glossina palpalis untuk T. gambiense dan Glossina mursitans untuk Trypanosoma rhodesiense.
e. Trypanosoma cruzi, penyebab penyakit anemia pada anak-anak (cagas); Trypanosoma cruzi ditemukan di Amerika Tengah.
2) Leishmania
Leishmania merupakan penyebab penyakit pada sel-sel endotelium pembuluh darah. Endotelium merupakan sel epitelium yang melapisi jantung, pembuluh darah, pembuluh limfa. Jenis-jenis Leishmania antara lain sebagai berikut:
a. Leishmania donovani, penyebab penyakit kala azar yang ditandai dengan demam dan anemia. Leishmania donovani banyak ditemukan di Mesir sekitar Laut Tengah, dan India.
b.  Leishmania tropica, penyebab penyakit kulit yang disebutpenyakit oriental.  Leishmania tropica ditemukan di Asia (daerah Mediterania) dan sebagian Amerika Selatan.
c.  Leishmania brasilliensis, penyebab penyakit kulit di Meksiko dan Amerika Tengah Selatan.
Infeksi karena  Leishmania disebut leishmaniasis

TAKSONOMI, KLASIFIKASI DAN SISTEMATIK TUMBUHAN


  1. Pendahuluan
Makhluk hidup yang ada di bumi kita ini banyak sekali jumlahnya dan beraneka ragam pula jenisnya. Hasrat dan keinginan untuk menggolong-golongkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya adalah naluri yang dibawa manusia sejak ia dilahirkan dan semenjak semula manusia telah berusaha untuk memahami bahwa beraneka ragam tumbuhan ada di bumi kita. Kesadaran dan usaha itulah yang akhirnya melahirkan salah satu cabang ilmu biologi yang disebut taksonomi atau sistematik.

Taksonomi atau sistematik tumbuhan menjadikan tumbuhan sebagai objek studinya baik tumbuhan yang sekarang masih hidup maupun tumbuhan dari masa lampau yang sekarang tinggal ditemukan sisa-sisanya dalam bentuk fosil atau "cap"nya pada batuan. Menghadapi objek yang sedemikian besarjumlah, macam, dan ragamnya, tentulah kita harus berusaha terlebih dahulu menyederhanakan objek studi agar lebih mudah penanganannya. Objek yang besar itu dipilah-pilah, dikelompok-kelompokkan menjadi kelas-kelas atau golongan atau unit-unit tertentu.unit-unit inilah yang sekarang ini kita sebut dengan istilah takson, dan pembentukan takson-takson ini kita sebut klasifikasi.


 

  1. Pengertian Taksonomi, Sistematik, dan Klasifikasi
Taksonomi adalah ilmu yang mempelajari identifikasi, tata nama, dan klasifikasi, yang biasanya terbatas pada objek biologi, bila terbatas pada tumbuhan sering disebut sistematik tumbuhan. Unsur utama yang menjadi lingkupnya taksonomi tumbuhan adalah pengenalan yang didalamnya tercakup pemberian nama dan penggolongan. Sistematik diberi batasan sebagai ilmu yang secara ilmiah mempelajari tentang macam-macam dan keanekaragaman organisme serta hubungan kekerabatan di antara mereka. Dengan batasan demikian, beberapa ahli menganggap bahwa sistematik mempunyai cakupan yang lebih luas daripada taksonomi.

Klasifikasi adalah penyusunan tumbuhan secara teratur ke dalam suatu sistem hierarki. Sistem penyusunan ini berasal dari kumpulan informasi tumbuhan secara individual, dengan hasil akhir yang menggambarkan hubungan kekerabatan. Klasifikasi yang bertujuan untuk menyederhanakan objek studi pada hakekatnya adalah mencari keseragaman dalam keanekaragaman. Betapapun besarnya keanekaragaman yang diperlihatkan oleh suatu populasi pastilah kita menemukan kesamaan ciri atau sifat-sifat tertentu diantara warga populasi itu.

Identifikasi penunjukan, penentuan, dan pemastian nama yang benar dan penempatannya di dalam sistem klasifikasi. Oleh karena di dunia ini tidak ada dua benda hidup yang identik atau persis sama dalam arti hakiki, maka istilah determinasi dianggap lebih tepat daripada identifikasi. Kunci adalah suatu proses yang digunakan untuk identifikasi tumbuhan yang belum diketahui namanya. Skema proses ini disebut kunci taksonomi.

Kunci identifikasi merupakan daya penganalisis yang berisi ciri-ciri khas takson tumbuhan yang dicakupnya, dan ciri-ciri tadi disusun sedemikian rupa sehingga selangkah demi selangkah pemakai kunci dipaksa memilih satu dari beberapa sifat yang bertentangan, begitu seterusnya sehingga akhirnya diperoleh suatu jawaban berupa identitas tumbuhan yang diinginkan. Tatanama (nomenklatur) adalah penerapan tekhnik penamaan tumbuhan sesuai dengan peraturan-peraturan yang tertera dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT).


 

  1. Hubungan Taksonomi dengan Ilmu Pengetahuan Lainnya
Ilmu taksonomi mempunyai beberapa tugas yaitu:

  1. Menyediakan jalan untuk memungkinkan orang untuk mengadakan pengenaian, penentuan atau pendeterminasian semua jenis tumbuhan yang ada didunia ini. Untuk itu para ahli sistematik telah menciptakan sistem tatanama ilmiah yang universal, menyusun kunci determinasi, menghimpun koleksi spesimen acuan dan lain-lain.
  2. Pengumpulan semua data yang lengkap untuk dipertalakan secara teratur sehingga memungkinkan orang menarik keuntungan dari pengetahuan yang ada dengan cepat.
  3. Menciptakan terciptanya sistem klasifikasi yang tersusun sedemikian rupa dan mencerminkan dekatnya hubungan kekerabatan alamiah diantara tumbuhan, yang sekaligus harus pula dapat mengungkapkan jalannya evolusi tumbuhan.
  4. Dari segala pengetahuan yang sudah tercapai ini dilakukan pengkajian analisis dan disintesiskan kembali untuk memperoleh pengertian dasar ilmiah dari keanekaragaman dan hubungan kekerabatan tumbuhan dan untuk mengetahui bagaimana mekanisme pendekatannya.
Mata rantai hubungan ilmu-ilmu lain dengan taksonomi tidaklah hanya masalah nama, peraturan pemberian nama yang benar secara internasional dan penggolongan saja, melainkan juga menentukan hubungan kekerabatan antar tumbuahan. Sehingga, ini penting untuk ilmu-ilmu terapan, seperti pertanian, kehutanan, farmasi, dan ilmu lainnya. Penggolongan tumbuhan harus dilengkapi dengan suatu dasar yang mantap dari ilmu-ilmu yang termasuk biologi, misalnya morfologi, anatomi, sitologi, embriologi, fisiologi, fitokimia, genetika, ekologi, fitogeografi, dan lain-lainnya.

Taksonomi merupakan dasar dari ilmu-ilmu lain, tetapi perkembangan taksonomi juga tergantung pula dari perkembangan ilmu-ilmu tadi. Klasifikasi yang baik dapat merupakan pedoman pencarian problem-problem penalitian biologi, serta bidang-bidang ilmu lainnya. Oleh karena itu para ahli taksonomi mempunyai tanggung jawab berat dalam membuat sistem klasifikasi yang dapat menjadi pedoman secara umum bagi ilmu lainnya.


 

  1. Sistem Klasifikasi dalam Sejarah Perkembangan Taksonomi Tumbuhan
Pebedaan dasar yang digunakan dalam mengadakan klasifikasi tumbuhan memberikan hasil klasifikasi yang berbeda-beda sehingga dari masa ke masa melahirkan sistem klasifikasi yang berlainan juga. Menurut sejarahnya sistem klasifikasi tumbuhan dibedakan menjadi:

  1. Sistem klasifikasi buatan
Klasifikasi yang didasarkan pada satu atau dua ciri morfologi yang mudah dilihat yang tujuan utamanya adalah untuk mempermudah pengenalan tumbuhan. Terdiri dari 2 periode yaitu:

  1. Periode sistem Habitus
Dalam periode ini sistem klasifikasinya didasarkan pada habitus, yaitu kesan keseluruhan yang nampak dari suatu tumbuhan. Berlangsung dari 300 SM hingga pertengahan abad ke-18, dengan pelopornya adalah Theopratus (370-385 SM). Menurut sistem ini tumbuhan digolongkan menjadi pohon, perdu, semak, dan herba. Para ahli filsafat dan penggemar alam pada periode ini adalah Albertus Magnus(1193-1280), Otto Brunfels(1464-1534), Jerome Bock (1489-1554), Andrea Caesalpinus (1519-1602), Jean Bauhin(1541-1631), Josseph Pitton De Turnefort (1656-1708), John Ray (1628-1705), dan lain-lainnya mengajukan gagasan-gagasan baru tentang dasar-dasar klasifikasi tumbuhan.

  1. Periode sistem Numerik
Sistem klasifikasinya didasarkan pada jumlah-jumlah dan susunan alat kelamin tumbuhan. Disebut juga sistem seksual, penciptannya adalah Carolus Linnaeus (1707-1778). Linnaeus membagi tumbuhan menjadi 24 kelas antara lain monoandria (golongan tumbuhan dengan satu benang sari), diandria (golongan tumbuhan dengan dua benang sari), dan seterusnya. Tokoh-tokoh lain yang dikenal dalam periode ini adalah Peter Kalm (1716-1779), Fredrick Hasselquist (1723-1752), dan Peter Thunderg (1743-1828).

  1. Sistem Klasifikasi Alam
Klasifikasi yang didasarkan pada hubungan kekerabatan yang ditunnjukkan oleh banyaknya persamaan bentuk yang terlihat sehingga dapat disusun takson-takson yang bersifat alami. Sistem ini dikatakan alami karena dianggap mencerminkan keadaan sebenarnya seperti terdapat di alam. Kesadaran mengenai adanya hubungan kekerabatan disebabkan oleh bertambahnya ilmu pengetahuan tentang fungsi dan morfologi dari organ tumbuhan serta kemajuan ilmu pengetahuan optik, sehingga pengamatannya lebih seksama dibandingkan periode sebelumnya. Tokoh-tokoh terkemuka pada periode ini antara lain adalah Lamarck (1744-1829), Michel Adenson (1727-1826), dan Antonie Laurent de Jussieu (1748-1836) yang membagi tumbuhan menjadi Acotyledonae, monocotyledonae, dan dicotyledonae. Sistem de Jussie ini kemudian disempurnakan oleh tokoh-tokoh lain seperti Augustine Pyrame de Candole (1778-1884), Sir Joseph Dalton Hooker (1817-19) dan George Bentham (1800-1884).

  1. Sistem Klasifikasi Filogenetik
Klasifikasi yang didasarkan pada jauh dekatnya hubungan kekerabatan antara takson satu dengan takson lainnya. Sistem klasifikasinya didasarkan pada filogeni takson-takson dengan mengikutsertakan teori evolusi. Takson-takson yang dibentuk ditempatkan dengan urutan-urutan , yang diberi segi filogeni mempunyai tingkatan yang lebih rendah (primitif) sampai ke tingkatan yang tinggi (maju). Periode ini bertahan dari pertengahan abad 9 hingga sekarang, merupakan salah satu akibat logis timbulnya teori evolusi yang dipelopori oleh Jean Baptise Lamarck (1744-1824), disusul oleh Charles Darwin dengan karyanya On the Origin Of Species by Means of Natural Selection (1859). Tokoh-tokoh yang terkemuka pada periode ini antara lain August Wilhem Eichler (1839-1887), ia membagi tumbuhan menjadi Cyptogameae (thalophyta, bryophyta, pteridophyta) dan Phanerogamae (spermatophyta). Masing-masing golongan masih dibagi lagi menjadi takson-takson yang lebih rendah. Sistem ini kemudian disempurnakan lagi oleh tokoh-tokoh lain seperti Adolph Engler (1844-1930), Richard von Wettstein (1862-1931), Charles E. Bessey (1845-1915), dan Hans Hallier (1868-1932).

  1. Sistem Klasifikasi Kontemporer
Klasifikasi yang didasarkan pada pengkuatitatifan data penelitian taksonomi dan penerapan matematika dalam pengolahan datanya. Sistem ini lahir akibat kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat dalam abad ke-20. Komputer telah digunakan secara luas dalam pengembangan metode kuantitatif dalam klasifikasi tumbuhan yang melahirkan bidang baru dalam taksonomi tumbuhan yaitu taksonomi numerik, taksometri, atau taksonometri. Taksometri numerik didefinisikan sebagai metode evaluasi kuantitatif mengenai kesamaan atau kemiripan sifat antar golongan organisme, dan penataan golongan-golongan itu melalui suatu analisis kelompok ke dalam kategori takson yang lebih tinggi atas dasar kesamaan-kesamaan tadi. Taksonomi numerik didasarkan atas bukti-bukti fenetik, artinya atas kemiripan yang diperlihatkan objek studi yang diamati dan dicatat, dan bukan atas dasar kemungkinan-kemungkinan perkembangan filogenetiknya. Kegiatan-kegiatan dalam taksonomi numerik bersifat empirik operasional, dan data serta kesimpulannya selalu dapat diuji kembali melalui observasi dan eksperimen. Langkah-langkah yang biasanya dilakukan dalam melaksanakan kegiatannya meliputi:

a. pemilihan objek studi, yang dapat berupa individu, galus, varietas, jenis, dan seterusnya. Yang terpenting adalah setiap unit-unit yang dijadikan objek studi tersebut harus mewakili golongan organisme yang sedang diteliti.

b. pemilihan ciri-ciri yang akan diberi angka atau skor. Jumlah ciri yang dipilih untuk pemberian angka harus cukup banyak, sekurang-kurangnya 50 ciri, yang masing-masing diberi kode dan selanjutnya disusun dalam bentuk tabel atau matriks.

c. pengukuran kemiripan, dengan cara membandingkan tiap ciri pada masing-masing unit takson. Besarnya kemiripan akan berkisar dari 0 (tidak ada kemiripan) sampai 100 untuk keadaan persis sama (identik).

d. analisis kelompok. Matriks kemiripan ditata kembali sehingga unit-unit takson yang memiliki kemiripan bersama yang paling tinggi dapat dikumpulkan menjadi satu. Kelompok-kelompok itu disebut fenon, dan dapat ditata secara hierarki dalam suatu diagram yang disebut dendogram.

e. diskriminasi. Setelah klasifikasi dilakukan kita dapat menelaah kembali ciri-ciri yang dilibatkan dalam kegiatan ini, untuk menemukan ciri yang paling konstan, dan oleh karena paling bernilai untuk pembuatan kunci identifikasi dan diagnosis.

Tokoh-tokoh terkemuka pada periode ini antara lain: Harold C.Bold (1909-1987), dan R. Whittaker (1921-1980), A. Gundersen (1877-1958), dan masih banyak lagi yang diusulkan seperti: Stebbin (lahir 1909), Armen L. Takhtajan (lahir 1910), Arthur Cronquist (lahir 1919), Robert F. Thorne (lahir 1920), dan Rolf M.T. Dahlgren (1932-1987).


 

Daftar Pustaka

Lawrence, G.H.M. 1964. Taxonomy of Vascular Plants. The Machmillan Coy. New York

Linnaeus,C. 1953 Species Plantarum. The Machmillan Coy. New York

Pudjoarinto, A., S. Sabbithah, dan S. Sulastri. 1994. Taksonomi Tumbuhan. Proyek Pelatihan Tenaga Kependidikan. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta

Stafleu, F.A. 1978. International Code of Botanical Nomenclature. Bohn, Schelkema Utrecht. Netherlands

Tjirosoepomo, G. 1998. Taksonmi Umum, Dasar-Dasar Taksonomi Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Sumber: Hasnunidah, Neni. 2007. Buku Ajar Btani Tumbuhan Rendah. Universitas Lampung. Bandar Lampung

UNIT-UNIT KLASIFIKSI

A. Pendahuluan

Dalam setiap keanekaragaman tumbuhan, para ahli botani selalu menghadapi persoalan dalam menentukan tingkat takson golongan tumbuhan yang dihadapi. Tingkat takson sangat penting karena tampa adanya tingkatan takson, maka manfaat sistem klasifikasi tidak dapat diperoleh. Menurut kesepakatan internasional, istilah-istilah untuk menyebut masing-masing takson bagi tumbuhan itu tempatnya tidak boleh diubah sehingga masing-masing istilah itu menunjukkan kedudukan atau tingkat dalam hierarki atau menunjukkan kategorinya dalam sistem klasifikasi. Dalam taksonomi tumbuhan istilah yang digunakan untuk menyebutkan suatu takson sekaligus mencerminkan pula di mana posisi dan seberapa tinggi tingkatnya dalam hierarki klasifikasi.


 

B. Takson dan Kategori

Takson adalah setiap golongan (unit) taksonomi tingkat yang menapun atau dengan kata lain sebagai satuan unit dari pengelompokan dalam klasifikasi. Takson-takson dibedakan dalam tingkat yang berbeda-beda, sehingga takson-takson itu menurut urut-urut tingkatnya. Ada 7 tingkat takson yang utama berturut-turut dari bawah ke atas, yaitu: jenis (species), marga (genus), suku (familia), bangsa (ordo), kelas (classis), divisi (divisio), dan dunia (regnim).

Dalam sistem klasifikasi, istilah tingkat takson disebut kategori. Spesies merupakan kategori dasar dari hierarki taksonomik, karena spesies merupakan batu dasar dalam klasifikasi biologik, dan dari spesies itu konsep-konsep golongan-golongan yang lebih tinggi maupun lebih rendah dikembangkan. Istilah kategori lazim digunakan dalam taksonomi hewan, namun jarang digunakan secara eksplisit dalam taksonomi tumbuhan.


 

C. Jenis/Species

Dalam taksonomi tumbuhan spesies sebagai unit merupakan suatu yang benar-benar ada di alam, dan telah banyak ahli-ahli ilmu tumbuhan yang telah berusaha untuk menjelaskan apakah yang dimaksud dengan spesies dan bagaimana batasan-batasannya. Ternyata hal itu bukan pekerjaan yang mudah. Hingga sekarang tidak ada seorang ahli pun yang mampu memberikan batasan mengenai konsep jenis itu yang dapat memuaskan semua pihak. Beberapa pengertian spesies menurut pandangan para ahli biologi antara lain:

1. Species taksonomi, populasi-populasi yang terdiri atas individu-individu dengan ciri-ciri morfologi yang sama, dan dapat dipisahkan dari spesies lainnya oleh adanya ketidaksinambungan ciri-ciri morfologi yang berkolerasi.

2. Species biologi, populasi-populasi yang disatukan sama lain oleh kemungkinan untuk saling kawin mengawini secara bebas, dan terpisah atau terisolasi dari species-species lainnya oleh penghalang reproduksi.

3. Species genetik, membatasi spesies dengan suatu ukuran dari perbedaan genetik atau jarak di antara populasi atau kelompok dari populasi.

4. Species paleontologik, didasarkan pada aliran gen dan isolasi reproduksi.

5. Species kladistik, sesuatu keturunan dari populasi organisme yang dianggap sebagai nenek moyang yang tetap mempertahankan identitasnya dari keturunan tadi, dan mereka mempunyai kecenderungan secara evolusi dan kenyataan historik.

6. Species biosistematik, mencerminkan suatu unit-unit yang mencerminkan keanekaragaman hubungan kekerabatan reproduktif diluar pembatasan yang diberikan oleh hierarki Linnaeus. Banyak kategori yang telah diusulkan berhubungan dengan unit-unit hasil dari penyelidikan biosistematik yang menginterpretasi batas-batas reproduktif dari taksa, contohnya homogen dan heterogen. Homogen adalah suatu spesies yang secara genetik dan morfologik homogen, semua anggota-anggotannya interfertil, heterogen adalah suatu spesies yang tersusun dari kumpulan tumbuhan yang mempunyai keturunan yang sama, bila sendiri menghasilkan populasi yang secara morfologi tetap, tetapi bila disilangkan dapat menghasilkan tipe keturunan yang fertil dan viable.


 

D. Tingkat-tingkat Takson (Kategori) di Bawah Jenis

Menurut kesepakatan internasional, dalam suatu jenis atau spesies dapat dibedakan beberapa kategori yang berturut-turut disebut istilah: anak jenis (subspecies), varietas (varietas), anak varietas (subvarietas), vorma (forma), dan anak forma (subforma). Anak jenis dianggap sebagai variasi dari salah satu jenis yang telah ditentukan serta merupakan variasi morfologi suatu jenis yang telah ditentukan, serta merupakan variasi morfologi suatu jenis yang telah ditentukan, serta merupakan variasi morfologi suatu jenis yang mempunyai daerah distribusi geografi tersendiri, tidak ditemukan bersama-sama dengan anggota populasi lain yang sejenis. Anak jenis adalah suatu kategori yang didalamnya termasuk unsur-unsur yang dengan memiliki ciri-ciri morfologi, geografi, dan ekologi tertentu, yang memberikan pembenaran untuk dipisahkan dari sisa populasi dalam suatu jenis.

Varietas merupakan suatu kategori di bawah tingkat jenis yang banyak digunakan dalam dunia pertanian. Oleh para ahli taksonomi, varietas dikonotasikan sebagai setip varian morfologi suatu jenis tanpa mengaitkan dengan masalah distribusinya; punya daerah distribusi sendiri; bersama-sama dengan varietas lain dalam jenis yang sama menempati daerah distribusi yang sama; menunjukkan beda warna atau habitus.

Forma lazimnya dianggap sebagai takson terendah atau kategori paling kecil. Biasanya forma digunakan untuk menempatkan variasi dalam jeis yang tak begitu penting. Variasi tersebut menyangkut: warna mahkota, warna buah, tanggapan terhadap habitat tertentu, dan sebagainya. Ke dalam forma dapat dimasukkan setiap varian yang kadangkala terjadi dalam populasi suatu jenis tanpa memperhatikan besarnya derajat penyimpangan dan konsistensinya.


 

E. Tingkat Takson Di Atas Jenis

Kategori di atas jenis yang dibicarakan dibatasi pada beberapa kategori utama saja, yaitu: marga, suku, bangsa, kelas, divisi, dan dunia. Marga (genus) adalah suatu kelompok spesies yang dari kesamaanya menampakkan hubungan yang lebih dekat satu sama lain daripada mereka yang berada dalam kelompok spesies lain. Kategori yang tingkatannya lebih tinggi adalah suku (familia). Tiap suku dapat mencakup satu marga atau lebih, dan biasanya lebih mudah dikenal karena wargannya menunjukkan ciri-ciri yang memberikan indikasi adanya pertalian yang erat. Pada umumnya suku terdiri atas anggota-anggota yang berasal dari nenek moyang yang sama, jadi mempunyai warga yang bersifat monofiletik. Suku merupakan kategori yang ukurannya sangat bervariasi, dari yang sangat kecil hanya terdiri atas satu marga dan beberapa jenis saja, ada yang sangat besar terdiri atas puluhan marga dan ratusan jenis atau bahkan lebih besar lagi.

Satu sukau atau lebih dapat membentuk suatu kategori yang lebih tinggi yaitu bangsa (ordo). Sebagai unit yang lebih besar daripada suku, suatu bangsa merupakan kategori yang semakin sukar dikenali sebagai unit yang bersifat natural, namun sebagai unit klasifikasi tetap memperlihatkan keseragaman sifat-sifat tertentu yang sering kali sangat karakteristik untuk seluruh bangsa itu. Sehubungan dengan hal tersebut, bangsa kerap kali diberi nama sesuai dengan ciri khas yang dimiliki oleh seluruh wargannya.

Kategori yang lebih tinggi daripada bangsa adalah kelas (classis). Suatu kelas terdiri atas sejumlah bangsa, dan arena merupakan takson yang lebih sukar lagi untuk dilihat sebagai suatu unit yang bersifat natural. Sekalipun pada dasarnya di antara wargannya juga ditemukan ciri-ciri tertentu, namun selain pada kedua kelas yang terdapat pada golongan tumbuhan dengan tingkat perkembangan tertentu, yaitu dikotil dan monokotil, kekhasan ciri yang dijadikan kriteria untuk penentuan suatu kelas tidak tampak mencolok. Golongan tumbuhan seperti tumbuhan biji telanjang (Gymnospermae), tumbuhan paku (Pteridophyta), dan tumbuhan tingkat rendah (Bryophyta dan Thalophyta), kriteria untuk penentuan kelas tidak begitu jelas sehingga ada ahli yang tidak membedakan adanya kelas pada Gymnospermae.

Gabungan kelas yang mempunyai persamaan sifat tertentu digolongkan ke dalam divisi (divisio), seluruh wargannya menunjukkan ciri morfologi atau organ yang sama atau mempunyai cara reproduksi yang sama, seperti tercermin dari nama-nama divisi Spermatophyta (tumbuhan biji), Thallophyta (tumbuhan talus), Schizophyta (tumbuhan yang membelah diri). Konsep dunia (regnim) digunakan untuk menunjuk keseluruhan tumbuhan atau keseluruhan hewan yang masing-masing lalu disebut sebagai dunia tumbuhan (regnum plantarum) dan dunia hewan (regnum animale).

Dengan semakin majunya teknologi dan pengetahuan, kemudian diintroduksikan pula golongan jasad-jasad yang kebanyakan bersifat prokariotik sebagai makhluk hidup, seperti virus dan ricketsia, ditambah dengan adanya subjektifitas perorangan, belakangan muncul gagasan-gagasan yang menyatakan bahwa makhluk hidup hendaknya jangan dibedakan dalam dunia tumbuhan dan dunia hewan saja, tetapi diusulkan pula agar jamur dan ganggang masing-masing dipisahkan menjadi dunia makhluk tersendiri yang disebut dunia jamur (regnum fungorum) dan dunia ganggang (regnum algorum).


 

Daftar Pustaka

Lawrence, G.H.M. 1964. Taxonomy of Vascular Plants. The Machmillan Coy. New York

Linnaeus,C. 1953 Species Plantarum. The Machmillan Coy. New York

Pudjoarinto, A., S. Sabbithah, dan S. Sulastri. 1994. Taksonomi Tumbuhan. Proyek Pelatihan Tenaga Kependidikan. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta

Stafleu, F.A. 1978. International Code of Botanical Nomenclature. Bohn, Schelkema Utrecht. Netherlands

Tjirosoepomo, G. 1998. Taksonmi Umum, Dasar-Dasar Taksonomi Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Sumber: Hasnunidah, Neni. 2007. Buku Ajar Btani Tumbuhan Rendah. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Sabtu, 10 September 2011

Hewan Porifera

Porifera dalam bahasa latin , porus artinya pori, sedangkan fer artinya membawa.Porifera adalah hewan multiseluler atau metazoa yang paling sederhana.Karena hewan ini memiliki ciri yaitu tubuhnya berpori seperti busa atau spons sehingga porifera disebut juga sebagai hewan spons. Beberapa jenis porifera ada yang berukuran sebesar butiran beras,sedangkan jenis yang lainnya bisa memiliki tinggi dan diameter hingga 2 meter. Tubuh porifera pada umumnya asimetris atau tidak beraturan meskipun ada yang simetris radial.Bentuknya ada yang seperti tabung, vas bunga, mangkuk, atau bercabang seperti tumbuhan.Tubuhnya memiliki lubang-lubang kecil atau pori(ostium)

CARA HIDUP PORIFERA DAN HABITAT
Porifera hidup secara heterotof.Makananya adalah bakteri dan plankton.Makanan yang masuk kedalam tubuhnya berbentuk cairan.Pencernaan dilakukan secara intraseluler di dalam koanosit dan amoebosit.Habitat porifera umumnya di laut, mulai dari tepi pantai hingga laut dengan kedalaman 5 km.Sekitar 150 jenis porifera hidup di ait tawar, misalnya Haliciona dari kelas Demospongia.Porifera yang telah dewasa tidak dapat berpindah tempat (sesil), hidupnya menempel pada batu atau benda lainya di dasar laut.Karena porifera yang bercirikan tidak dapat berpindah tempat, kadang porifera dianggap sebagai tumbuhan.

REPRODUKSI PORIFERA
Porifera melakukan reproduksi secara aseksual maupun seksual.Reproduksi secara aseksual terjadi dengan pembentukan tunas dan gemmule.Gemmule disebut juga tunas internal.Gemmule dihasilkan hanya menjelang musim dingin di dalam tubuh porifera yang hidup di air tawar.Porifera dapat membentuk individu baru dengan regenerasi.Reproduksi seksual dilakukan dengan pembentukan gamet (antara sperma dan ovum).Ovum dan sperma dihasilkan oleh koanosit.Sebagian besar Porifera menghasilkan ovum dan juga sperma pada individu yang sama sehingga porifera bersifat Hemafrodit.

KLASIFIKASI PORIFERA

1. Hexactinellida (dalam bahasa yunani, hexa = enam) atau Hyalospongiae (dalam bahasa yunani, hyalo = kaca/transparan, spongia = spons) memiliki spikula yang tersusun dari silika.Ujung spikula berjumlah enam seperti bintang.Tubuhnya kebanyakan berwarna pucat dengan bentuk vas bunga atau mangkuk.Tinggi tubuhnya rata-rata 10-30 cm dengan saluran tipe sikonoid.Hewan ini hidup soliter di laut pada kedalaman 200 – 1.000 m.Contoh Hexactinellida adalah Euplectella.

2.Demospongiae ( dalam bahasa yunani, demo = tebal, spongia = spons) memiliki rangka yang tersusun dari serabut spongin. Tubuhnya berwarna cerah karena mengandung pigmen yang terdapat pada amoebosit.Fungsi warna diduga untuk melindungi tubuhnya dari sinar matahari.Bentuk tubuhnya tidak beraturan dan bercabang.Tinggi dan diameternya ada yang mencapai lebih dari 1 meter.Seluruh Demospongiae memiliki saluran air tipe Leukonoid.Habitat Demospongiae umumnya di laut dalam maupun dangkal, meskipun ada yang di air tawar.Demospongiae adalah satu-satunya kelompok porifera yang anggotanya ada yang hidup di air tawar.Demospongiae merupakan kelas terbesar yang mencakup 90% dari seluruh jenis porifera. Contoh Demospongiae adalah spongia, hippospongia dan Niphates digitalis.

3.Calcarea (dalam latin, calcare = kapur) atau Calcispongiae (dalam latin, calci = kapur, spongia = spons) memiliki rangka yang tersusun dari kalsium karbonat.Tubuhnya kebanyakan berwarna pucat dengan bentuk seperti vas bunga, dompet, kendi, atau silinder.Tinggi tubuh kurang dari 10 cm.Struktur tubuh ada yang memiliki saluran air askonoid, sikonoid, atau leukonoid.Calcarea hidup di laut dangkal, contohnya sycon, Clathrina, dan Leucettusa lancifer.Berikut bentuk tipe saluran air dari porifera : askonoid, sikonoid, dan leukonoid

PERAN PORIFERA BAGI MANUSIA
Beberapa jenis porifera seperti spongia dan hippospongia dapat digunakan sebagai spons mandi dan alat gosok.Namun, spons mandi yang banyak digunakan umumnya adalah spons buatan, bukan berasal dari kerangka porifera.Zat kimia yang dikeluarkannya memiliki potensi obat penyakit kanker dan penyakit lainnya.